Jika anda orang yang baru saja tiba di ibukota, maka haruslah cermat terhadap perilaku supir taksi yang makin kreatif untuk mengelabui penumpangnya. Mengelabui bukan dalam arti bakal merampok atau memeras, tapi ada cara yang lebih halus, dan siasat ini ribuan kali diberlakukan, hasilnya…lumayan berhasil.
Supirnya selalu punya standard kelakuan seperti berikut :
“Selamat malam pak”, katanya ramah
Nah, karena kita baru tiba di Jakarta, dan sangat kelihatan ‘orang baru’nya, maka ini akan jadi makanan empuk supir. Setelah kita menjawab “Malam pak..”, maka lanjutannya adalah,
“Mau kemana pak ?”
“Oh, mau ke Menteng”
“Menteng ya pak”
“Iya pak..cepetan ya pak” (sebuah ciri khas orang sok tahu tapi nggak menghilangkan kesan gugupnya)
“Baik pak, mau lewat tol atau jalan biasa pak ?”, supir mulai menjebak.
“Tol aja pak, biar cepat”
Supirpun mengangguk.
Mulailah siasat dijalankan, biasanya supir diam saja, menyusuri jalan tol bandara. Sampai disini belum ada kelakuan istimewa yang dibuatnya, paling hanya menagih biaya tol supaya kita yang bayar.
Biasanya dengan ikhlas kita membayarnya.
Nah, begitu masuk ke kota Jakarta, biasanya penumpang mulai terkagum-kagum, dan mulai bertelefon ria dengan keluarga di daerah, atau temen-teman di Jakarta.
Artinya, ini dipandang supir taksi sebagai sebuah kelengahan.
Mulailah aksinya dijalankan.
Dia keluar pintu tol yang tak seharusnya, apa nyana ? Terjebaklah taksi dalam kemacetan. Jelas, ini akan memutar argo lebih lama dan bayaran akan semakin tinggi
Penumpangpun gusar, sudah lebih dari satu setengah jam nggak nyampe-nyampe, padahal menurut temannya, kalau sudah mulai malam lalu lintas di tol arah kota tidak pernah sampai mampet macetnya, kecuali hujan atau ada kejadian tabrakan.
“Ahhh, lama sekali pak nyampenya ?”
“Memang begini pak, kalo sudah malam”
“Nggak bisa dicari jalan yang lebih singkat?”, penumpang sudah stress karena argo sudah menunjukkan angka lebih seratus ribu ribu rupiah.
Masih dengan gaya cuek, sopir menjawab, “Maaf ya pak saya orang baru disini.., belum terlalu tahu Jakarta”.
Kalimat standard yang jelas boong banget, buat apa jadi supir taksi kalo nggak tahu jalan. Buat apa rela dimaki-maki, kalo bukan karena satu tujuan yakni mengelabui penumpang.
Tak semua supir taksi seperti itu, masih banyak yang jujur dan baik hati, bahkan seorang teman pernah terlupa laptop-nya, tapi setengah jam kemudian si supir datang mengembalikan barangnya.
Perlu kita pahami juga, bahwa taksi dan pengemudinya layaknya pintu gerbang kota. Performance sebuah kota bisa diukur dari sebuah contoh kecil, yakni taksi dan pengemudinya.