Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Ceruk Pemilih, Parpol Hadapi Problem Krusial

26 Februari 2023   14:30 Diperbarui: 26 Februari 2023   14:36 172 1

POLITIK
relasinya tak dapat diabaikan dengan kehidupan sosial. Politik begitu luas, menyentuh dimensi makrokosmos. Kemahakuasaan politik inilah yang membuat politik sulit dijangkau seluruhnya dalam praktek.

Menyongsong Tahun Politik 2024, Indonesia telah masuk pada gerbang pemanasan politik. Bahkan, sebagian partai politik telah running. Elit partai politik yang merasa sangat berkepentingan, juga telah menerapkan strateginya.

Pendekatan dan serangan mulai dilakukan. Hampir tak ada pengurus partai politik yang defensif di awal tahun 2023 ini. Semua mengaktifkan jejaring dan simpul-simpul kekuatan. Memantapkan posisi untuk menang.

Konsolidasi dilakukan dalam tiap level. Mulai dari rapat koordinasi, pemetaan masalah, jumpa warga, cek ombak, dan goal setting. Dilakukan, untuk memenangkan kontestasi politik. Hajatan akbar demokrasi akan dijemput dengan gegap gempita.

Partai politik (parpol) yang punya seat di DPR RI periode 2019-2024, maupun yang non-seat telah menyiapkan strategi andalan. Begitu pula dengan partai yang baru akan mengikuti kompetisi Pemilu 2024 mendatang.

Dinamika politik memang terus berubah tiap waktu. Ada bakal Capres yang telah terang-terangan dideklarasikan partai politik untuk diusung. Ada pula figur yang belum mendapat restu elit partai politik.

Seluruh kondisi-kondisi tersebut memberi sumbangsih atas lahirnya eskalasi politik di tanah air. Suhu politik menuju Pemilu 14 Februari 2024 mulai memanas. Prakondisi dilakukan, akumulasi kepentingan dibangun.

Rasanya panggung politik kita terlampau sesak dengan praktek manipulasi. Penuh pencitraan, ini yang perlu direkognisi. Jangan biarkan praktek politik kita dikotori dengan rekayasa. Politik menampilkan kebohongan, tipu muslihat harus dihilangkan di Indonesia.

Politisi harus hadir menjadi guru, yang memberi contoh baik kepada publik. Terlebih bagi konstituennya. Situasi darurat rekayasa yang tunjukkan politisi sebelum memangku jabatan harus dicarikan solusinya.

Kita semua harus bergerak untuk itu. Praktisi sosial, akademisi, pakar hukum, wakil rakyat, aktivis pemuda, tokoh masyarakat, kelompok profesi perlu memainkan peran masing-masing untuk mengedukasi rakyat.

Indonesia menuju 2024 pasti banyak kepentingan berseliweran. Terlebih untuk urusan pergantian kepemimpinan nasional. Sehingga memungkinkan hal normal berubah menjadi krusial. Akan muncul ketegangan.

Rakyat menjadi rentan dieskploitasi. Kerawanan ini ditandai dengan masing-masing pihak telah mulai menunjukkan sikap partisannya. Menjagokan siapa figur yang mereka anggap layak diusung sebagai Capres.

Dan ruang ini harus diperhitungkan matang-matang. Dimana masa kampanye resmi yang ditetapkan KPU, melalui batas waktu tertentu akan memberi dampak terhadap iklim demokrasi kita.

Kondusifitas dan instabilitas sosial dimasa tahun politik, sangat bergantung pada lama atau tidaknya kampanye calon. Jika politik melahirkan edukasi politik, maka budaya demokrasi akan diterapkan.

Kesantunan, kejujuran, keadilan, dan transparansi ditampilkan. Tapi, sebaliknya bila edukasi politik diabaikan, pasti kekacauan demokrasi terjadi. Sesama politisi saling berebut kuasa, dan saling sikut.

Politisi dan pemilihnya akan saling memangsa. Etika politik dianggap tidak penting. Menormalkan itu semua, maka publik figur harus berperan aktif menstabilkan ceruk pemilihnya. Jangan biarkan pemilih berkelahi.

Rebutan lahan kampanye atau rebut-rebutan basis pemilih. Saling klaim kebenaran dalam politik, juga menjadi salah satu sumber penyumbang konflik dalam politik. Ini ranjau dan racun dalam demokrasi yang harus dihindari.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun