Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Hikmah di Balik Angkutan Umum Dengan Ketidaktahuan

17 Maret 2012   07:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:55 607 0
Sebenarnya saya adalah seorang yang lebih sering menggunakan sepeda motor daripada menggunakan kendaraan lain. Namun, pernah suatu hari, motor yang biasa saya pakai itu rusak, dan benar-benar tidak bisa dipakai dan harus diperiksa di rumah sakit (baca bengkel).

Secara pekerjaan saya menuntut saya harus berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain, maka rusaknya motor saya saat itu tentu menghambat saya dalam bekerja.

Saya masih ingat betul kala itu, saya benar-benar kepikiran esok harinya saya harus naik kendaraan apa untuk bekerja. Alhasil, naik kendaraan umum harus saya jalani. Ini menjadi sangat berat, karena saya sudah lama sekali tidak menggunakan angkutan umum.

Setidaknya ada tiga hal yang membuat saya ragu naik kendaraan umum. Pertama, saya tidak tahu tarif angkot. Kalau saya kasih lebih nanti dikembalikan tidak sesuai tarif. Kalau dikasih kurang nanti dimarahin, kan malu.

Kedua, saya tidak tahu jurusan angkot itu kemana saja, dan saya tidak tahu angkot apa yang jurusanya sesuai dengan yang saya tuju. Ini ironis buat saya.

Ketiga, saya tidak tahu rute mana saja yang akan dilalui angkot tersebut, sehingga saya bak dilabirin di Jakarta. Ini ngenes, tapi nyata.

So, akhirnya esok hari tiba, dan saya sudah putuskan untuk naik angkot. Angkot yang saya tahu hanya angkot dari daerah rumah saya keterminal Kampung Rambutan. Selebihnya saya pasrah.

Untung ada beberapa teman yang memberi ancar-ancar, yang sebelumnya saya sudah tanya-tanya angkot apa saja dan arah mana yang menuju kantor saya dan lokasi yang akan saya tuju. Akhirnya, sesampainya di terminal kampung rambutan, saya mencari bus ac arah lebak bulus.

Rutenya pun sudah saya dapatkan di otak. Sekarang tinggal implementasinya saja. Dalam khayalan saya, dari kampung rambutan naik bus ac arah lebak bulus. Setelah itu ganti naik kopaja dan nyampelah saya kekantor saya. Saya senang saat itu. Tapi, saya tersadar, dari kantor saya ke lokasi naik apa?

Oke. Saya abaikan perasaan itu. Lalu saya pun mencari bus ac yang akan mengantarkan saya kekantor saya. Dari kejauhan saya melihat bus tersebut (maaf bukanya tidak mau menyebutkan bus acnya, tapi saya lupa namanya), pun saya bergegas naik bus tersebut. Saat itu, jam menunjukan pukul 06.00 WIB.

Seduduknya saya, saya lega karena bisa duduk manis dan diantarkan menuju tempat kerja dengan santai, tidak perlu menyetir, tidak perlu ngotot-ngototan sama pengendara lain, dan terpenting bisa tidur dalam perjalanan. Mantap.

Saya menikmati tiap menit yang ada kala itu. Saya berpikir, ternyata naik angkot itu enak juga. Cukup bayar dibawah Rp10ribu, sudah bisa merasakan bus ac jauh dekat dengan santai.

Lebih senangnya lagi, bus ac tersebut melewati kantor saya yang lokasinya tidak jauh dari Gandaria City. Senyum saya makin lebar, mata saya makin kepejem.

Akhirnya, saya sampai dikantor. Saat itu, suasana benar-benar berbeda. Badan terasa lebih bugar, dan mata tidak terasa berat seperti hari-hari biasa.

Setelah bertemu dengan atasan. Saya disuruh liputan disuatu tempat yang berlokasi di Hotel Dharmawangsa. Saat itu saya berpikir, angkot jurusan apa dan lewat mana yang mengarah ke Hotel Dharmawangsa.

Saya tanya kepada teman-teman. Mereka meledek. Saya tanya ke pacar, dia lagi kerja. Saya tanya Ibu, Ibu tidak tahu daerah situ. Saya tanya atasan saya, dia lagi rapat redaksi. Saya pasrah.

Saya pun berada dipinggir jalan didaerah Pakubuwono. Sesaat melihat kenek-kenek teriak-teriak manggil para penumpang. Saya yang sering berpapasan mata dengan kenek, lalu kenek menyambut dengan lambaian tangan, saya pun tertunduk. Takut.

Akhirnya, dengan kekuataan pasrah. Saya naik salah satu metro mini arah blok m. Didalamnya saya tanyakan kepada kenek arah Hotel Dharmawangsa. Saya pun mendapat jawabanya.

Saya diarahkan ke terminal blok m. Sesampainya, saya naik metro mini jurusan kemang yang katanya melewati Hotel Dharmawangsa. "Bang, saya turun di Hotel Dharmawangsa ya", kata saya. Kenek manggut-manggut.

Didalam perjalanan itu, saya banyak merenung. Ternyata cari uang itu susah ya. Panas-panas, berkeringat, cape, berjubel dengan pengguna angkot lainnya, ketemu preman,dan lain-lain. Setidaknya membuka sedikit mata saya, bahwa hidup tidaklah sekeras apa yang kita pikirkan. Karena kehidupan lebih keras ketika kita tidak mengkeraskan diri kita terhadap kehidupan kita.

Anyway, perjalnan itu sangatlah panjang. Bahkan, saya merasa kalau tujuan saya sudah terlewat. Namun, karena sudah memesan kepada kenek, saya santai-santai dengan perasaan, "kayaknya kelewat deh".

Lalu, metro mini tersebut putar arah dan ngetem. Didalam kaleng beroda nan panas, saya bertanya kepada kenek. Yang akhirnya saya menemukan jawaban ternyata temppat yang saya tuju kelewat. "Lah gimana, kan tadi saya bilangnya Dharmawangsa", kata saya kesal. Kenek masih manggut-manggut. Saya curiga dia berasal dari luar negeri, makanya tidak mengewrti bahasa Indonesia.

Pun setelah 2 jam perjalanan dari Pakubuwono ke Hotel Dharmawangsa yang nyasar saya sampai juga di Hotel Dharmawangsa. Sesampainya saya sudah tidak terkejut lagi kalau acara liputanya sudah selesai.

Untung bertemu dengan Humas acara tersebut, sehingga saya tidak perlu meringis akibat diajak jalani-jalan ga jelas sama metro mini.

Tapi, acara kembali dimulai ketika saya sadar ternyata saya tidak tahu angkot apa yang menuju kantor saya. Suksesnya hari itu.

Setelah 1 jam menunggu dan bertanya, akhirnya saya menemukan angkot tersebut yang akhirnya saya sampai juga di kantor saya.

Sesampainya, saya menghadap redaktur dan menyampaikan pengalaman saya. Namun, sebelum bercerita panjang lebar, redaktur mengatakan, "Kamu tadi buru-buru banget. Kalau kamu ngga pakai motor tadi aku mau nawarin kamu naik mobil kantor lho. Tadi aku rapat, makanya mau sampaikan rada susah. Pas balik keruangan kamu sudah jalan. Yoweslah",katanya.

Saya termenung. Dan akhirnya mengurungkan niat tersebut untuk menceritakan pengalaman naik angkot tadi. Setidaknya saya sudah setor berita. Akhirnya saya pulang, dan sekali lagi saya bingung naik angkot apa. Setelah menelpon orang sana-sini, akhirnya saya tahu mau naik angkot apa.
Benar-benar kenikmatan naik angkot yang tiada taranya. Bahkan, hingga sekarang saya bisa pastikan saya lupa naik angkot apa saja kekantor saya.

Salam perdamaian wahai jalanan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun