Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Pelatihan Mental ala Timo Scheunemann

28 Januari 2012   16:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:20 2614 4
Bubup : "Ehh coy, elu nyadar nggak sich kalau dari dulu para pemain kita itu selalu kalah dalam hal mental bila bertanding di kancah regional maupun internasional?"

Pampam : "Iye, gue tau. Emang gue rasa itu adalah problem terbesar pemain kita, sehingga kurang bisa memaksimalkan potensi yang ada, maupun potensi yang belum tergali"

Bubup : "Ini nggak bisa dibiarkan! Kita harus mendatangkan pelatih mental biar kita tidak tengsin duluan kalau bertanding"

Pampam : "Yak, bener banget. Pendidikan mental jawabnya"

Bubup : "Menurut elo, siapa yang pantes coy?"

Pampam : "Menurut gue sich cuma satu yang pantes jadi pelatih mental"

Bubup : "Siapa tuh?"

Pampam : "MENTALLICA"

* * * * *

Yak bener sekali jek, sepertinya permasalahan utama para pemain kita ada pada mental yang belum (atau malah enggak) terasah. Praktis, sejak 1991 prestasi terbaik kita hanya mampu menjadi runner-up di turnamen tingkat ASEAN (kecuali Piala Kemerdekaan mungkin ya, hehee). Hal yang sangat ironisnya adalah, percuma saja bila melatih mental kepada para pemain yang sudah malang melintang di dunia persepakbolaan kita. Ibaratnya, sudah senior pasti akan mudah menyimpulkan sendiri menurut persepsi pribadi masing-masing dan apapun pembelajaran pelatihan mental mungkin tidak akan full bisa masuk ke dalam sikap pribadi para pemain itu sendiri.

Hal ini mungkin disadari sepenuhnya oleh PSSI, dibawah Prof Djohar Arifin, PSSI kian menggalakkan pembinaan usia dini guna menciptakan timnas yang berkualitas dalam rentang waktu beberapa tahun ke depan. Kemudian PSSI menunjuk Timo Scheunemann yang notabene adalah pelatih berlisensi A dari UEFA, sebagai direktur pembinaan usia dini di Indonesia. Bersamaan dengan itu, dibangun pula Akademi Nusantara di 6 kota guna menjaring bakat-bakat potensial anak-anak muda di seluruh nusantara. Bila program Akademi Nusantara ini dirasa memberi dampak signifikan dalam jangka waktu menengah, bukan tidak mungkin akan dikembangkan ke banyak kota-kota di Indonesia, apalagi kini PSSI juga telah mulai menjalankan program kompetisi kategori usia yang berjenjang.

Bila anak-anak usia muda diberi masukan dan pelatihan mental sejak usia sedini mungkin, niscaya akan mudah diterima masuk kedalam etos kerja anak itu nantinya bila sudah memutuskan menjadikan sepakbola sebagai kariernya, dibanding bila harus mengajarkan pelatihan mental kepada pemain yang sudah terbilang senior. Bahasa kasarnya adalah, masih muda belum terkontaminasi oleh banyak hal negatif, sehingga pembelajaran dan pelatihan mental akan mudah merasuk ditangkap oleh anak-anak didik guna diterapkan dalam kehidupan kesehariannya (gk cuma pas maen bola aja jek). Dari kicauan (tweet) Timo Scheunemann di jejaring sosial twitter, dibeberkan beberapa program penggemblengan mental kepada para anak didiknya, dan berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dirangkum.

Kiat praktis melatih mental pemain

1. Prinsip utama :
Latihan mental tidak berhenti saat latihan usai. Kehidupan sehari-hari penuh dengan latihan mental. Berangkat sekolah walau malas itu latihan mental, sopan & ramah pada orang disekitar walau tidak suka itu latihan mental, taat pada orang tua walau berat itu latihan mental.

2. Pakai kegiatan lain sebagai ajang pelatihan mental, seperti main catur, panahan (daya konsentrasi/fokus), soft gun (kerjasama &keberanian), pramuka.

3. Latihan penalti berbagai variasi. Contoh A : tim yang kalah dihukum. Contoh B : 1 pemain menendang kalau tidak masuk semua dihukum, dll.

4. Pelatih sengaja jadi "wasit" yg buruk, (misalnya) mulai skor dari 0-2 dll. (ini) Berguna melatih penguasaan diri dan jiwa pantang menyerah.

5. Pelatih menjadi PANUTAN NYATA.

* * * * *

Semoga program-program nyata pembinaan usia dini yang dikembangkan oleh PSSI ini akan menjadi kontribusi nyata untuk membangun timnas yang tangguh di masa mendatang. Apalagi pengurus PSSI di era-era sebelumnya terkesan menganaktirikan program pemberdayaan bakat dan potensi untuk usia dini. Dari sekitar 40 juta anak Indonesia (terus terang aja jek, angka 40 juta itu gue cuma perkiraan, alias bukan data valid), masa sich kita nggak bisa menemukan 23 anak per kategori kelompok usia umur sebagai cikal bakal timnas yang lebih baik di masa mendatang? Tentu saja hal semacam ini bukan monopoli tugas para pengurus PSSI pusat maupun daerah, tapi juga merupakan tugas kita sebagai pecinta sepakbola untuk ikut mendukung berjalannya program ini agar berjalan sesuai dengan harapan kita semua, dan mengawal program ini jangan sampai jalan di tempat, serta berkesinambungan ke depan, entah siapapun nantinya yang memegang tampuk kendali kepemimpinan PSSI di masa yang akan datang.

* * * * * * * * * * *

~~{[["P.S.K"]]}~~
Pengamat Sepakbola Koplaksiana
"Terkoplak Mengabarkan"

oleh : Bubup Prameshwara, SH (Specialis Humor)
Peraih gelar Humoris Causa dari UGM (Universitas Genteng Merah)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun