Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Seandainya Nabi Muhammad Tidak Pernah Isra Mi'raj

16 April 2014   00:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:38 195 1
Renungan untuk  Putraku Muhammad Razin Khalifah,

Hari ini ananda genap berusia 18 tahun. Beragam peristiwa telah berlalu dan akan terus kita alami. Yakinilah bahwa tidak ada peristiwa yang kebetulan kecuali kebenaran atas izin Allah. Dengan menghayati prinsip ini, insyaAllah ananda dimudahkan memperoleh hikmah yang mencerahkan.


Seperti halnya hari ulang tahun dirimu kali ini yang bertepatan dengan pelaksanaan Ujian Nasional dan sebelumnya Pemilu Legislatif sepekan lalu. Hidup dan kematian sendiri hakikatnya adalah ujian untuk ditentukan siapa yang paling baik amalannya. Seorang yang teruji pasti akan terpuji.


Lalu terkait Pemilu, ananda mungkin heran mengapa Papa tidak pernah menanyakan politisi atau partai politik mana yang ananda pilih. Sebab Papa memberikan kebebasan penuh bagimu untuk belajar memilih, menghormati pilihanmu dan semoga ananda bertanggung jawab atas pilihan sendiri.


Persoalan menetapkan pilihan akan terus mewarnai langkah sejarah manusia. Demikian juga yang pertama kali Papa hadapi ketika 18 tahun yang lalu ketika ananda lahir. Papa selalu hadir di ruang persalinan menemani Mamamu berjihad melahirkan ananda juga adik-adikmu. Dengan kesaksian itu Papa meminta kalian selalu berbakti kepada Mama.


Ada rasa takjub ketika pertama kali Papa menyaksikan kesempurnaan jasadmu yang mungil dan merah yang baru saja keluar dari rahim Mamamu. Tangismu seolah menantang kami untuk segera menentukan pilihan nama terbaik bagimu. Didalam nama itu kami abadikan pesan, harapan sekaligus doa kepada Allah untukmu.


Lalu mengapa kami memilih “Muhammad Razin Khalifah” sebagai namamu?


Terus terang Papa sangat terkesan dengan dialog antara Nabi Muhammad dan para pemuka agama Yahudi dan Nasrani saat mereka bersilaturahmi dengan Beliau di Madinah.


Singkat cerita, para pemuka agama itu menanyakan mukjizat Nabi Muhammad. Kita mengetahui tongkat Nabi Musa dapat membelah laut dan menjadi ular. Lalu Nabi Isa (aka Yesus Kristus) dapat menyembuhkan penyakit lepra dan buta serta menghidupkan orang mati. Al Quran sendiri membenarkan mukjizat para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad. Bahkan Al Quran juga memuat peristiwa mukjizat yang tidak dimuat dalam Kitab Suci sebelumnya seperti kesanggupan Nabi Isa berbicara sewaktu orok untuk membela Bunda yang dituduh berzinah.


Jelas pertanyaan para pemuka agama itu menjadi sangat relevan dan kritis. Tidak hanya karena mukjizat kerap diperagakan oleh setiap Nabi dan Rasul sebagai bukti kebenaran utusan Tuhan. Tetapi, secara praktik, umat kerap membandingkan kualifikasi para utusan berdasarkan mukjizat yang dipentaskan sehingga umat kerap terbelah mengidolakan para utusan.


Lalu apa jawaban Nabi?


Maha Suci Allah yang menggenggam jiwa manusia dan semesta alam. Nabi Muhammad menjawab dengan membacakan beberapa ayat Al Quran surat Ali Imran yang turun setelah Nabi Muhammad melakukan perjalanan Isra Mikraj. Ketika ayat-ayat itu diwahyukan, Nabi Muhammad sendiri menangis, bersedih sekira umatnya di kemudian hari tidak memahami dan mengapresiasi kedalaman makna ayat tersebut.


QS 3:190-191 “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu mereka yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring. Dan mereka memikirkan tentang bagaimana penciptaan langit dan bumi. Mereka berdoa “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semuanya ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau. Maka peliharalah kami dari siksa neraka.”


Ananda, renungkanlah dengan seksama bahwa Nabi Muhammad tidak menjawab pertanyaan kritis itu dengan memperagakan mukjizat seperti tidak mempan dibakar atau ditebas pedang. Nabi Muhammad adalah manusia biasa yang terpilih sebagai Penutup Para Utusan. Berupayalah memahami jawaban Nabi tersebut sebagai ajakan kepada seluruh umat untuk memetakan jalan keimanan secara inklusif, intelektual dan subtil.


Banyak hikmah yang terkandung di dalam ayat-ayat diatas. Yang utama adalah mengobarkan semangat intelektual kepada seluruh umat manusia untuk mengoptimalkan akal sebagai karunia mulia Allah. Alam terkembang sebagai guru yang mengantarkan manusia kepada keyakinan akan Tuhan Yang Maha Pencipta. Tanda-tanda kehadiran Allah nyata dari pengamatan diri sendiri dan semesta. Tanda-tanda itu hanya tersembunyi untuk orang yang buta mata hatinya.


Ayat itu menjelaskam kualifikasi Kaum yang Berakal (Ulil Albab) yang menjalankan aktivitas rutin berdzikir, berpikir dan berdoa. Dzikir menghidupkan mata hati untuk selalu bersama Allah. Pikir mengoptimalkan potensi akal dan menyegarkan keimanan. Doa mengartikulasikan kesaksian penelitian.


Cermati anatomi doa Ulil Albab terdiri tiga bagian. Pertama kesaksian bahwa tidak ada satu ciptaan Allah yang sia-sia. Kedua, ibadah dengan menjauhkan prasangka buruk terhadap Allah Yang Maha Suci. Dan ketiga, memohon perlindungan dari kesengsaraan abadi di dalam neraka.


Lalu mengapa Papa menilai peristiwa Isra Mikraj menjadi sangat penting di dalam mengapresiasi jawaban Nabi tersebut. Renungkanlah sedari dini Nabi Muhammad karib dengan keyatiman. Ayahanda wafat ketika Beliau masih dalam kandungan. Kemudian Ibunda tercinta berpulang ketika Beliau masih kanak-kanak. Lalu untuk beberapa tahun Beliau diasuh oleh Kakek yang memberi nama Beliau sebagai Muhammad. Setelah Kakenda berpulang, Beliau diasuh oleh Pamanda Abu Thalib yang hidup penuh keprihatinan.


Ketika menerima tugas risalah, Nabi Muhammad terbukti hanyalah manusia biasa. Beliau sangat sedih ketika istri tercinta Bunda Khadijah dan paman terkasih Abu Thalib meninggal. Beliau kembali didera derita keyatiman. Sebab keduanya sangat mendukung dan melindungi Beliau dari gangguan orang yang tidak beriman saat itu. Tahun itu kemudian dikenal sebagai Tahun Kesedihan.


Di saat seolah dunia terasa sempit menghimpit, datanglah undangan untuk melakukan Isra Mikraj. Isra menjadi perjalanan horizontal bersilaturahmi dengan arwah para Nabi dan Rasul di Baitul Maqdis. Sedang Mikraj adalah perjalanan vertikal menembus batas langit terjauh untuk bersua dengan Allah Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam.
Pemahaman akan kebenaran nyatanya ditentukan oleh tingkat ketinggian yang diangkatkan kepada seseorang. Mendung hanya ‘kenyataan semu’ yang diyakini oleh orang yang berada di dataran Bumi. Ketika dia dimampukan mendaki di atas puncak gunung atau naik pesawat terbang, dia akan menghayati realitas yang berbeda. Demikian juga yang dialami oleh Nabi.


Dibandingkan dengan hamparan alam semesta, Bumi hanyalah noktah partikel kecil. Apalagi kita manusia yang hidup di hamparan bumi. Realitas seutuhnya manusia di dalam tatanan semesta adalah yatim yang lebih yatim ketimbang keyatiman Nabi Muhammad. Bahwa kita dapat hidup pastinya karena ada pengayoman telaten Allah yang menyelenggarakan berbagai kemudahan kepada mahluk ciptaanNya. Keyakinan kepada Allah Yang Maha Besar dan Yang Maha Pengasih menghindarkan kita dari ketakutan dan kecemasan terhadap berbagai ujian musibah.


Pada pencermatan alam semesta pasti kita jumpai pementasan mukjizat Tuhan sebagai limpahan kasih yang demikian murah. Al Quran sangat ditaburi oleh ayat-ayat yang memanggil manusia untuk menggali ilmu pengetahuan. Cermati sirkulasi terjadi hujan, mulai dari penguapan air samudra menjadi awan. Selidiki bagaimana gunung diciptakan sebagai tonggak hamparan bumi. Teliti bagaimana proses pembentukan manusia mulai dari pertemuan sperma dan sel telur, janin, pembentukan tulang hingga otak. Renungkan mengapa terjadi rotasi benda-benda langit. Apa dampaknya bagi kehidupan bila tidak terjadi rotasi?


Isra Mikraj adalah perjalanan yang mencerahkan Nabi Muhammad dan untuk kemanusiaan. Oleh-oleh terbesar Isra Mikraj adalah sholat sebagai media silaturahmi langsung manusia kepada Allah. Baik bacaan dan gerakan sholat mengandung pesan mulia. Berdiri gagah sebagai Khalifah, wakil Allah yang memakmurkan bumi. Melalui Ruku, kita belajar tidak boleh sombong. Dengan Sujud kita hanya menyerahkan ketaatan penghambaan kepada Allah. Saat duduk diantara dua sujud kita memuaskan kedekatan diri kepada Allah dengan berdoa. Ketika duduk setelah sujud akhir, kita mensimulasikan dialog antara Nabi Muhammad dan Allah saat Mikraj yang disaksikan para Malaikat. Salam kanan dan kiri adalah ekspresi bagaimana keimanan harus berbuah sebagai kebajikan yang menjamin keselamatan sesama.


Muhammad. Seperti yang berusaha Papa lakukan, hendaknya ananda berupaya mengenali, menghayati, mencintai dan meneladani Nabi Muhammad SAW sebagai Rahmat Allah yang sangat besar bagi alam semesta. Beliau menjadi pedagang yang jujur, pemimpin yang adil, pejuang kebenaran yang tangguh, penghibur para anak yatim, suami yang setia, hingga ayah yang hebat. Sungguh besar kecintaan Beliau kepada umatnya. Ketika ajal menjemput, Beliau tetap berusaha menyeru umat dengan penuh kekuatiran. Semoga kita semua mendapat syafaat Beliau kelak.


Razin. Hendaklah ananda berusaha sekuat mungkin dalam mengerjakan kebajikan. “Razin” memperkuat kapasitas dan produktivitas ananda. Razin adalah kunci agar bangsa ini bisa mandiri, bermartabat dan bermanfaat bagi umat secara berkesinambungan.


Khalifah. Sadari kita mendapat tugas mulia dari Allah sebagai wakilNya untuk memakmurkan bumi dan mengajak manusia ke jalan Allah. Tugas mulia ini mensyaratkan ananda menjadi pribadi yang kuat baik secar fisik, intelektual maupun politik. Dengan kekuatan itu, ananda bisa memberi manfaat kebaikan kepada masyarakat.
Nabi Muhammad SAW telah menunaikan tugas sebagai Khalifah. Beliau mewarisi kekuatan iman Nabi Ibrahim, keunggulan politik dan hukum Nabi Musa, dan keluhuran budi pekerti Nabi Isa.


Doa kami orang tua dan seluruh keluarga tercurah kepadamu…


Love and respect
Budi Hikmat, Adelina Syarif, Dina Zahra Fatihah, Yusuf Irfan Nazir

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun