Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Menyelesaikan Konflik dengan Lelucon

14 Januari 2012   11:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:54 1170 3
Sangat menarik sekali menyimak lelucon "Mbok Bariyah" dikaitkan dengan konflik yang terjadi di persepakbolaan tanah air. Artikel yang dipublish oleh kompasianer Vladimir Previmovic tempo hari pada intinya ingin menyampaikan pesan kepada pihak yang berseteru, dibutuhkan sosok "koplak" untuk menyelesaikan konflik ini tanpa membodoh-bodohi kedua belah pihak yang berseteru. Dan berawal dari posting tersebut, gue malah jadi ingat sebuah lelucon dari sebuah radio dan beberapa waktu lalu juga pernah ditampilkan dalam acara Stand Up Comedy. Kisahnya begini :

Hinca : "Aduh kunci mobil gue mana ya?"

Bubup : "Ada apa bang Hinca? Koq seperti pesawat ditinggal pilotnya"

Hinca : "Ini bro, ane lagi muter-muter nyari kunci yang ketinggalan"

Bubup : "Loh koq bisa? Lupa naruh paling, emang ketinggalan dimana, inget nggak?"

Hinca : "Ketinggalan di dalam rumah sich bro"

Bubup : "Loh, kunci ketinggalan di dalem rumah koq ente nyari muter-muter di luar rumah?"

Hinca : "Abisnya, di dalam rumah gelap sich bro"

Bubup : "&^+¤£=$@¤%:@£¡"

* * *

Pesan moralnya. Seberapapun gelap masalah, seberapapun sulitnya masalah, dan seberapapun kompleksnya suatu masalah, harus diselesaikan pada tempatnya. Kita nggak akan mungkin bisa menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang seolah lari dari hal yang semestinya, apalagi seperti lari menempuh jalan yang sebenarnya tidak akan menyelesaikan permasalahan tersebut. Coba bayangkan, kunci sudah tau ada di dalam rumah tapi nyarinya di teras, halaman, atau kebun, ya pasti sampai kapanpun nggak akan ketemu itu kunci. Kalau toh di dalam rumah itu gelap, harusnya berpikir cerdik untuk menyalakan lampu, bila memang lagi ada pemadaman bergilir dari PLN ya paling tidak harus tetap masuk ke dalam rumah membawa senter atau lilin. Tidak mungkin meninggalkan arena pokok dan menuju arena yang lain, lalu masalah akan selesai, nonsens!

Tapi apa yang terjadi sekarang? Simak saja perkembangan konflik ini, pasti kita akan bisa melihat bahwa kubu KPSI selalu melakukan manuver-manuver tidak masuk akal seperti membawa ke DPR (yg notabene konco-konconya), menuduh PSSI melakukan kejahatan demi pembenaran pribadi, dll. Bagaimana bisa menyelesaikan konflik bila permasalahn dibawa ke bidang yang nggak kompeten menanggulangi kisruh. PSSI sendiri selama ini hanya bertahan sambil membaca alur serangan yang dilancarkan bertubi-tubi dari pihak KPSI maupun klub-klub barisan sakit hati.

Namun secercah harapan kini muncul, ditengah kesibukan PSSI untuk menggenjot pembinaan usia muda, liga amatir, dan jalinan kerjasama dengan BPKP demi transparansi, ternyata dari pihak selama ini yang menyerang membawa permasalahan ini ke badan arbitrase olahraga internasional (CAS). Tentu saja hal ini bisa dibilang sebagai satu-satunya solusi menghentikan konflik berkepanjangan seperti ini bila dari masing-masing pihak tidak ada yang mau mengalah. Rekonsiliasi yang pada awalnya selalu ditawarkan oleh PSSI (bahkan sampai turun surat dari FIFA, PSSI masih berbesar hati menawarkan jalan damai), ternyata mengalami kebuntuan karena pihak yang selama ini kisruh berpatokan pada kalimat "pokoknya, pokoknya, titik". Pada fase mencari kunci dalam kegelapan seperti ini, tepat apabila lampu (AFC/FIFA) sudah tidak bisa digunakan (mati lampu), maka wajib hukumnya mencari senter (CAS). Kedua pihak juga harus berbesar hati dan legowo atas keputusan yang akan dikeluarkan oleh CAS.

Masyarakat yang kini dibuat gerah dan terpecah karena adanya konflik ini tentu saja menginginkan bila pihak yang kalah nantinya diharapkan agar tidak memaksakan kehendaknya. Hal ini tentu saja demi menghindari ancaman sanksi dari FIFA. Netral maniak nggak peduli? Hehee, itu salah bung! Bila FIFA memberi sanksi kepada Indonesia, maka ente, ente, ente, dan ente nggak bisa menyaksikan liga-liga Eropa, karna akses akan diputus oleh FIFA. Yang bisa ente lakukan mungkin hanya berharap akses streaming tidak diputus, tapi yaaa ente harus sabar, kan akses internet (apalagi streaming) di Indonesia kan emang super (super lelet maksudnya). So, marilah kita berpikir jernih, ada kalanya kita harus menentukan pilihan. Apalagi saat ini kubu KPSI selalu menekankan "harga mati" (ceileh harga mati, transfer fabregas aja masih bisa ditawar koq), jadi saatnya kita menentukan sikap mendukung kubu revolusioner (PSSI) yang telah memberi sedikit bukti nyata perubahan ke arah lebih baik, atau mendukung kubu KPSI yang diisi oleh orang-orang lama yang dulunya pernah bermasalah hingga FIFA pun turun tangan untuk membubarkannya.

"Ayooo, sana cari kuncinya di dalam rumah"

* * * * * * * * * * *

~~{[["P.S.K"]]}~~
Pengamat Sepakbola Koplaksiana
"Terkoplak Mengabarkan"

oleh : Bubup Prameshwara, SH (Specialis Humor)
Peraih gelar Humoris Causa dari UGM (Universitas Genteng Merah)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun