Ini adalah tulisan kedua saya tentang wacana neo-p4 yang dikemukakan oleh Mendiknas M. Nuh. Pendapat saya tetap sama, bahwa pembangunan karakter bangsa yang anti anarkis tidak bisa melalui kursus singkat. Karena itu saya menolak gagasan neo-p4 tersebut. Dalam tulisan pertama, saya kemukakan bahwa: bangsa ini anarkis, karena sistem hukum kita sakit dan karenanya pemerintah harus menyehatkan sistem hukum kita agar generasi yang anarkis tidak bertambah banyak. Selanjutnya, dalam tulisan ini saya berargumen bahwa: bangsa ini anarkis, karena frustasi dengan ke-tidak-merdeka-an yang dialaminya. Dan itu berhubungan lho dengan lagu nasional? Lho kok lagu? Mari kita bahas.
Orang Indonesia mungkin ada yang tidak hafal Pembukaan UUD 1945 atau Pancasila, tapi pasti hafal Indonesia Raya. Bahkan Orang Indonesia mungkin ada yang tidak tahu nama Mendiknas-nya, tetapi pasti tau Indonesia Raya. Saat atlit kita meraih juara pertama di kompetisi antar bangsa, Indonesia Raya lah yang diperdengarkan. Saat Presiden kita disambut oleh kepala Negara lain dalam suatu upacara kenegaraan, Indonesia Raya lah yang dikumandangkan. Saat kita butuh batre untuk menghidupkan semangat kebersamaan atau butuh embun untuk mendinginkan panasnya debat, Indonesia Raya lah yang kita nyanyikan.
Besar sekali makna Indonesia Raya bagi bangsa ini. Kenapa demikian? Karena Indonesia Raya adalah jiwa dari Indonesia. Indonesia Raya-lah yang menyatukan berbagai suku bangsa untuk tetap berhimpun dalam satu Negara bernama Indonesia ini. Siapapun orang Indonesia itu, mau kaya atau miskin, mau pintar atau bodoh, mau ganteng atau jelek, mau gendut atau kurus, mau partainya beraliran nasionalis, agamis, kapitalis, atau apapun, semua menyanyikan Indonesia Raya dengan nada yang sama dan lirik yang sama. Saat peraturan hanya dianggap milik orang-orang pintar, saat pengadilan dianggap hanya milik orang-orang kaya, saat kekuasaan hanya dianggap milik orang-orang partai; maka satu yang dimiliki seluruh orang Indonesia apapun keadaannya, yaitu: lagu Indonesia Raya.
Saat Timor Timur merdeka, sebagian hukum Indonesia masih berlaku untuk sementara waktu disana berdasarkan asas Ketentuan Peralihan, tetapi mereka sudah pasti tidak akan menyanyikan Indonesia Raya lagi. Karena itu, kelompok apapun yang tidak ingin lagi berhimpun dalam wadah Negara Indonesia ini pasti membenci Indonesia Raya dan menyanyikan lagu mereka sendiri.
Mengapa Indonesia Raya begitu penting untuk bangsa ini? Karena lagu itulah yang ikut melahirkan Indonesia. Lagu itu sudah eksis sebelum Negara bernama Indonesia ini lahir. Belanda dan Jepang pernah mencoba memberangus lagu itu dari pikiran dan hati bangsa Indonesia, tetapi mereka gagal total. Sebelum bangsa ini mengikatkan diri dalam suatu konstitusi bernama UUD 1945, Indonesia Raya lah yang telah mengikat kita semua. Indonesia Raya lah yang dinyanyikan bersama-sama setelah pengibaran merah putih pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dengan Indonesia Raya itulah kita merdeka dan dengan kemerdekaan itu kita percaya akan ada kemakmuran dan kejayaan disana. Bukankah Bung Karno yang menjanjikan itu? Bukankah Bung Karno yang mengatakan kemerdekaan adalah jembatan emas menuju kemakmuran semua anak bangsa?
Tapi sekarang coba kita lihat apa yang sudah dipertunjukkan oleh pemerintahan demi pemerintahan kepada kita. Katanya perekonomian untuk kemakmuran bersama, tetapi kenapa hanya segelintir keluarga yang makmur? Katanya fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara, tetapi kenapa pengemis dan anak jalanan banyak sekali di emperan jalan? Katanya semua orang kedudukannya sama di mata hukum, tetapi kenapa penjahat kaya susah dihukum? Katanya pasukan bersenjata kita untuk melindungi segenap tumpah darah kita, tetapi kenapa pemerintah masih saja beli senjata sama Negara yang mengembargo alutsista kita?
Katanya tanah dan air kita kaya, tetapi kenapa banyak rakyat yang miskin dan hutang luar negeri menggunung?
Kalau kondisi-kondisi itu cuma berlangsung 2-3 tahun saja, mungkin bangsa ini masih sabar. Tapi karena bangsa ini telah bertahun-tahun dalam kondisi tersebut dan bertahun-tahun miskin dan tertindas, ya frustasi lah. Ada anak bangsa yang frustasi karena tidak punya tanah lagi untuk dijual. Ada anak bangsa yang frustasi karena gagal terus jadi pns, bukan karena bodoh tapi karena kalah oleh mereka yang bayar ‘uang pelicin'. Ada anak bangsa yang frustasi karena menganggur, padahal mobil mewah pemilik tambang atau pabrik berseliweran di depan mata mereka. Ada anak bangsa yang frustasi karena listrik di daerahnya sehari nyala dan sehari mati, padahal bahan bakar untuk pembangkit listrik itu diambil dari tanah di daerahnya. Ada anak bangsa yang frustasi karena merasa terkekang oleh orang tua atau guru di sekolahnya. Percayalah, selain mereka, banyak anak bangsa lain yang frustasi dengan alasannya masing-masing. Dan ketika sistem hukum ini sakit, maka tidak takutlah orang-orang frustasi itu dalam melakukan aksi anarkis.
Karena itu, tugas utama pemerintah adalah memastikan bahwa tanah dan air yang kaya ini membuat bangsanya juga kaya. Kita bisa kok hidup mandiri. Kita punya sumber daya dan pasar yang besar. Kita pasti bisa menghidupi diri sendiri. Apa yang dibutuhkan industri adalah listrik, jalan, rel, telepon, dan alat angkut. Apa susahnya memiliki itu semua? Kita punya minyak, batu bara, dan mungkin uranium di perut bumi kita. Kita punya aspal, semen, dan besi yang tinggal ditambang. Pengguna telpon selular kita sudah menjangkau pelosok desa. Mau buat kapal laut? Apa susahnya? Saat Columbus masih muntah-muntah belajar jadi pelaut, nenek moyang kita sudah berkelana keliling dunia membawa kapur barus untuk mengawetkan mayat raja-ratu dari klien-klien mereka. Mau buat pembangkit listrik? Apa susahnya? Kapal terbang pun kita sudah bisa buat.
Coba terangkan dengan bahasa yang bisa saya mengerti: kenapa dengan semua kelebihan itu masih banyak anak bangsa yang miskin?
Pernah saya dengar pejabat pemerintah mengatakan bahwa orang itu miskin karena malas. Sebagian itu sangat benar. Tetapi, coba lihat para pelaut kita, para petani penggarap sawah dan ladang kita, para buruh pabrik kita, para supir angkutan kita, para prajurit dan polisi kita yang jujur, dan yang lainnya; apakah mereka itu orang-orang malas? Kalau anda bilang iya, berarti otak anda sudah rusak. Mereka adalah bangsa Indonesia yang sejati. Merekalah para pejuang, para pekerja keras. Merekalah generasi Indonesia Raya yang sejati. Tapi apa yang mereka dapat? Hanya kemiskinan.
Jika anak bangsa yang bermental pejuang dan pekerja keras itu adalah mereka yang memiliki karakter sejati sebagai anak bangsa Indonesia, mengapa Indonesia tetap jadi Negara miskin? Bukankah jumlah mereka banyak? Jawabannya cuma satu: karena pemerintahnya tidak memiliki mental pejuang dan pekerja keras seperti itu. Para penguasa di pemerintahan justru cenderung bermental pengemis, pemalas, dan penjajah.
Dengan demikian, bersama ini saya menyimpulkan bahwa generasi Indonesia Raya yang sejati adalah generasi yang bermental pejuang. Kehendak Indonesia Raya yang sejati adalah menjadi bangsa yang merdeka; bangsa yang makmur, adil, dan sejahtera. Dan masalah sejati dari bangsa ini adalah: kurangnya keberanian dan keikhlasan dari para pimpinan pemerintahan kita.
Akhir kata, kalau kita bicara tentang pembangunan karakter bangsa ini, mulainya bukan dengan mengkursuskan masyarakat. Tapi mulailah dengan merubah mentalitas pemerintahan. Jika pemerintah tetap pengecut dalam berhadapan dengan para internasionalis dan tidak mau membersihkan sistemnya dari penyakit korupsi dan kolusi jahat, maka bangsa ini pasti akan tetap miskin. Dan selama anak bangsa ini masih banyak yang miskin, maka selama itu pula bibit-bibit anarkisme akan selalu ada. Semakin lama ini berlangsung, pasti akan semakin banyak orang yang berpikir untuk mengganti lagu Indonesia Raya dengan lagu mereka sendiri.
Bertindaklah pak. Takutlah hanya kepada Allah.