Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Dapatkah Adang dipidana seperti Ary Muladi?

11 Juni 2011   10:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:37 695 1
Hari ini, Komjen (Purn.) Adang Daradjatun di TV blak-blakan mengatakan "Saya akan melawan" proses hukum terhadap istrinya Nunun Nurbaetie. Mantan Wakapolri menilai banyak ketidakadilan dalam kasus cek pelawat pemilihan DGS BI tahun 2004.

(Berita di The Jakarta Post)


Terlepas alibinya, Nunun sudah jadi tersangka. Adakah pidana bagi orang yang sengaja "menyembunyikan" tersangka? (lihat tulisan Tri Hatmoko)

Ini pandangan hukumnya, menurut yang saya tahu.

Pasal 221 KUHP: barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan, atau yang dituntut karena kejahatan... diancam pidana maksimal 9 bulan.

TAPI ayat (2) mengatur bahwa hal ini tidak berlaku bagi keluarga sedarah, atau keturunan hingga derajat ketiga, atau suami/istri.

MESKI DEMIKIAN, mari kita lihat UU Tipikor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001

Pasal 21:
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara
langsung atau tidak langsung penyidikan
, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi,
dipidana dengan pidana penjara 3 sampai 12 dan atau denda Rp. 150 juta sampai Rp 600 juta.

sepanjang yang saya tahu, tidak ada pengecualian bagi keluarga sedarah atau suami/istri di pasal ini.

UU ini memang mengatur bahwa saudara, suami/istri bisa dibebaskan untuk menjadi saksi (pasal 35). Akan tetapi, tidak ada perlakuan khusus bagi saudara, suami/istri dalam hal menggagalkan atau merintangi penyidikan.

Sehingga, menurut saya, apabila Adang terbukti memfasilitasi keberangkatan Nunun dan atau persembunyiannya, maka ia dapat dijerat pasal 21 UU Tipikor ini, seperti halnya Ary Muladi yg didakwa menghalang-halangi penyidikan Anggoro Widjojo.

Banyak pakar berpendapat UU Tipikor adalah UU yang bersifat khusus (secialis), sedangkan KUHP umum (generalis).

Maka, menurut saya, dalam hal terdapat pasal-pasal yang berpotensi konflik dari dua aturan hukum yang berbeda, maka berlaku asas lex specialis derogat legi generali.

Artinya, ketentuan yang ada pada aturan yang bersifat khusus, mengesampingkan aturan yang sifatnya umum. Maka dalam hal ini maka penerapan ketentuan yang ada pada UU Tipikor sepatutnya tidak perlu dikhawatirkan bertentangan dengan KUHP.

Ada juga pandangan bahwa asas lex poteriori derogat legi priori, yang artinya ketentuan yang baru mengalahkan ketentuan yang lama. Revisi terkini UU Tipikor tahun 2001, sedangkan UU KUHP tahun 1951.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun