Saat sedang mencari cara mencuci di satu celana merek terkenal, kutemui tulisan 'made in Indonesia'. Wah, akhirnya! Ketemu juga barang keluaran merek ini yang buatan Indonesia. Bosan juga melihat baju-baju dari merk trendy ini ketemunya kembali buatan Bangladesh, India, Maroko (China tak perlulah disebut). Sebab dengan memposisikan diri sebagai merk trendy dengan harga terjangkau, kemana lagi mereka membuat barang kalau tidak ke negara yang menawarkan jasa SDM yang "murah" *. Tapi kok, jarang ya menemukan yang made in Indonesia?
Satu hal yang agak lucu (menurut saya), kalau orang Bangladesh senang melihat nama negaranya terpampang di baju berbagai merk, beberapa teman disini merasa 'sayang' memakai made in Indonesia. Ada memang alasan yang logis, seperti di Indonesia lebih murah barang yang sama. Tapi setahu saya untuk barang bermerek yang terpampang di super mall ngetop di Jakarta, saya jarang melihat yang buatan Indonesia. Dan harganya pun jauh lebih mahal.
Yang lebih lucu adalah beberapa orang merasa malu ketahuan memakai made in Indonesia. Bukan hanya di sini, tapi juga di negara lain. Sempet juga agak kemakan omongan orang, iya yah, udah jauh-jauh kok made in Indonesia juga. Tapi suamiku kalau tahu ada barang buatan Indonesia, malah mau diborong. 'Itung2 bantu orang Indonesia', ujarnya.
Ouch! Baru sadar, benar juga, selain bangga buatan Indonesia dipake merek top internasional, dengan banyak membeli produk Indonesia di luar negeri, apapun mereknya, kita juga bisa membantu memajukan industrinya. Kalau bukan kita di luar negeri yang ikut membeli produk sendiri dan terutama bangga memakainya, nanti malah dikira produk Indonesia jelek, karena tidak laku. Lah, bagaimanapun juga, orang Indonesia termasuk banyak di luar negeri, bukan? Kalau barang yang buatan Indonesia laku terjual, pasti produsen brand tersebut merasa puas dan akan membuat sebanyak-banyaknya produknya di Indonesia (pikiran naifku).
Sebenernya kalau menurutku, bukan produk jelek yang jadi masalah. Kualitas tidak kalah dengan buatan negara lain yang sudah disebut di atas. Terkadang, yang aku liat adalah orang Indonesia malu dianggap orang Indonesia di negeri orang (saat ini baca di Arab). Jadi karena malu jadi orang Indonesia, malu juga pakai produk sendiri. Yah! Kapan majunya Indonesia?
Ada apa gerangan? Menurut gosipan ibu-ibu, ini terjadi karena kebanyakan kalau orang Indonesia di Arab sering dianggap hanya maid or driver saja. Jadi ada yang lebih merasa nyaman dianggap orang Malaysia (yang tidak punya TKI informal di Arab) atau malah orang Arab??? Pernah suatu waktu aku pergi ke toko Indonesia. Saat hendak membayar ke kasirnya yang jelas-jelas bertampang Jawa, kutanya "Berapa jadinya', dia malah jawab dengan bahasa Arab. Lah saat itu aku yang tak tahu bahasa Arab sama sekali tentu saja jadi bingung.
Dan memang orang di Arab juga sering merendahkan orang Indonesia. Seringkali aku dianggap orang Filipina. Bukan karena aku waktu itu tidak berjilbab tapi karena aku berbahasa Inggris. Saat tahu kalau aku orang Indonesia, heranlah mereka, kok aku bisa bahasa Inggris. Karena berlaku anggapan umum, orang Indonesia bisa berbahasa Arab tapi tidak bahasa Inggris, fakta ini aku ketahui belakangan tentunya.
Awal-awal aku sering ngotot, 'Lots of Indonesian can speak good English'. Tapi lama kelamaan, kalo ditanya 'Indonesian? No Arabi?. 'Nope, English'.
Tapi menurutku, kalau diri kita sendiri yang tidak "pede" membawa identitas diri, bagaimana orang lain mau menghargai kita? Padahal kita ini bangsa yang besar, kenapa harus tunduk-tunduk kepada orang lain, sepertinya kita berada di kasta yang berbeda. Kalau tunduk hormat, karena seseorang mempunya kelebihan memang tak masalah. misal karena lebih tua atau lebih santun dan berilmu.
Sekadar info, disini banyak TKI Formal kelas kakap. Ada yang jadi department head di bank besar, ada yang bekerja di development bank, belum lagi yang jadi chief accountant dan manager di hotel, atau IT programmer, juga manager di restoran waralaba internasional. Panjang daftarnya. Namanya aja TKI, singkatan dari Tenaga Kerja Indonesia, bahasa inggrisnya ya Indonesian expats. Seharusnya diperpanjang, TKI di bidang apa, baru jelas.
Terus terang, aku sirik habis melihat suatu brand ekslusif dari Malaysia buka cabang baru. Kapan Indonesia mengedepankan luxury brand yang go internasional? Di Bandung banyak tas-tas dengan kualitas bagus dan design oke. Dan saya masih penasaran untuk kembali ke Garut untuk belanja kerajian kulit dombanya yang halus itu. Kenapa kita harus kalah sama negeri jiran? Andai aku cukup modal, aku mau banget mengajak merek-merek top di Indonesia untuk jajal kemampuan di luar negeri.
Aku juga sempat berpikir, apakah produk Indonesia kurang bergema di luar negeri, karena orang Indonesianya sendiri juga malu (baca: gengsi) pakai produk dalam negerinya. Atau apakah karena produsen berpikir, pasar di Indonesia saja sudah cukup besar untuk digali, untuk apa cari keluar. Atau sebenernya sudah banyak international brand asal Indonesia, tapi akunya aja yang tidak update. Paling tidak semoga bukan karena hal yang pertama kusebut.
Ayo, mulai lagi ACI, aku cinta Indonesia.
=============
*"SDM murah": menurut dosen saya dulu, ini sebenarnya bumerang karena akhirnya suatu saat image mengenai SDM di Indonesia adalah murah sehingga kalau SDM kita menjadi mahal, akan terjadi capital flight dari bidang perindustrian. Bahasan untuk ini bisa jadi satu posting sendiri panjangnya :)