Celana itu berwarna hitam, dari jenis pantalon. Pada mulanya, ketika ia dipajang di etalase sebuah toko, ia disebut celana panjang. Disainernya, dari merek terkenal, mempersiapkannya sebagai celana panjang. Ukurannya 32, cocok untukmu kalau kau laki-laki.
Lalu seseorang, seorang ibu dlam usia 56 tahun, datang ke toko itu. Ia belum bicara sepatah kata pun, dan seakan-akan tak melihat keberadaan Koko Liem Swee King, pemilik toko, yang menyambutnya dengan bibir dan mata tersenyum. Ia menoleh ke atas, ke sederet hanger dimana celana-celana panjang dipajang.
Koko Liem langsung paham apa keinginan si ibu. "Ibu mau beli celana panjang?" tanya Koko Liem. "Yakinlah omongan saya, Bu, ibu tak pantas memakai itu."
Si ibu tak menggubris. Matanya tetap menatap celana-celana panjang itu. Lalu, mata tua itu berhenti pada sepotong celana panjang yang terlihat enak dipandang. "Yang itu berapa?" tanyanya.
"Bu," kata Koko Liem. "Ibu tak pantas pakai celana panjang."
Si Ibu menoleh ke arah Koko Liem. Mengernyitkan kening. "Siapa bilang saya mau pakai celana panjang."
"O, bukan untuk ibu ya?"
"Untuk menantu saya," kata si Ibu. "Celana itu pantas dipakainya. Ia akan terlihat gagah."
"Untuk menantu ibu," ulang Koko Liem. "Ibu begitu perhatian kepada menantu."
"Menantu saya baik. Dia sopan, saya senang. Dia sedang berulang tahun, dan saya ingin memberikan kado sebagai kejutan."
"Cocok. Ini kado yang pas. Celana ini akan membuat menantu ibu tambah ganteng. Ukuran berapa, Bu."
"Kalau tak salah, kata anak saya ukurannya 32."
"Pas. Pas betul. Ini 32."
"Aku beli satu."
"Cuma satu, Bu."
"Ya. Satu."
"Tidak sekalian bajunya?"
"Menantu saya selalu pakai baju, jadi tidak perlu saya belikan."
"Berarti menantu Ibu tidak pernah pakai celana makanya dibelikan celana."
"Sinting kamu."
"Maaf, Bu."
*
Pulang dari toko pakaian, si Ibu diam-diam masuk ke kamar anaknya. Ia letakkan bungkus kado berisi celana panjang itu. Ia sudah menduga, menantunya yang sedang bekerja akan pulang dan akan melihat kado itu. Ia sengaja tidak bilang siapa pun untuk memberi kejutan.
Benar saja, ketika menantunya pulang, ia kaget mendapat kado. Ia sudah menduga pasti untuk dirinya. Ia pun membukanya. Ada secarik kertas di dalamnya, sepotong ucapan selamat ulang tahun. Ada tanda tangan mertuanya.
Ia senang betul. Lalu, mencoba celana panjang itu. Tapi, celana panjang itu terlalu panjang pada bagian kaki. Ujung jari kakinya tenggelam. Ia agak kecewa.
Sementara si Ibu yang sengaja duduk di ruang tamu untuk mendengar reaksi menantunya, tak mendengar apapun. Ia bangkit dan bertanya dari luar. "Sudah kau cobacelananya, menantu?"
Menantunya keluar sambil mengenakan celana yang kepanjangan itu. Si Ibu jadi sedih. "Aduuuh, kepanjangan ya," katanya. "Cepat buka, nanti ibu bawa ke tukang jahit."
"Tidak usah, Bu. Biar saya saja nanti yang bawa. terima kasih ya Bu atas kadonya."
Si Ibu agak kecewa, tapi tetap mengangguk. Si menantu masuk ke kamar dan membungkus celana panjang itu kembali. Ketika ia akan keluar kamar, istrinya pulang kerja. Istrinya seorang guru SD. "Apa itu, Bang?" tanya istrinya begitu melihat bungkusan yang dipegangnya.
"Celana dari ibu. kado ulang tahunku, tapi kepanjangan."
"Kepanjangan?" Istrinya tampak sedih. "Dipendekkan saja ya, Bang."
"Ya. Ini aku mau ke pasar."
"Nanti saja, Bang, kita makan dulu. Biar saya saja yang membawanya ke pasar."
"Ya, sudah kalau begitu. Kita makan dulu," kata si suami.
Bungkusan berisi celana panjang itu ditaruh lagi di tempat awal. Mereka pun pergi ke dapur. Saat mereka ke dapur, si Ibu mertua yang merasa kejutannya kurang mengejutkan, masuk ke kamar dan mengambil bungkusan itu. Si Ibu mertua cepat-cepat ke tukang jahit untuk memendekkan celana panjang itu.
"Tolong dipotong dari bawah sekitar 3 cm," katanya pada tukang jahit. "Bisa selesai dalam beberapa menit?"
"Bisa, tapi bayarannya mahal."
"Tak jadi masalah."
Si tukang jahit bekerja ekstra. Akhirnya celana panjang itu dipendekkan. Si Ibu mertua buru-buru pulang, lalu meletakkan bungkus celana panjang di tempat semula. Ia sengaja tak memberi tahu siapa pun, karena ia pikir akan menjadi sebuah kejutan.
Sementara itu si menantu dan istrinya baru selesai makan. Selama makan, mereka membicarakan betapa tinggi perhatian si ibu mertua. Karena itu, si menantu merasa sangat bersyukur dan akan menghargai celana panjang pemberian itu.
Istrinya pun menganguk. "Kalau begitu, habis makan saya akan langsung ke pasar. Jangan bilang sama ibu ya, biar ibu lihat betapa kiat menghargai pemberiannya."
"Oke."
Maka, si istri pergi ke pasar untuk memendekkan celana panjang itu. Kepada tukang jahit langganannya, ia minta agar memotong sekitar 3 cm dari bawah. "Bisa cepat, Pak?" tanyanya.
"Bisa. Untuk pelanggan, apa yang tak bisa saya lakukan."
Lalu tukang jahit itu bekerja cepat. Celana panjang itu pun dipotong 3 cm dari bawah. Begitu selesai, ia berikan kepada pelanggannya.
*
Begitulah kisah celana panjang yang jadi celana tanggung. Setelah dipendekkan dua kali, masing-masing 3 cm, akhirnya celana itu tanggung. Ketika si menantu memakainya, betapa ia sangat terkejut karena celana panjang itu cuma setinggi betisnya. ***
(Ini bukan kisah saya. Saya menulis ulang kisah yang pernah saya dengar)