Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Yen Wani Ojo Wedi-wedi, Yen Wedi Ojo Wani-wani

24 Maret 2010   18:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:13 1139 0
Ini bermula dhawuhe simbahku suwargi. Waktu kelas lima sekolah dasar ada orang kirim santet. Untungnya kami dianggap waskita oleh para tetangga dan masyarakat sekeliling kami, sehingga santet itu tidak merusak atau pun menyentuh kami. Tujuan utama adalah diriku karena dianggap mengganggu bisnis tetangga. Padahal bisnisnya sangat sepele, beli pisang di pohon, lalu kutebang dan jual ke pasar; beli jagung yang masih menghijau di sawah, kupanen ketika siap dibakar. Waktu kecil aku tuh sudah peka terhadap usaha kecil-kecilan untuk meringankan beban keluarga yang perlu penyegaran hidup karena penghasilan bapakku cukup buat makan saja. Cukupnya karena diselingi bon dan utang. Jadi tiap bulan ada istilah ‘ngebon’ di toko China, namanya Bah Tongshin.

Berangkat dari pesan simbahku ini, aku semalaman tidak tidur. Selalu berjaga di dekat sentir (lampu minyak buatan sendiri menggunakan botol bekas kukasih sumbu kain tua yang dikenal sebagai gombal. Pengikat sumbu kubuat dari seng juga bekas tutup botol). Memang aku kreatif, dapat menciptakan sesuatu yang belum mampu kebeli. Kalau orang menggunakan minyak tanah dengan membeli, aku membuat minyak sendiri dari kelapa yang kudapatkan dari ngasak di perkebunan dekat rumah kami.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun