Kepada :
YTH, Menakertrans
Di, tempat.
Salam sejahtera.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya sebagai Buruh Migran Indonesia (BMI) yang juga warga Negara Indonesia, menyampaikan rasa sakit hati dan kekecewaan yang sangat amat mendalam kepada Bapak Menteri Tenaga Kerja dan Transmigran (Menekertrans) atas apa yang telah beliau sampaikan dalam sebuah media mengenai kasus yang menimpa kawan kami, Erwiana Sulistyaningsih (23 tahun).
Erwiana Sulistyaningsih, pemegang nomor passport AS.321825 yang baru 8 bulan bekerja di rumah majikannya telah mengalami luka-luka berat. Ia dipulangkan secara diam-diam oleh majikannya dengan kondisi mengenaskan, muka lebam, tangan dan kaki terluka, dan susah berjalan. Ya, Erwiana adalah BMI Hong Kong kedua yang kasusnya terendus media, setelah kasus Kartika Puspitasari pada pertengahan Agustus tahun lalu.
Dalam pemberitaan, guna menyikapi kasus tersebut (baca di sini) menakertrans menyatakan kalimat yang tidak seharusnya diungkapkan oleh seorang aparatur Negara terkait musibah yang menimpa warga negaranya. Apalagi itu sudah menyangkut dengan keselamatan, sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu ”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia” juga UU No.37 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa keselamatan warga Indonesia juga pemberian jaminan perlindungan adalah tugas Negara.
Jadi, bila menakertrans bilang “Kasus seperti ini di Hong Kong termasuk kecil, baru dua kali terjadi.” Itu saya bilang sungguh KEBANGETAN!
Apa harus menunggu puluhan korban atau ratusan korban lagi baru pemerintah mau bertindak dan benar-benar membuat kebijakan untuk melindungi warga negaranya (BMI)? Apa kasus Kartika dan Erwiana ini masih kurang cukup serius untuk ditangani secara diplomasi?
Dan kalau saya boleh sampaikan, bukan hanya kawan Erwiana dan Kartika saja kasus BMI di Hong Kong pak. Lihat di Shelter Bethun House Jordan dan Sheung Wan, ada berapa puluh BMI yang mengalami kasus serupa dengan mereka, lihat di penjara Hong Kong, ada berapa banyak BMI yang tengah menjalani proses tahanan tanpa adanya pembelaan serius dari Negara, dan bila mau, silahkan survey ada berapa ribu BMI yang mengalami pelanggaran kontrak kerja dan terisolasi di balik tembok megah rumah-rumah majikannya. Diperas dan diexploitas oleh Agen dan PJTKI, itu pula kasus nyata yang dialami oleh BMI, bukan hanya di Hong Kong, tapi juga hampir di seluruh Negara penempatan. Dan saya kira bapak pasti tahu dengan hal tersebut. Lalu mengapa dengan begitu entengnya bilang “Kasus BMI di Hong Kong kecil”? Apa sudah tidak ada sama sekali rasa simpatik dan empathy kah pak terhadap pahlawan devisa anda?
Tolong pak, jangan selalu menganggap enteng permasalahan yang ada di tubuh buruh migran. Karena bagaimanapun BMI adalah Manusia, BMI adalah warga Negara Indonesia yang harus dilindungi oleh pemerintahnya, dan BMI adalah tulang punggung keluarganya, tombak masa depan keluarganya, dan pula sumbangan devisa BMI itu tidak sedikit kan kepada Negara?
Harapan saya, segeralah lakukan penanganan serius dan tindakan konkrit terhadap sistem dan perlindungan buruh migran, bukan hanya menyelesaikan satu dua kasus saja, tapi rombak tatanan agar tidak terulang kasus yang serupa kedepannya. Dan satu lagi, tidak perlu menunggu sampai Partai bapak menang dulu!
Sekian surat terbuka dari saya, salah-salah kata saya mohon maaf.
Salam.
Liana Citra, BMI-Hong Kong