No. peserta 156
"wiuw..wiuw..wiuw..wiuw..wiuw"
Deru ambulans memasuki pelataran rumah sakit yang putih berkilau. Di dalam ambulans tersebut tergolek sosok tubuh atletis yang bersimbah darah, bahkan di beberapa bagian masih ada yang mengucurkan darah segar. Ambulans berhenti di depan lobi dan disambut beberapa perawat jaga yang kemudian dengan cekatan menurunkan korban dan segera membawanya ke IGD. Terlihat beberapa orang yang turut serta mengiringi menuju ke ruang IGD.
Beberapa saat kemudian...
Aku tergopoh-gopoh memasuki lobi rumah sakit dan dengan penuh kecemasan menanyakan pasien yang bernama Om Pasikom yang baru saja masuk ke Rumah Sakit ini beberapa saat yang lalu, sambil terus memikirkan keadaan Om Pasikom yang menjadi korban tabrak lari.
"Maaf mas, belum ada di daftar pasien. Langsung saja menuju ke IGD ya mas," kata recepsionis yang bertugas.
Jawaban dari recepsionis makin membuat pikiranku melayang tidak karuan. "Masih di IGD? Ya Allah, berarti masih dalam penanganan tim dokter. Semoga tidak seperti yang kubayangkan," gumamku dalam hati.
Aku bergegas menuju ruang IGD yang tidak begitu jauh letaknya dari lobi. Di depan ruang IGD terlihat beberapa orang yang familiar bagiku. Ada pak Ahmad Jayakardi, om Erri Subakti, mbak Yayat, dan masih ada beberapa lagi yang aku tidak begitu memperhatikan karena pikiranku masih kalut memikirkan apa yang terjadi dengan Om Pasikom yang berada di ruang IGD.
Tiba tepat di depan ruang IGD, pak Ahmad menghampiriku. "Sabar ya dik Bubup. Entah saya tiba di TKP berapa lama setelah waktu kejadian. Yang penting sekarang kami sudah mengusahakannya agar cepat dibawa ke Rumah Sakit, selanjutnya tolong dibantu dengan doa yaa".
Sambutan dari pak Ahmad makin membuat diriku makin tak menentu. Mata serasa berkunang-kunang, kepala jadi begitu berat dan tubuh ini berubah sangat lemas. Bahkan untuk berdiri tegak pun aku sudah merasa tidak kuat. Beruntung ada om Erri, om Alex dan bang Trihito yang menopang tubuhku mencegah agar tak tersungkur ke lantai karena lemas. Mereka kemudian membawaku dan menyandarkan tubuhku ke bangku tunggu. Aku hanya terduduk lemas, terlihat olehku mbak Niken dan Tante Paku baru datang dan segera menghampiriku. Tak banyak kata yang diucapkan mereka berdua, hanya sekedar menepuk pundakku dan kemudian mereka berdua terlibat obrolan serius dengan pak Ahmad.
Setengah jam kemudian...
Dokter Posma Siahaan keluar dari ruang IGD, dengan muka serius dan terlihat seperti orang yang pasrah dokter Posma pun menghampiri kami. Seketika aku pun dengan gesitnya segera mendekati dokter Posma, entah kekuatan darimana yang aku dapat, padahal sebelumnya aku begitu lemas tak ada daya.
"Gimana keadaannya, Dok?" tanyaku memburu dokter Posma bagaikan wartawan yang mencecar pertanyaan para pejabat yang dijadikan tersangka oleh KPK.
"Kami telah berusaha semaksimal mungkin mas. Selanjutnya hanya Kuasa Tuhan yang akan menentukan, tolong dibantu dengan doa yaa," kata dokter Posma dan kemudian langsung meninggalkan kami untuk segera bergegas menuju ruang lain.
Tiga jam kemudian...
Om Pasikom masih terbaring di ranjang, syukurlah di ruang rawat inap ini aku sudah ada rasa tenang karena Om Pasikom telah melalui masa kritisnya. Semoga dengan perawatan yang tepat, kesehatan Om Pasikom dapat secepatnya pulih kembali.
Semua yang menemaniku pun akhirnya berpamitan kepadaku. Diwakili mbak Niken, semua undur diri untuk pulang. Aku pun maklum saja, mungkin kebanyakan dari mereka tadi memang meninggalkan pekerjaannya untuk sekedar menyempatkan diri kemari. "Yang sabar ya mas Bubup. Yang penting keadaan sekarang sudah melewati masa krisis. Selanjutnya tolong dibantu dengan doa aja yaa," kata mbak Niken.
Tiga hari kemudian...
Syukurlah, keadaan Om Pasikom berangsur membaik. Dengan keadaan seperti sekarang ini, Om Pasikom sudah diijinkan oleh dokter untuk pulang dan menjalani rawat jalan saja. Jadwal untuk check-up pun juga sudah dijelaskan dokter kepadaku dengan panjang lebar. Obat yang disertakan pun tak ketinggalan dijelaskan dengan keterangan yang sedetail-detailnya.
Tiba giliran di bagian administrasi, aku terkejut ketika diberikan sebuah nota dalam bentuk secarik kertas yang tidak sebegitu lebar tapi panjangnya melebihi 2x ukuran kertas folio. Di bagian paling bawah nota tersebut ada sejumlah nilai nominal yang bagiku sangat besar.
"Tolong tagihannya dilunasi dulu pak, nanti biar perawat kami yang mempersiapkan pasien untuk dibawa pulang ke rumah," kata bagian administrasi dengan ramah.
"Bu, saya ingin membawa pulang Om Pasikom, tapi saya belum bisa melunasinya sekarang. Saya sudah maksimal mengusahakannya, selanjutnya tolong dibantu dengan doa yaa"