Tahun 1996 adalah masa yang penuh frustrasi. Hampir seluruh lapisan masyarakat terkena imbasnya. Keluarga sayapun demikian. Kehidupan kami berbalik, walau mungkin bagi beberapa orang belum pantas disebut mimpi buruk. Kami tak berpikir bahwa perubahan keadaan sosial dan kenegaraan itu akan perlahan mengisi hari-hari kami, mengubah cara hidup kami, mengendapkan jiwa kami yang dahulu bebas tanpa cukup beban.
Kami adalah keluarga yang tumbuh di Sumatra, tepatnya Melayu. Tahu sendirilah kau betapa familiarnya kami dengan kopi. Kami telah bertahun-tahun menikmatinya tiap pagi sebelum berangkat kerja. Dan kami juga tak pernah berpikir bahwa ia akan membawa sebuah petaka. Ibu saya yang mengalaminya.
Sejak 1996, keadaan memburuk dengan berbagai permasalahannya. Tahun 1999, pada suatu pagi, ibu tak dapat lagi bangkit dari tempat tidurnya. Saya masih mengingatnya, umur saya sepuluh tahun ketika itu. Ibu hanya bisa menangis. Ayah kemudian memanggil seorang dokter untuk mengecek tensi ibu. Dokter wanita itu berkata bahwa ibu harus dilarikan ke rumah sakit. Ibu pun digotong ke RS. Sementara saya masih bingung dengan semua yang terjadi. Walau saya sudah cukup terbiasa menemani ibu yang berobat dan cek kesehatan karena hipertensinya.
Ibu mengalami kesulitan dalam menjalani proses penyembuhan karena ia memiliki masalah berat badan. Dan kini telah 11 tahun berlalu. Dahulu, saya kadang menemani ayah yang juga mengantar ibu berobat ke banyak orang. Ibu pernah berobat pijat, akupunktur, meminum obat dan suplemen; intinya telah banyak yang dlakukan, telah banyak uang yang dikorbankan. Ibu juga berulang kali jatuh. Kadang tak terlalu berimbas, namun beberapa berarti bahwa proses pengobatan harus diulang kembali dari awal.
Sebagaimana wanita yang terkena stroke, ibu tak dapat menggerakkan tangan dan kaki bagian kirinya. Bicara pun cedal. Itulah mengapa saya seringkali berdebar ketika mengawal ibu berpindah tempat dari kamar ke ruang tengah hanya untuk menonton televisi.
Ayah telah banyak memberikan waktu dan tenaganya demi kesembuhan ibu. Ialah yang menggendong ibu naik dan turun mobil ketika hendak bersilaturahmi ke Purworejo. Ia yang tiap pagi, siang, sore dan malam menyuapi ibu. Ia yang mengangkat ibu ketika hendak duduk di dalam kamar mandi. Ia yang memandikan ibu, baik di kamar tidur atau kamar mandi. Namun ia tak pernah tampak lelah.
Telah banyak hal berlalu. Saya telah belajar dari semua hal itu. Hidup sehat, pengaturan pikiran, cara menghadapi masalah; Permasalahan lalu itu telah membangun pribadi saya. Walau terkadang ada pedih, saya masih lebih bersyukur. Terima kasih Tuhan.
With much love and happyness,
April 29th, 2011, 9.19, C04