Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Piye (Ra) Penak Jamanku Tho..?

22 Mei 2012   04:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:59 499 0

Kejatuhan Suharto yang diperingati setiap tanggal 21 Mei menjadi penanda pergeseran kekuasaan dari diktatur-otoriter ke demokrasi-liberal. Pun demikian dengan pusaran kekayaan negara dimana Jakarta sebagai sentra ekonomi-politik harus berbagi dengan daerah dalam konsep desentralisasi secara otonom. Uang negara tumpah ke mana-mana sampai ke peri-peri. Guna mencegah kebocoran yang semakin lebar, dibentuklah lembaga semacam KPK. Tentu berbeda mengontrol uang negara dalam situasi yang otoriteristik dan demokratistik.

Bayangkan jika dulu orde baru bisa berbangga dengan SD inpres yang dibangunnya sedangkan saat ini sekolah gratis 12 tahun di mana-mana. Apa yang membuat Suharto disebut sebagai bapak pembangunan sedangkan kini jalan hotmix mengaspal hingga ke pelosok kampung, jembatan golden gate dibangun di Madura. Dari mana uang untuk menggratiskan pendidikan dan dari mana uang untuk membangun mega proyek pembangunan di daerah-daerah maupun di Jakarta itu.

1500 Trilyun rupiah APBN. Bandingkan dengan APBN orde baru yang hanya berkisar di angka 50 Trilyun rupiah seperti yang sering didengar saat laporan khusus atau pidato presiden kala itu. Selisih yang begitu besar meskipun telah dikonversi sesuai kurs yang berlaku di masing-masing tahun. Dalam tinjauan awam ini dapat dilihat betapa koruptif, kolutif dan nepotisnya orde baru dalam mengelola negara. Bedanya tentu, saat ini Indonesia hidup dalam kebebasan pers dan kekuasaan telah terdistribusi sedemikian rupa. Demikian halnya dengan pusaran uang yang sebelumnya terpusat, tertutup dan tersimpan rapi di luar negeri, kini bisa dinikmati oleh semua putra daerah yang turut berkontribusi dalam meningkatkan ekonomi serta kesejahteraan rakyat. Piye, penak endi saiki karo dek emben..?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun