Sabtu, 21 Oktober 2023 hari ini. Menjadi momentum emas bagi Partai Golkar, sekaligus sebagai patahan sejarah. Wajah murung, ada yang senyum gembira kita lihat terpancar di tampilkan dalam Rapimnas partai Golkar. Hadir para senior-senior partai Beringin.
Disinilah sejarah baru dimulai. Dimana Gibran diputuskan, ditetapkan, disepakati untuk diusung sebagai Cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Di lain pihak, banyak spekulasi bermunculan. Golkar disebut mencaplok kader Banteng (PDI Perjuangan) dengan tujuan polarisasi.
Beragam analisa juta mencuat. Sebagian analis politik menduga ini trik KIM (Koalisi Indonesia Maju) untuk membuat soliditas PDI Perjuangan dan kubu Ganjar Mahfud kocar-kacir. Operasi politik ini dinilai menguntungkan AMIN (Anies - Muhaimin). Begitu kuatkah pengaruh AMIN lantaran mereka sebagai jebolan Aktivis mahasiswa, pentolan Cipayung plus?.
Hasil keputusan Rapimnas Golkar untuk mengusung Gibran, bukan main-main. Hal ini menjadi riskan secara politik bagi klan atau trah politik Jokowi. Akan dianggap Jokowi sebagai Bapak Politik Dinasti.
Kalau kita telisik, Mahfud ditetapkan sebagai Cawapres oleh PDI Perjuangan di Sekretariat DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu, 18 Oktober 2023. Gibran juga diusung sebagai Cawapres dari Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, jalan Anggrek Nelly Murni, Jakarta Barat.
Tidak main-main, keputusan Gibran menjadi Cawapres otomatis berefek pada soliditas PDI Perjuangan karena dia merupakan Wali Kota yang diusung PDI Perjuangan. Gibran merupakan petugas partai PDI Perjuangan. Loyalitasnya tengah diuji.
Dukungan suara yang menjadi basis Ganjar Pranowo di Jawa Tengah, juga akhirnya terancam. Hal ini akan tersebar, terbagi dengan kehadiran Gibran jika benar-benar Gibran berniat maju dan mendaftar ke KPU sebagai Cawapres.
Asumsi lainnya, situasi ini sengaja dibuat elit partai politik yang menjadi circle Jokowi. Agar kontestasi Pilpres 2024 masih dalam kendali mereka. Artinya, AMIN tidak menjadi common enemy. Ada dua kemungkinan terjadi.
Ketika benar-benar Jokowi dan Megawati (PDI Perjuangan) terjadi, konsekuensinya yang meraih keuntungan besar pasti bukan mereka. Pihak lain, itu bisa juga Golkar, NasDem, atau Gerindra. Ruang kebekuan komunikasi ini akan semakin kronis, jika Megawati dan Jokowi tak ada titik temu.
Drama politik jelang Pilpres 2024 sungguh menarik. Untuk internal Golkar, memang dalam beberapa momentum politik mereka terbiasa menjadi pengatur. Namun kali ini agaknya memiriskan. Karena kader asli Golkar rasanya tidak ada dalam barisan Capres dan Cawapres.
Ketum Golkar, Airlangga Hartarto seperti mengalah, melupakan cita-citanya untuk menjadi Cawapres. Padahal, sebelumnya ada baliho, billboard dimana-mana yang mempromosikan Airlangga sebagai Capres/Cawapres. Memiriskan.
Setidaknya, Golkar biasanya punya stok kader yang berlimpah untuk dipasangkan atau didistribusikan saat Pilpres. Kali ini terbalik. Golkar seolah krisis kader untuk menjadi pemimpin di pentas nasional. Airlangga memang beda sebagai Ketum.
Tentu ini menjadi catatan buruk. Sementara di sisi lainnya, PDI Perjuangan disebut-sebut berang, kepanasan, kebakaran jenggot karena Gibran dicuri partai lain. Benarkah, PDI Perjuangan akan melawan Jokowi habis-habisan?. Kita lihat saja nanti.
Ketika PDI Perjuangan murka, secara politik itu sah-sah saja. Karena mereka memiliki investasi besar untuk masa depan politik Gibran hingga saat ini. Gibran yang dinilai menaikkan bargaining politik dikala Ayahnya menjabat Presiden juga rasanya tidak tepat.
Idealnya Gibran menahan diri. Jangan memanfaatkan kesempatan karena Ayahnya masih Presiden Republik Indonesia. Ini soal etis dan tidaknya. Bagaimanapun relasi kuasa tak bisa dinafikan. Gibran diistimewakan Golkar itu karena Jokowi sebagai Presiden.
Bukan apa-apa, kelak bila Jokowi bukan lagi Presiden dan Gibran kalah bertarung Cawapres 2024, pasti Gibran tak dianggap lagi. Barusan kader-kader terbaik Golkar itu banyak berbaris rapi. Gibran kali ini beruntung saja, dan situasi ini pasti diketahui publik.
Kenapa Beringin digoyang? karena rumor beredar posisi Airlangga sedang disandera dengan skandal politik dugaan korupsinya. Alhasil, sebagai kompensasi Golkar harus jadi jaminan mengusung Gibran. Sudah tentu, PDI Perjuangan dalam waktu bersamaan merasa diobok-obok dan murka.
Sebagian kader Golkar menyebut Gibran diusung Cawapres merupakan berkah dan keuntungan, itu sah-sah saja. Tapi, dalam kontes citra Golkar sebagai partai besar akan tergerus di mata rakyat sebagai konstituen. Golkar dianggap memaksakan Gibran yang notabenenya bukan kader Golkar.
Sementara, Golkar surplus kader yang layak dimajukan. Merasa kadernya dibajak Beringin (Golkar), Banteng meradang dan itu lumrah. Lagi-lagi posisi politisi seperti Gibran rawan menjadi alat eksploitasi. Gibran terlampau muda untuk diolah hingga matang. Akhirnya, peluang itu diambil politisi senior untuk dikapitalisasi.