Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ramadan Pilihan

Berpuasa, Bersikap Pasif atau Progresif

24 Maret 2023   09:00 Diperbarui: 24 Maret 2023   13:43 800 3

BAGI
kaum muslimin, bulan suci ramadhan merupakan bulan penuh pengampunan. Lantas, apakah sebagai aktor atau hamba kita dituntut bersikap pasif menjalani rutinitas sosial, serta proses ritual beragama. Ataukah, sebaliknya. Kita harus lebih progresif dibanding bulan-bulan lainnya.

Berpuasa tentu bukan sekedar bermakna menahan lapar dan haus. Menahan untuk melakukan perbuatan tercela, menghindari buruk sangka, dan menghindari menyakiti orang lain. Tidak sebatas itu. Kita (kaum muslimin) didedasak untuk menjadi progresif dalam melaksanakan ibadah.

Harus bersikap jujur. Melaksanakan kesalehan sosial, menjalankan siar amar makruf nahimungkar. Bahkan lebih dari itu ialah kita mesti progresif mengamalkan ajaran agama. Shalat 5 (lima) waktu tanpa alpa. Memperbanyak shalat-shalat sunnah. Baik itu shalat sunnah muakkad maupun shalat sunah ghairu muakkad.

Merujuk pada anjuran Nabi Besar Muhammad NAW, ada 12 shalat sunnah yang patut dikerjakan umat Islam. Diantaranya, shalat sunnah Rawatib, shalat Witir, shalat Tahajud, shalat Tarawih, shalat Dhuha. Seperti diketahui, shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan, akan tetapi tidak diwajibkan.

Kemudian, selanjutnya ada shalat sunnah Tahiyyatul Masjid, shalat Istikharah, shalat Tobat, shalat Dua Gerhana, shalat Istisqa, dan shalat sunnah Dua Hari Raya. Secara simplifikatif, dalam pembahasan ini sebetulnya di tengah kita berpuasa di bulan suci ramadhan kita selayaknya bersikap progresif.

Perintah beribadah bagi umat Islam telah dijelaskan dalam Al-qur'an surat Al-Anbiya ayat 25, yang artinya: ''Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku.''

Ya, progresif untuk melaksanakan amal ibadah secara menyeluruh ''kaffah''. Di tengah kesibukan kita masing-masing, sebagai pemeluk agama Islam semua akan berusaha berbondong-bondong untuk melakukan kebaikan. Kita berupaya menjadi umat Islam kaffah, insan yang bertakwa.

Menjadi la allakum tattaqun, sebagaimana yang digambarkan Al-qur'an surat Al-baqarah ayat 183. Lebih jauh lagi, ketika kita menggali, memperluas sudut pandang tentang ibadah dalam bulan ramadhan. Rasanya progresifitas yang dimaksud ialah membangkitkan sikap agresif untuk beribadah.

Islam mengenal Ibadah mahdhah. Yang berhubungan secara vertikal antara manusia dan Tuhan. Selanjutnya ibadah ghairu mahdhah (muamalah), yakni berkaitan dengan relasi manusia dengan sesama manusia. Cerminan dari sikap yang mendatangkan kebaikan, dilakukan secara ikhlas karena Allah SWT.

Disaat berpuasa kita diperintahkan agar menjaga lisan, perbuatan, dalam pekerjan, menahan diri, saling memaafkan. Bukan bersikap sebaliknya. Apalagi, mengerjakan amal ibadah hanya bertujuan riya. Sesungguhnya sikap memamerkan kesalehan hanya mendegradasi nilai kebaikan itu sendiri.

Kita diajarkan untuk menjaga silaturahmi. Menjenguk orang sakit, bersedekah, mencari ilmu, bekerja, membangun masjid, menolong orang lain, menjalankan perbuatan baik lainnya. Kerap kali kita temukan situasi aktivitas sosial yang membuat niat berbuat baik menjadi gugur hanya karena lemahnya pengendalian diri.

Membuat kita mudah marah. Mudah bersikap suudzon kepada orang lain. Tentu berbagai faktor ikut menjadi penyebabnya. Menghadapi kondisi-kondisi yang kita khawatirkan itu, maka perlu pengayaan. Latihan untuk menempatkan diri sebaik mungkin agar tidak mudah tersulut amarah.

Juga tidak mudah menuding atau menyalahkan orang lain. Karena berpuasa bukan sekedar menahan dahaga. Tapi, bisa dijadikan sebagai madrasah. Untuk kita lebih banyak introspeksi diri, tidak mudah menghakimi orang lain. Tidak selalu merasa benar sendiri.

Momentum puasa bisa menjadi lompatan spiritual, atau tempat refleksi (kontemplasi dan evaluasi), juga entry point bagi kita. Puasa menjadi momentum tarbiyah. Bagaimana mengelola kematangan emosi. Manusia berusaha mencapai kesempurnaan, tidaklah mudah. Tentu kesempurnaan dalam perspektif dan takaran manusia, bukan Tuhan. Menuju pada level sempurna "insan kamil" tidaklah seperti membalikkan telapak tangan.

Hindari sikap pasif berbuat baik dalam berpuasa. Kita dituntun untuk bersikap progresif dalam urusan-urusan kebaikan. Mengejar pahala. Jangan membiarkan ''golden moment'' ini berlalu tanpa jejak perbuatan baik. Haruslah bersungguh-sungguh melaksanakan, mengejar ibadah di bulan suci ramadhan secara agresif.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun