Kepemimpinan model Dahlan Iskan dan Joko Wiyono saat ini memang baru ngetrend. Mengapa banyak orang suka mengupas model kepemimpinan kedua tokoh itu.
Pertama, rakyat sudah bosan dengan model kepemimpinan yang itu-itu saja, formal, sok berwibawa dengan tampilan fisik yang dibuat-buat (tidak alami), sok protokoler, suka disanjung, terlalu menjaga penampilan dan menjaga imej / pencitraan ( dan itu pun sangat kaku) , kalau dikritik suka membalas atau suka marah ( seperti tampilan para politisi, aktivis LSM, advokat, aparat penegak hukum, pengamat, akademisi ) yang kalau dikritik, atau diwawancarai, tidak pernah to the point, selalu muter-muter. Dan model seperti ini rakyat sudah bosan.
Kedua, Dahlan dan Jokowi berani menggunakan media komunikasi apapun. Media langsung bertemu dengan publik, ataupun media massa. Kalau tampil di media , kedua tokoh ini hadir dengan karakter yang "prasojo " apa adanya. Bahkan kalau ada pertanyaan yang setengahnya menjebak atau melintir, dia bisa tanggapi dengan humor.
Sebab jika pemimpin takut pada media, akan merasa rugi sendiri, toh sebaliknya jika dia ditelikung misalnya oleh media, rakyat juga yang akan menilai langsung, apakah media itu netral, berbobot, atau punya tendensi tertentu, atau ada maksud lain, pembunuhnan karakter seseorang, misalnya. Nggak perlu takut ngadepi media . Sebab jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh media, dia punya hak. Jika itu pencemaran nama baik bisa lapor ke polisi, misalnya. Gitu saja repot. Toh di Indonesia tidak banyak media yang benar-benar 100 persen netral, itu kenyataannya. Mungkin wartawannya idealis, dan netral, tapi ketika berhadapan dengan atasannya, apa si wartawan itu berani protes atau ngritik boss-nya sebagaimana dia ngritik orang lain. Ah kalau seperti ini sama aja boong, lebih pengecut jadinya . Malah bisa jadi lebih buruk penilaiannya dibanding dengan orang yang mereka kritik selama ini.
Maka menjalani keseharian sebagai tokoh ketika dikritik, dengan pihak manapun , ormas atau LSM sekalipun misalnya, adalah sesuatu yang wajar. Sebab pihak yang biasanya cuman ngritik, itu sejatinya juga tidak segalanya hebat dan bersih. Sekali tempo pertanyaan itu dibalik, misalnya begini : dari mana anda atau ormas/LSM anda memperoleh dana, misalnya.
Harapan yang ditumpukan kepada semua pemimpin di negeri ini memang seperti menunggu sosok sang malaikat yang turun ke bumi. Harapan yang terlalu berlebih. Mestinya yang kita butuhkan cukup pemimpin yang levelnya dua atau tiga level di atas kita sebagai rakyat yang dipimpinnya sudah cukup, supaya tak ada jarak atau grade yang jauh.