Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Goyang Cesar Adalah Sindiran Panggung Politik Negeri Ini?

5 Februari 2014   14:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:08 264 4
Satu notifikasi masuk dari seorang kawan lama, menanyakan mengenai perkembangan televisi yang dinilai hanya mengejar ratting tanpa mengindahkan tujuan media sebagai alat untuk ikut serta dalam peran mencerdaskan kehidupan berbangsa. Terutama menyoroti hal yang sangat hot karena bisa dijumpai setiap hari ketika menghadap layar kaca. Entah sebelumnya sudah pernah ada yang mengulas atau belum, saya tertarik dengan statement-nya mengenai Goyang Cesar.

Goyang Cesar, yak betul goyang cesar. Sesuatu yang sangat umum dan sudah hampir satu tahun belakangan ini ramai menghiasi layar kaca. Dari anak kecil hingga orang tua, dari lelaki hingga perempuan, dari masyarakat desa hingga kota, semua sangat akrab dengan goyangan aduhai yang memang begitu mudah. Hal ini juga tentu tak lepas dari pihak televisi yang memberikan "tutorial" atas artisnya tersebut, dengan harapan masyarakat mau berduyun-duyun, berbondong-bondong mengikuti goyangan tersebut dan pada akhirnya dapat dimanfaatkan bagian produksi untuk meraup keuntungan dari booming-nya goyang tersebut.

Disini kami tidak akan membahas mengenai pro dan kontra Goyang Cesar. Soal Goyang Cesar dinilai tidak mendidik dan lainnya, biarlah menjadi pergunjingan ramai yang mungkin saja malah membuat para pemimpin di Indonesia ini sedikit tersenyum karena rakyatnya sejenak bisa melupakan kesengsaraan ataupun himpitan hidupnya. Ada satu hal yang begitu menggelitik dan menyita perhatian saya ketika menyimak dan kemudian membayangkan bahwa "Ooooh memang benar, Goyang Cesar adalah gambaran yang pas dan sangat mengena terhadap kondisi politik bangsa ini".

Bagaimana bisa Goyang Cesar bisa dikatakan sebagai gambaran dunia politik di negara ini? Menyoroti tentang dunia politik di negeri ini, tentu saja tak lepas dari dua hal, yakni pejabat dan rakyatnya. Lantas bagaimana korelasinya, coba kita simak sejenak bagian-bagian dari goyangan heboh tersebut.

Bagian pertama dengan gerakan seperti memukul-mukul bedug, bisa dianalogikan rakyat di negeri ini yang sudah jengah dengan tingkah pongah para pejabat yang sangat tidak amanah. Berita korupsi, bahkan juga kasus-kasus pribadi banyak menghiasi pemberitaan di negeri ini. Rakyat tak bisa berbuat apapun, bahkan untuk mengawal proses berjalannya hukum atas para pejabatnya yang jadi tersangka pun sulit dilakukan. Pada akhirnya rakyat hanya bisa menari dan "berhore-hore" menertawakan para pejabat, bagaikan menyoraki dan memberikan deru bedug untuk menikmati keadaan yang sebenarnya sangat tidak mengenakkan ini.

Bagian selanjutnya dengan gerakan seperti meniup seruling dan berjoget-joget, bisa dianalogikan rakyat di negeri ini hanya bisa angguk-angguk melihat para pejabatnya terjerat berbagai kasus. Dikarenakan tak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa angguk-angguk terbentur lembaga peradilan yang juga tak sedikit pula dihinggapi parasit yang berkamuflase menjadi makelar kasus dan mafia peradilan, rakyat pun lagi-lagi hanya bisa berjoget saja menikmati keadaan menyedihkan ini.

Bagian selanjutnya dengan gerakan sikut kanan sikut kiri, lari di tempat dan merunduk ke depan. Kami pribadi begitu intens menyoroti gerakan ini, bahkan melihat videonya pun berulang kali pada bagian ini. Ini merupakan bagian paling menarik dari apa yang bisa kami perhatikan. Gerakan sikut kanan sikut kiri, sangat pas seperti para pejabat yang sikut kanan sikut kiri demi mark up proyek pemerintahan. Proses tender yang tidak transparan, belum lagi dana juga tidak transparan, permainan politik "amplop" tentu menghambat keinginan rakyat yang sebenarnya juga ingin berniat ikut andil dalam kemajuan. Yang terjadi selanjutnya adalah, keinginan dan semangat rakyat yang ingin turut andil dalam kemajuan hanya berlari di tempat. Keinginan dan semangat tak sebanding dengan akses dari pemerintah untuk memfasilitasinya, sehingga mutlak hanya stagnan lari di tempat. Pada akhirnya rakyat hanya bisa merunduk-runduk mengiyakan apa kata regulasi dan birokrasi dari pemerintahan.

Bagian terakhir dengan gerakan seperti di belenggu, tentu ini adalah bagian klimaks dari segala hal yang terjadi. Pada akhirnya, rakyat terbelenggu dan tidak bisa berbuat apapun demi menuntut keadilan maupun menuntut haknya. Semuanya sudah harus berjalan seperti yang diinginkan oleh para pejabat kita. Rakyat mau berontak, siap-siap tak hanya dibelenggu namun juga akan seperti terkucilkan. Atau dengan kata lain, rakyat yang terlalu "vokal" akan TER-ALIENISASI !!! (akan jadi makhluk asing karena jadi aneh, -red)

Kesimpulan akhir, sekaligus anti klimaks dari goyangan ala politik ini, apapun yang terjadi yaa sebagai rakyat harus tetep "Keep....smileeeeee" :)

#SemangatTerbarukan
twitter : @BubupTweet

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun