Nama Harbiansyah meroket saat ikut memimpin penggagalan Kongres PSSI di Pekanbaru Riau. Harbiansyah juga sangat lantang menentang keputusan FIFA yang melarang duet AP-GT bersanding di PSSI.
Berbagai cara ditempuh. Bahkan setelah FIFA membentuk Komite Normalisasi sebagai pepanjangan tangannya dalam menyelesaikan kongres PSSI, Harbiansyah dan K-78 dengan gagah menghadang.
Kongres pertama yang ditangani KN di Sultan pun gagal. Hujan intrupsi dari peserta sidang membuat Ketua KN, Agum Gumelar angkat tangan. Mantan ketua PSSI itu menghentikan sidang. PSSI pun seketika dalam ancaman sanksi ban dari FIFA. Beruntung FIFA masih memberi kesempatan kedua di Solo, 9 Juli 2011.
Banyak yang menghujat aksi Harbiansyah dan kawan-kawan saat Kongres di Sultan deadlock. Namun kebencian terhadap rezim Nurdin Halid yang sudah bertahun-tahun tak mampu membawa prestasi bagi timnas Indonesia, Pak Haji dan K-78 tetap maju melawan. Konsolidasi terus dilakukan menyambut KLB Solo. Manuver bergulir jelang hari H. AP-GT akhirnya batal maju dan memberikan mandat kepada duel Djohar-Farid. Skenario berjalan mulus. Kongres dikuasai dan jagoan yang diusung berhasil mengalahkan saingannya.
PSSI di bawah rezim Djohar-Farid pun berkuasa. Bersama anggota exco, PSSI lalu menyusun kabinetnya. Harbiansyah kembali muncul ke permukaan. Pak Haji ditunjuk sebagai Direktur Badan Liga Indonesia (BLI). Jabatan ini tentu merupakan harga yang pas bagi perjuangan yang telah dilakukan pria asal Samarinda itu. Namun Djohar selalu membantah bila pembentukan kabinetnya didasari atas politik balas budi. Sang profesor selalu beralasan bahwa kabinet yang disusun sudah disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing pihak. Artinya setiap orang ditempatkan dalam satu posisi adalah sosok yang dianggap kredibel mendudukinya.
"Yang pasti saya akan konsentrasi persiapkan perangkat pertandingan kompetisi satu wilayah,” katanya kepada tempo sesaat setelah mengetahui namanya didaulat sebagai Direktur BLI.
Sayang, jabatan Pak Haji ternyata hanya seumur jagung. Harbiansyah dengan tegas memilih untuk mundur dari jabtannya setelah mengetahui arah liga yang akan digulirkan oleh PSSI. Ya, liga dengan 24 tim. Sebagai pendukung setia Djohar-Farid saat pemilihan, Harbiansyah ternyata tidak gelap mata akan jabatan.
Sebaliknya, dia memilih mundur saat mengetahui ada yang tak beres dari format liga yang diusung PSSI era Djohar. "Jelas itu sudah menyalahi aturan karena Persibo dan Persema masih menjalani sanksi akibat mengikuti LPI pada musim kemarin, dan sanksi itu belum dicabut sampai sekarang. Hati nurani saya tidak mau mengikuti langkah yang menyalahi aturan," kata Harbiansyah kepada Kompas.com.
Pria yang juga masih aktif di klub Persisam Putra Samarinda itu mengemukakan, awal mula dia ikut terlibat dalam kelompok reformasi PSSI adalah karena ikut menentang kepengurusan Nurdin Halid, terkait dengan statuta, baik PSSI maupun FIFA, yang dilanggar oleh pengurus PSSI pada waktu itu.
Harapannya, kata Harbiansyah, kepengurusan PSSI bisa menjadi lebih baik dan berjalan di atas aturan, baik statuta PSSI maupun FIFA.
"Kalau saya bekerja dengan melandasi aturan yang salah, terus apa kata dunia. Ya lebih baik saya berada di luar lingkaran," lanjut Harbiansyah.
Harbiansyah tidak sendiri. Beberapa pentolan K-78 lainnya juga memilih berseberangan dengan PSSI. Sebut saja Wisnu Wardana, Syahrir Taher, Yunus Nusi, dan Umuch Muchtar. Mereka saat ini juga memilih berseberangan dengan PSSI terkait kompetisi.
Situasi ini seharusnya menjadi peringatan bagi PSSI dalam bertindak ke depannya. Mereka yang dulu masih dalam satu garis perjuangan saja sudah menganggap PSSI rezim Djohar-AP menyalahi aturan, kenapa tetap ngotot dan tak ingin berbenah diri.
Kenapa dendam terhadap rezim Nurdin Halid justru melebihi kecintaan PSSI terhadap sepak bola nasional? Saat ditinggal oleh teman seperjuangan, PSSI rezim Djohar-AP harusnya sadar bahwa ada yang salah dengan kebijakan yang telah dibuatnya. Apalagi, perubahan sikap Harbiansyah dkk justru terjadi di awal kepengurusan PSSI saat ini.
Ironisnya, PSSI belakangan justru menghukum Harbiansyah. Melalui keputusan Komdis, Harbiansyah divonis tak tidak bisa beraktifitas di sepak bola nasional selama 3 tahun plus denda 150 juta. PSSI menganggap Pak Haji telah berperilaku buruk karena kini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Liga Indonesia. Harbiansyah juga dituduh menghasut klub-klub ISL agar tidak tampil di kompetisi resmi PSSI, Indonesian Premier League yang dikelola PT LPIS. Melihat kondisi ini, maka Api Revolusi PSSI Tega Membakar Pendukungnya Sendiri :)