Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Manuver Koalisi Besar, Pacu Megawati Bersikap

25 April 2023   20:03 Diperbarui: 25 April 2023   23:28 233 2
Prematur akhirnya sikap dan manuver Koalisi Besar, jika dilihat dari satu perspektif. Tapi, dalam perspektif yang lainnya, dengan mulai dirangkaikannya Koalisi Besar membuat keinginan Presiden Jokowi untuk mengusung Ganjar Pranowo terkabul.

Tidak mudah meyakinkan, apalagi mengintimidasi Megawati untuk memilih Ganjar. Hanya dengan dibentuknya Koalisi Besar yang sudah tentu akan mengurung Ganjar sebagai Capres 2024, membuat Megawati panik dan akhirnya lebih dahulu memutuskan Ganjar sebagai Capres dari PDI Perjuangan.

Megawati tentu tidak mau kadernya dicaplok. Megawati tentu sangat anti pembajakan kader. Dan tidak mau dipermalukan dengan menjadi pengikut atau penggembira politik. Apalagi gelandangan politik, Megawati tak punya kamus itu. Atas kondisi itulah, Ganjar diuntungkan untuk lebih cepat dideklarasikan Megawati (PDI Perjuangan). Analisis ini paling rasional dalam memetakan kecenderungan konstalasi politik yang ada.

Dari apa yang dilakukan Megawati tersebut membuat beberapa pimpinan partai politik (parpol) yang satu server, satu frekuensi dengan Jokowi tersenyum. Senang hatinya. Mereka pasti berfikir Megawati telah masuk "jebakan". Tinggal satu langkah lagi, posisi Erick Thohir menjadi Cawapres Erick. Apakah akan terbukti, ataukah Sandi yang balapan mampu merebut hati Megawati?. Wallahu wa'lam bisawab.

Untuk konteks hegemoni politik, rasanya tidak pernah bisa diputus atau diamputasi secara tuntas. Tetap saja, Megawati berpandangan ia masih memimpin klasemen. Sebagai pimpinan besar koalisi, Megawati mungkin berfikir telah mendahului, dan membuat Koalisi Besar kecolongan.

Bagaimana tidak, Koalisi Besar juga sedang menghadapi situasi yang serius. Dimana, krisis kader untuk dicalonkan sebagai Presiden 2024 terjadi. Mereka hanya menyiapkan stok Cawapres. Ini untuk ukuran elektabilitas berdasarkan Lembaga Survei. Walau hasrat besar, tapi tenaga mereka tidak cukup. Yakni melahirkan kader seperti Ganjar, Prabowo, dan juga Anies.

Sengkarut perbudakan politik masih terasa dalam prakteknya. Nampak, disaat partai politik "kecil" selalu menjadi pengekor bagi parpol "besar". Alasannya realistis, suara elektoral parpol besar dominan di parlemen dan menguasai di tingkat Kepala Daerah. Sungguh cara pandang yang pesimistik. Harusnya tidak menjadi pengekor.

Yang dipikirkan elit parpol secara keseluruhan selayaknya adalah perimbangan dan kesamaan politik. Masing-masing mereka punya hak yang sama untuk membangun koalisi. Jangan hanya memikirkan harus menang, lantas bergabung dengan parpol yang kira-kira berpotensi besar menang di Pemilu 2024.

Cara parpol tertentu mendompleng kekuatan parpol lain agar mendapat bagian atau jatah dalam kekuasaan sebelum pertarungan politik membawa hasil juga rasanya tidak elok dalam konteks pendidikan politik. Politik tak boleh menghalalkan segala cara. Terjadi degradasi dalam praktek politik inilah yang menciptakan bangsa ini darurat. Mulai berkurangnya politisi yang istiqomah menjalankan kebaikan dan kejujuran. Taat pada hukum.

 Politik Ala Tukang Copet

Meminjam istilah Muhammad Romahurmuziy, Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan, bahwa jika Partai Demokrasi "dicopet", maka kemungkinan Koalisi Perubahan bubar. Karena bagaimanapun, pergerakan Koalisi Besar, termasuk gesitnya PDI Perjuangan dalam menyikapi berbagai isu politik jelang 2024 tidak lain adalah untuk melawan Anies Baswedan. Kalau bisa dijegal, kenapa tidak.

Benarkah, ketika berbagai opsi belum berhasil dijalankan, maka Anies akan menjadi bulan-bulanan?. Masih adakah keinginan untuk menunda Pemilu 2024?, rasanya tidak lagi. Telah tegas disampaikan Presiden Jokowi, bahwa konstitusi telah menjelaskan soal kepemimpinan Presiden maksimal 2 periode. Tidak boleh ada kanibalisasi konstitusi.

Lantas, siapa lagi yang doyan melempar isu yang berpotensi mempolarisasi politik kita. Seperti ada yang saling mengincar untuk saling injak. Jika satu skenario kejahatan demokrasi gagal, dibuat lagi skema lainnya. Tidaklah, sudahi prasangka dan saling tuduh. Mari kita jernihkan, kita bebaskan demokrasi dari politik tipu muslihat.

Baik itu Ganjar, Prabowo, ataupun Anies yang jadi Presiden kelak, mereka adalah anak-anak terbaik bangsa ini. Hentikan politik jegal-menjegal, politik yang merongrong persatuan kita. Bangun budaya politik yang konstruktif. Biasakan untuk sportif.

Toh, semua kita elemen rakyat akan kembali memperjuangkan nasibnya masing-masing jika agenda politik itu berakhir. Maka, hargailah persatuan, persaudaraan, kekompakan, kerukunan dipelihara. Jangan pelihara sampah yang dapat melahirkan fragmentasi sosial. Biarkan rakyat memilih calon pemimpin yang paling visibel, tanpa kita harus mengintervensi mereka dengan politik uang dan adu domba.

Jangan lagi elit politik, kaum intelektual, dan stakeholder penggerak demokrasi mengambil bagian untuk menciptakan segregasi politik. Dengan begitu, sikap insecure tidak akan ada di tengah rakyat kita. Tumbuhkan opitimisme. Jangan nihilkan impian-impian rakyat yang tengah mereka orkestrasikan.

Pada kontestasi yang lain, kepentingan parpol tentu bertujuan untuk mengejar manfaat politik atau efek ekor jas (coat-tail effect). Walau begitu, kita memohon agar mereka tidak mengabaikan yang namanya kestabilan demokrasi. Dimana perimbangan "balance" itu penting untuk menghidupkan demokrasi. Rakyat perlu dituntun, jangan dibiarkan dalam perjalanan gelap berdemokrasi yang membuat rakyat terjun bebas di jurang kehancuran.

Dalam situasi Prabowo yang harap-harap cemas karena belum mendapat dukungan terbuka dan perintah yang jelas dari Jokowi, tentu tidak mau memperlihatkan kelemahannya. Sudah pasti Prabowo akan safari. Mengencangkan langkah politiknya untuk membangun silaturahmi. Terpantau, Prabowo bersilaturahmi idul fitri ke Wiranto, Hendropriyono, Prof. Mahfud MD, Try Sutrisno, Agum Gumelar, Widodo Adi Sujipto, serta sejumlah tokoh politik lainnya.

Prabowo "panik", dan menunjukkan, mengirimkan pesan ke Jokowi bahwa dirinya memiliki kegigihan untuk Capres di Pemilu 2024 mendatang. Publik tentu memiliki cara pandang beragam terkait silaturahmi Prabowo tersebut. Setidaknya, Prabowo tidak mau kehilangan langkah. Tidak mau terkunci karena Ganjar telah diendorse Jokowi, kemudian dicalonkan PDI Perjuangan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun