Laporan Keuangan
Beberapa waktu lalu saya memakai metode ini juga untuk melihat apakah PLN tidak perlu investasi (utangan dari US) yang ditandatangai Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Saya pikir dengan melihat laporan keuangan maka pertimbangannya lebih adil dan masuk akal dibanding tulisan panjang menggebu-gebu untuk mencari kelemahan/menjatuhkan lawan (dalam hal ini pemerintah). Terbukti bahwa dalam kapasitas saat ini PLN tidak cukup uang bila semua dana yang dimiliki saat ini digunakan untuk swa-investasi pembangkit listrik, tanpa bantuan utangan LN. Jadi mari juga mulai dari laporan keuangan ini.
Antara KAI vs perusahaan pesawat misal LionAir/Garuda/AirAsia. Setahu saya AirAsia yang salah satu pemegang saham besarnya adalah MRC lewat PT Fersindo Nusaperkasa ini merugi miliaran padahal jika dilihat prestasinya bagus. Tiga puluh pesawat (minus 1) jarang telat (efisien), keterisian bangku tinggi, dan ini terjadi dalam situasi di mana harga minyak dunia rendah. Jangan-jangan mereka sengaja kasih harga promo dalam waktu yang sangat panjang ... ? Dananya disuntik tidak terbatas oleh pemodal?? Ada Perang harga antar operator seperti di dunia Telekomunikasi sekarang ini yang beberapa operator (sebut saja operator angka dan teman pintar) terus merugi tapi tidak pernah tutup karena modal dan utangannya cair terus?
Garuda pada semester I 2015 laba 400 miliar, AirAsia sampai akhir tahun 2014 rugi Rp 800 Miliar. LionAir data keuangan tertutup tidak bisa diakses, bahkan cenderung misterius menurut laporan Tempo karena bisa membeli Airbus senilai Rp 500 T, pembelian terbesar sepanjang sejarah Airbus. Lagi, sekalipun laporan keuangan ini hal yang bisa "disulap" melalui metode yang legal, setidaknya jejak-jejaknya masih bisa diraba, ditimbang, dan diperhitungkan. Bagaimana modal didapat, perbandingan total modal kerja (aset dan utang) dibanding penghasilannya, kalau modal tinggi, hasil kecil, tentunya tidak menguntungkan ... dan sejumlah rasio keuangan lainnya.
Lalu mari bandingkan tiket Garuda vs AirAsia vs LionAir vs tiket Kereta. Kelas tentunya juga harus dipadankan. Setidaknya kelas Tiket pesawat Ekonomi vs Kereta Bisnis AC baru match menurut saya dari sisi kenyamanan penumpang. Kursi di pesawat Ekonomi sangat sempit dan kurang manusiawi menurut saya. Lalu Mas Cuklanang juga lupa menghitung waktu dan biaya dari Bandara ke pusat kota. Di Jakarta jika menggunakan taksi biayanya bisa 200rb. Belum kena airport tax 50-100rb tergantung lokasi. Tambahkan waktu dan biayanya ke harga tiket. Di Bandara wajib datang 1 jam sebelum keberangkatan, kereta lebih bebas, dan umumnya Stasiun berada di pusat kota. Tentu karena lokasi di pusat kota tidak adil juga membandingkan biaya parkirnya, karena perhitungan bisnis dan nilai tanahnya berbeda.
Masih seputar keuangan, mengenai utang Rp 9T untuk membangun jalur ganda di pantura Jawa, saya pikir tidak adil jika menghitung jangka waktu hutangnya 10 tahun saja. Kurang lama. Karena ini investasi jangka panjang, lebih pantas dihitung 20-25 tahun. Pembandingnya sama rumah! Kredit rumah saja bisa diperpanjang hingga 15-20 tahun, tentu kredit infrastruktur jalur ganda lebih panjang dari itu.
Saya setuju jika maksimal KAI untung 7 persen sebagai perusahaan monopoli yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ini persis seperti diskusi yang dilontarkan dosen keuangan saya di UGM tentang bagaimana menetapkan kewajaran laporan keuangan untuk perusahaan publik yang melakukan monopoli dan dilindungi undang-undang seperti KAI, PLN, PDAM. Angka 7 persen ini diambil dari tingkat suku bunga deposito sebagai patokan. Jadi setidaknya jumlah uang yang beredar di perusahaan itu menghasilkan jumlah yang sama dengan jika uang itu dibiarkan saja menganggur di bank.