Penulis berharap implementasi kurikulum 2013 terlaksana sesuai harapan. Konsep kurikulum baru ini memang menetapkan standar yang tinggi, karena berangkat dari konsepsi idealisme pendidikan modern yang mengedepankan pendidikan humanis. Harapannya pendidikan di Indonesia secara nyata menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan bermartabat, berdaya saing tinggi dan berdayaguna bagi bangsa dan negara.
Seperti kita ketahui bahwa selama ini terdapat jurang pemisah antara pembelajaran di sekolah dengan realita di lapangan, terutama terkait dengan dunia kerja. Banyak lulusan sekolah tidak dapat berbuat apa-apa ketika berada di dunia nyata. Paling banter, mereka menjadi pegawai biasa yang tidak dapat memberi warna terhadap peningkatan kualitas perusahaan, apalagi menciptakan lapangan kerja baru.
Adakah yang salah dengan dengan dunia pendidikan kita?
Konsep Paradigma Pembelajaran Kuno
Kegiatan pendidikan di Indonesia masih mengadobsi paradigma pembelajaran kuno yang cenderung menggunakan konsep pembelajaran bergaya bank (Banking Concept Education, Fraire). Inti model iniadalah memperlakukan peserta didik sebagai tempat menyimpan ilmu pengetahuan. Peserta didik yang sebelumnya dianggap kosong, dicetak agar menampung ilmu pengetahuan sesuai target pendidikan. Secara terus menerus, peserta didik diisi tanpa memperhatikan cara mengisi yang baik dan benar, kebutuhan pengisian, ketepatan sasaran pengisian,serta tidak memperhatikan keefektifan dan keakuratan pengisian.
Penulis mencoba memaparkan beberapa kekurangan kegiatan pembelajaran di Indonesia yaitu sebagai berikut:
1.Peserta didik pasif dalam pembelajaran
ØPeserta didikIndonesia belajar hanya dengan cara duduk, mendengarkan dan mencatat konsep-konsepyang disampaikan guru.Pembelajaran tidak mengembangkan kompetensi berlogika, daya nalar dan sikap kritis terhadap sebuah konsep, padahal konsep ilmiah selalu memerlukan masukan-masukan untuk berinovasi agar selaras dengan perkembangan jaman. Hal ini berdampak pada kualitas manusia Indonesia yang pasif dan non-produktif.
2.Peserta didik hafal materi pelajaran, namun tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan tersebut bagi kehidupannya
ØKegiatan pembelajaran di Indonesia mengedepankan kompetensi kognitif paling bawah yaitu kemampuan “menghafal” serta kurang mengasah ketrampilan (skill) dan kecakapan hidup sehingga jika dihadapkan dalam permasalahan dunia nyata, peserta didik menjadi gagap.
3.Konsep yang diajarkan dianggap sebagai kebenaran mutlak
ØKemampuan peserta didik dalam pembelajaran di Indonesia diukur dari seberapa banyak peserta didik mengetahui informasi yang diajarkan, bukan bagaimana sikap peserta didik dalam menanggapi informasi tersebut. Dampaknya informasi yang disampaikan guru di”patent”kan sebagai sebuah kebenaran mutlak, padahal kebenaran ilmiah selalu berkembang dan adakalanya masih bersifat subyektif. Hal ini berdampak pembentukan pribadi manusia Indonesia yang kaku.
4.Pola pembelajaran terbalik
ØBelajar yang baik adalah belajar dari hal yang sederhana dan dekat dengan dunia nyata (riil) menuju pembelajaran yang komplek dan abstrak. Namun kenyataan di dunia pendidikan Indonesia, sekolah pada level rendah justru menjejali peserta didiknya dengan informasi yang komplek dan abstrak. Bahkan peserta didik mempelajari hal-hal yang tidak pernah dilihatnya sama sekali. Baru setelah di perguruan tinggi, peserta didik difokuskan belajar pada bidang studi tertentu dan mendalaminya dengan kegiatan terapan dan praktek.
Pendidikan yang Ideal
Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang mengarahkan peserta didik menjadi aktif dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Oleh karena itu, agar pendidikan Indonesia berjalan baik, maka harus memenuhi syarat-syarat pendidikan ideal yaitu sebagai berikut :
1.Pembelajaran spesific sejak dini
ØTidak ada manusia yang sempurna, setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pendidikan dalam hal ini berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengembangkan minat dan bakat peserta didik. Dengan mengetahui minat dan bakat sejak dini dan memfokuskan pembelajaran di wilayah tertentu menjadikan seseorang mengenal dan menjadi dirinya, sehingga dapat berbuat lebih banyak.
2.Mengasah ketrampilan (skill)
ØPembelajaran yang mengedepankan ketrampilan akan membuat efek pendidikan yang lebih permanen. Ada pepatah mengatakan “If i hear i will forget. If i see i will remember. But if i do, i will understand”. Efek pembelajaran akan lebih permanen dengan model pembelajaran yang melatih ketrampilan.
3.Menghasilkan pribadi yang baik (good attitude)
ØPendidikan yang baik tidak hanya mengasah kemampuan intelektual peserta didik. Peserta didik tidak hanya dibentuk menjadi seorang yang cerdas berfikir tetapi juga menjadi pribadi yang baik yang memiliki kecakapan spiritual yang tinggi yakni beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, kecakapan emosional yang baik yakni mampu mengendalikan perasaan, sehingga segala perbuatannya dapat berjalan sesuai rasionalnya serta kecakapan sosial untuk dapat hidup harmoni dalam masyarakat.
4.Mengasah kemampuan kognitif hingga menciptakan produk yang nyata (create product)
ØPengalaman belajar yang baik harus memiliki produk yang nyata. Produk yang dimaksud disini tidak hanya tertuju pada produk benda, tetapi juga pemikiran, ide, gagasan hingga sikap yang dapat diimplentasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ranah perkembangan kognitif, belajar yang baik tidak hanya melingkupi kecakapan menghafal (kognitif dasar), tetapi juga kecakapan memahami, menganalisis, mengeneralisasi, mensintesis, hingga menghasilkan sesuatu sebagai produk.
5.Pembelajaran bersifat praktis dan kontektual
ØPendidikan harus mengikuti perkembangan peserta didik. Oleh karena itu pembelajaran yang berlangsung haruslah bersifat praktis, sehingga internalisasi konsep dalam pemahaman peserta didik menjadi mudah dan tidak mubadzir. Selain itu dengan mendekatkan kasus yang dipelajari dengan dunia sekitar (kontektual), peserta didik lebih mudah paham dan memaknai kemanfaatannya.
6.Belajar hingga menjadi dan hidup harmoni dengan yang lain
ØUNESCO, lembaga internasional di bawah United Nation (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menangani permasalahan pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan merumuskan empat pilar pendidikan yaitu learning to know (belajar mengetahui), learning to do (belajar melakukan), learning to be (belajar menjadi) dan learning to live together (belajar hidup bersama). Konsep pembelajaran kuno hanya sebatas orientasi pada learning to know sehingga ilmu yang diperoleh melalui pembelajaran tidak mampu mendarah daging dalam kehidupan peserta didik.
Ulasan
Tidak dipungkiri, setelah selesai menempuh pendidikan, permasalahan bagi alumnus adalah “pekerjaan”. Alumnus akan mengalami kebingungan bagaimana mencari kerja. Penulis menilai bahwa paradigma ini perlu diubah dari “mencari kerja” menjadi “bagaimana bekerja”. Karena bagaimana bekerja dapat diperoleh dengan cara mencari kerja dan menciptakan kerja.
Bagaimanakah bekerja yang baik itu?
1.Bekerja sesuai keahlian
Dengan kemampuan yang terspesialisasi seseorang akan lebih mudah dan terfokus pada bidang dimana dia harus bekerja. Seseorang yang berbekal pada salah satu keahlian handalan, akan lebih fokus mencari kerja sesuai minat dan bakatnya tersebut. Sehingga jika dia bekerja dalam perusahaan, dia akan bekerja dengan senang hati dan semakin mengasah kemampuannya. Hal ini tentu akan berdampak pada kariernya yang tentu semakin berkembang. Begitu pula jika seseorang menciptakan lapangan kerja sesuai bidangnya maka dia akan menikmati usahanya. Dampaknya usaha tersebut menjadi berkualitas. Keahlian personal ini harus dikenali sejak dini dan dipupuk melalui pendidikan yang spesifik.
2.Bekerja kreatif
Kreatifitas dapat diasah dari berfikir terhadap hal-hal kecil di lingkungan sekitar. Pendidikan yang baik harus merangsang kreatifitas peserta didik melalui kegiatan-kegiatan pembelajarannya. Inovasi-inovasi produk yang dihasilkan baik pelayanan maupun barang akan menghasilkan karakter produk yang menjadi ciri khas untuk dikenal masyarakat. Dengan kratifitas maka seseorang akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya.
3.Pandai menyikapi permasalahan
Dalam bekerja, seseorang tidak akan lepas dari permasalahan. Diperlukan bagaimana upaya seseorang untuk menyikapi sebuah masalah. Pendidikan secara tidak langsung mengajarkan bagaimana membentuk pola pikir sistematik dan rasional, sehingga ketika menghadapi masalah, seseorang dapat menggunakan akal sehat daripada menuruti amarahnya.
4.Sikap bekerja yang baik
Seseorang yang memiliki kepribadian baik, akan terlihat meskipun ditutup-tutupi. Seorang atasan tentunya juga lebih mempercayai karyawannya yang berkepribadian baik, bertanggungjawab dan dapat dipercaya. Begitu juga dengan wirausahawan yang berkepribadian baik akan mendapatkan kepercayaan oleh masyarakat.
5.Sosialisasi yang baik
Kesuksesan seseorang tidak akan lepas dengan bagaimana dia menjalin kerjasama dengan pihak lain. Kemahiran seseorang untuk menjalin relasi akan menentukan dirinya semakin berkembang dan bekerjasama. Pendidikan yang baik mengajarkan cara bersosialisasi yang baik.