Aku hadir saat pintu rumah ditutup dan jendela tak lagi dibuka. Saat piaraan kembali ke kandang dan lampu jalan mulai dinyalakan.
Aku menyelinap disela barisan gunung purba. Berbekal tajamnya sorot mata. Goresan kuning kemerahan. Memeluki dedaunan.
Akulah yang menenggelamkan matahari. Jauh ke ufuk tempatnya berdiri. Dan mengangkat rembulan. Untuk temani sepi sang malam.
Kenapa hanya senja saja aku bertahta. Senja bagai masa tua. Yang lemah serta rapuh. Tunggui maut duduk bersimpuh.
Inilah aku. Warna jingga yang cemburu pada biru. Biru yang lebih lama. Selimuti langit tempatku mencinta.
Jakarta, 12.29
21 Mei 2019