Kala penguasa dapat mempermainkan aturan hukum, moral dan etika sesukanya karena aturan tersebut dianggap hanya sekadar aksesori maka itu tragedi bagi rakyat.
Para penguasa hanya menjalankan kekuasaan berdasarkan kapital oriented yang hanya mengejar kapital mengembalikan modal "demograzy" yang besar. Biaya modal pilkada yang tidak akan kembali jika hanya mendapat gaji dan tunjangan resmi.
Apa yang akan dilakukan oleh kepala daerah, tentunya akan membolak balik kan aturan yang tidak taat  azas. Menganggap kemenangan dalam pilkada hanyalah sebuah transaksi ekonomi biasa, transaksi di warung kelontong. Dibeli dengan harga 40 ribu, lantas putus kewajibannya.
Putus kewajiban seorang bila lantas menang menjadi kepala daerah, putus tanggung jawab sebagai kepala daerah. Yang akhirnya tidak taat azas, dalam pengelolaan pemerintahan?Â