Jakarta adalah kota yang istimewa sejak ia bernama Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, Jaccatra hingga Jakarta seperti sekarang. Dari dulu keistimewaannya sudah diterawang baik oleh para penguasa lokal hingga korporasi global. Posisi geografisnya memang mencirikan cikal-bakal kota besar. Itulah kenapa banyak istana-istana dibangun oleh para penguasa siapapun orangnya. Namun sebagaimana layaknya sebuah kota besar maka muncul pula problematika besar khas kota besar. Kebutuhan akan ruang, mobilitas yang lancar, pertumbuhan pesat populasi, bencana alam dan lain sebagainya adalah beberapa tuntutan solusi akan masalah yang menjangkiti kota besar. Karena itu maka kepemimpinan menjadi hal yang vital untuk mengatur Jakarta. Kepemimpinan menjadi faktor krusial memiimalisir problematika. Sejak masih dipimpin oleh Walikota Soewirjo pada zaman revolusi '45 hingga meningkat status dipimpin gubernur pada 1960 segala macam gaya kepemimpinan telah dicoba agar Jakarta layak sebagai Ibukota. Tetapi pada dasarnya dari 16 gubernur yang sudah ada maka terstrukturlah gaya kepemimpinan menjadi: a la militer dan a la birokrat. Unsur militer mendominasi wajah kepemimpinan DKI Jakarta sedangkan birokrat terwakili dengan jelas pada gubernur sekarang.
KEMBALI KE ARTIKEL