Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Sama-sama Senang

31 Januari 2012   12:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:14 85 0
Oleh drh Chaidir

PASCA pelantikan Firdaus-Ayat Cahyadi (FAC) sebagai Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru definitif 2012-2017 pada 26 Januari 2012, warga Pekanbaru sekurang-kurangnya dalam dua pekan ke depan, agaknya masih akan bermanja-manja dengan sang nakhoda baru. Kegiatan Walikota dan Wakil Walikota kelihatannya sangat padat. Pertemuan-pertemuan silaturrahim, syukuran, pelukan hangat warga, cupika-cupiki, puja-puji, seakan tak habis-habisnya.

Namanya bulan madu, itu lumrah, manusiawi, apalagi lintasan perjuangannya sangat panjang, melelahkan, penuh onak dan duri. Namun setelah bulan madu berlalu, FAC harus kembali kehidupan nyata. Ada beban berat di pundak. Kini FAClah yang harus memanjakan warga kota.

Lebih kurang setahun, warga terpaksa mengikuti berbagai agenda kegiatan dengan kedua pasang calon. Pagi-siang-sore-malam, bahkan tengah malam pun, seakan tak kenal waktu. Kelompok-kelompok masyarakat membuka pintu lebar-lebar menyediakan waktu untuk bertemu muka dengan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru. Rangkaian pertemuan tersebut hanya masalah momentum saja. Sekali lima tahun memang saat yang tepat untuk membicarakan segala hal tentang pembangunan kota dengan sang calon pemimpin secara langsung. Apa saja pembangunan dan pelayanan yang belum memuaskan dan bagaimana seharusnya hal tersebut diselesaikan oleh pemerintah kota. Masyarakat paham, tak semua aspirasi yang disampaikan akan terakomodasi, masyarakat memaklumi adanya keterbatasan. Tapi mereka layak untuk didengar. Bukankah seorang pemimpin harus banyak mendengar?

Permasalahan umum yang dihadapi oleh pemerintah daerah pada umumnya di era otonomi daerah ini adalah belum mampu merumuskan dengan tajam apa yang menjadi kehendak warga masyarakatnya. Permasalahan ini terjadi dimana-mana, bahwa pemerintah daerah yang mewakili kepentingan Negara seringkali tidak tepat dan tidak fokus menyusun perencanaan. Sehingga terjadi jurang antara kehendak masyarakat yang dipimpin dengan kehendak pemimpin yang mengendalikan kekuasaan.

Sebagai Ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi sebuah kota metropolitan, sebuah kota besar yang modern. Dengan penduduk lebih kurang satu juta jiwa Pekanbaru telah memiliki syarat minimal untuk disebut sebagai Kota Metropolitan. Apalagi denyut nadi perekonomian sangat terasa dalam satu dekade ini. Pekanbaru juga memiliki kota-kota satelit seperti Pandau Permai, Teratak Buluh, Labersa City, Rumbai, dan Panam. Tak bisa dipungkiri, Pekanbaru memiliki daya tarik dengan tersedianya lapangan kerja dengan upah kerja yang lebih tinggi. Adanya beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Riau (Negeri), Universitas Islam Negeri, Universitas Islam Riau, Universitas Lancang Kuning, Universitas Abdurrab, Universitas Muhammadiyah, dan beberapa perguruan tinggi lain, menjadi magnit tersendiri bagi Pekanbaru.

Tentu tidak mudah memetakan ekspektasi masyarakat sebuah kota besar yang sangat dinamis dan berbilang kaum seperti Pekanbaru. Membuka peluang bagi masyarakat untuk bisa meningkatkan kesejahteraan secara ekonomi melalui peningkatan nilai asset warga dan kebijakan yang memiliki daya ungkit adalah satu bagian. Memberi kenyamanan dan memanjakan warga adalah bagian lain yang tak kalah pentingnya.

Berbekal jam terbang sebagai Kadis PU, seorang "tukang insinyur", Firdaus memiliki kapasitas. Dan berbekal pengalaman menjaring aspirasi sebagai Pimpinan DPRD Kota Pekanbaru dan Anggota DPRD Riau, Ayat Cahyadi diharapkan mampu menangkap aspirasi. Keduanya diharapkan bisa mempertemukan dua kehendak, masyarakat puas, merasa aman dan nyaman, bisa tidur enak dan mimpi indah, pemerintah kota pula bisa senyum sumringah berlimpah anugerah. Di sini senang di sana senang. Habis perkara.

Tentang Penulis : http://drh.chaidir.net

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun