Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Rumah Pergerakan Vs Rumah Boneka

17 September 2013   00:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:47 247 0
Sebuah kompetisi politik berlangsung dalam suasana kontradiktif. Meminjam istilah Vicky Prasetyo: Ada kontroversi hati yang sedang dirudung labil psikologis akibat konspirasi kemakmuran. Apa itu?

Hari Minggu lalu, 15 September 2013, dua perhelatan politik "diadu" di ruang publik. Meskipun dulu, dua pemain utama ini berasal dari kubu yang sama, tapi pada "adu kekuatan opini" terlihat jelas, siapa yang memiliki kekuatan karakter politik ideologis, dan siapa yang merupakan hasil polesan.

Dua perhelatan politik itu adalah diresmikannya "Rumah Pergerakan" yang dikomandani oleh Anas Urbaningrum, dan pengenalan 11 peserta Konvensi Capres Partai Demokrat.

Dari sudut manapun, kekuatan dua perhelatan itu politik jelas tidak seimbang. Anas, menghibahkan rumah pribadinya di Duren Sawit yang berukuran 600 meter persegi itu, untuk sebuah gerakan politik nasional yang sedang dirancang pasca "berhenti" dari Ketua Umum Partai Demokrat. Sementara, Konvensi Capres Partai Demokrat, menyewa ballroom hotel yang mewah dengan luas dua kali lipat.

Anas menggunakan TV-TV kecil untuk menyiarkan peresmian rumahnya, agar bisa dilihat undangan yang berjubel, dan tidak beranjak dari tempat duduknya dari mulai acara hingga jauh setelah acara selesai.

Sementara, Konvensi Partai Demokrat menggunakan layar lebar yang tentu saja sangat mahal, plus ditambah dengan siara melalui Televisi Republik Indonesia, yang merupakan perusahaan negara dan tentu saja masih disubsidi oleh negara karena rugi terus, plus ditambahi "insiden" dimana redaksinya "dipaksa" untuk menyiarkan acara Konvensi tersebut.

Acara peresmian rumah pergerakan Anas, dihadiri oleh sahabat-sahabatnya. Mulai dari sahabat lama, sahabat baru, sahabat dari beberapa partai politik lain, sahabat dari partainya dulu, sampai sahabat-sahabatnya yang datang dari luar kota dengan biaya patungan agar bisa menghadiri acara tersebut.

Sementara, Konvensi Partai Demokrat dihadiri oleh serentetan petinggi negara, yang datang beserta pengawalannya, juga oleh para petinggi partai, yang tentunya mengeluarkan biaya tinggi untuk datang ke tempat tersebut.

Acara di tempat Anas, terlihat betul sangat egaliter. Merakyat. Tidak banyak basa-basi. Tidak banyak janji-janji. Bahkan, dalam pidato pembukaannya, Anas menegaskan bahwa Rumah Pergerakan adalah rumah tempat berhimpun. Sebagaimana rumah, maka Rumah Pergerakan itu adalah tempat bagi mereka yang merasa sebagai keluarga berkumpul, berdiskusi, saling berbagi, dan tentu saja akan tetap saling menjaga sebagai keluarga, baik di kala senang atau susah.

Lalu, bagaimana dengan Konvensi Capres Partai Demokrat?

Tentu, setelah laporan anggota Komite yang penuh dengan jargon-jargon dan memuji diri sendiri, para peserta Konvensi menebar janji-janji. Waktu lima menit yang diberikan oleh panitia kepada para Capres, rasanya seperti waktu yang panjang untuk meyakini betul: Apakah para calon-calon Presiden itu sedang berjanji untuk sebuah negara dengan jumlah penduduk yang mencapai hampir 200 juta, atau sedang berdaya-upaya meyakinkan pada mereka yang melihat bahwa dirinya paling layak memimpin republik ini?

Dua hal yang sangat kontradiktif!

Di Rumah Anas, yang ditawarkan adalah tempat untuk berkumpulnya persaudaraan untuk memikirkan dan membuat sesuatu yang lebih baik di republik ini. Kemudian, di tempat Konvensi, yang ditawarkan adalah berbagai upaya dan janji-jani untuk merebut Kekuasaan di Republik ini!

Sulit membayangkan, bagaimana dalam situasi negara sedang dibanjiri barang-barang impor, dolar yang terus menguat dan rupiah yang melemah, teror terhadap polisi, kekeringan di beberapa daerah, para buruh yang sudah mulai bergejolak menuntut haknya, juga persoalan-persoalan lain, sederetan pesohor dan pejabat-pejabat penting di republik ini menebar janji-janji.

Banyak spekulasi, bahwa perhelatan politik di rumah Anas adalah upaya mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu untuk kembali ke dunia politik. Ada juga yang menganalisa, bahwa ormas yang digagas Anas itu akan menjadi kendaraan politiknya yang baru. Atau pengamatan lain mengatakan bahwa Anas akan membuat benteng pertahanan politik dengan membentuk Ormas baru itu.

Tentu, tak ada yang salah dari pendapat itu. Namun, melihat bagaimana respon publik yang begitu besar terhadap Rumah Pergerakan yang digagas Anas dan teman-temannya, sangat terlihat bahwa Anas dalam benteng pertahanan politiknya yang sangat sederhana, masih memiliki daya-dorong yang sangat kuat. Terutama untuk mengingatkan pada publik bahwa oligarki kekuasaan atau politik kekerabatan bisa menjadi penyebab terjadinya krisis politik di republik ini.

Krisis ini bisa menjadi parah jika pada proses pemilihan calon-calon pemimpin di republik ini, dilakukan dengan cara membuat tokoh-tokoh boneka sebagai tempat untuk menyembunyikan pengendali kekuasaan yang sebenarnya.

Terlepas dari salah atau benar "cara baca" ini, yang jelas dari dua perhelatan politik di Hari Minggu kemarin, sangat terlihat: siapa yang memiliki kualitas lebih unggul!

Juga terlihat sekali: Siapa yang stablil dan siapa yang labil?

Wallahu Alam

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun