Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Mengapa Aku Pilih Kembali Bekerja di Malaysia?

20 April 2014   02:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:27 1165 1
Beberapa bulan lalu aku memutuskan untuk kembali tinggal dan bekerja di Malaysia setelah selama tiga tahun bekerja di Indonesia. Hampir semua rekan dan keluarga yang kujumpa bertanya keheran heranan, mengapa aku kembali ke Malaysia. Tentu saja mereka tertanya tanya karena bekerja di Malaysia tidaklah sama dengan bekerja di tanah air. Bekerja di malaysia tidak boleh lebay, tidak boleh boleh manja dan jangan coba coba mogok atau demo seenaknya! Perbandingan kadar gaji saat ini tidaklah jauh sangat, dua kali lima kata orang Malaysia, sebelas dua belas kata orang Indonesia. Bahkan UMP di beberapa provinsi Indonesia lebih tinggi dari upah minimun yang Malaysia yang diberlakukan sejak Januari 2014. Dari segi perhitungan upah lebih masa dan insentif lainnya di Malaysia memang sangat tidak menyenangkan berbanding Indonesia. Lalu apa ayng membuat aku kembali kesini?

Perkawinan Dua Negara

Seperrti yang sudah ditentukan takdir Allah SWT aku menikah dengan wanita warga negara Malaysia. Sudah ditentukan undang – undang juga kalau kami memerlukan dokumen khusus, baik itu membawa istri tinggal di negaraku atau aku tinggal di negara istriku. Aku ingin jadi warga yang baik dan melakukan segala sesuatu sesuai dengan peraturan, tapi di Indonesia sukar untuk mendapat peluang seperti itu. Pengalaman mengurus pasport membuat aku trauma dan fobia berurusan dengan instansi negara RI. Kalau saya mengaluarkan 1 juta Rupiah lebih untuk pasport yang se3harusnya hanya 250 ribu rupiah. Saya tidak bisa memmbayangkan berapa yang harus kubayar untuk KITAS/KITAP istriku. Dengan pendapatan rata rata 4 juta/bulan aku bisa miskin papa kehabisan uang untuk urusan dokumen dan administrasi di kantor imigrasi. Cara paling mudah untuk membawa istriku tinggal di Indonesia yaitu dengan membuatkan KTP aspal untuknya, biayanya cuma sekitar 100 ribu Rupiah. Tentu saja KTP aspal bukanlah ide yang baik dan aku tak akan melakukannya. Opsi kedua, aku tinggal di Malaysia. Prosedurnya agak rumit tapi lurus. Biaya pengurusan tahun pertama memang cukup besar, RM 1105 sudah mencakup visa dan uang cagaran/jaminan yang akan dikembalikan pada masa yang ditentukan, untuk tahun berikut hanya RM 105/tahun. Beberapa stemp/prangko dan blangko juga memerlukan bayaran tapi tidak banyak dan tidak kuatir terkena pungli karena harga blangko dicetak dengan jelas di sudut setiap blangko. Adapun kerumitan yang kumaksud yaitu harus ke sana kemari mengurus pengesahan dokumen dan rekomendasi bahkan sampai harus ketemu langsung pejabat daerah. Dari kesemua kantor yang kudatangi tak satupun yang minta uang adminstrasi, bahkan ada pejabat yang menyarankan untuk membuat surat rayuan mengurangi bayaran kalau saya merasa RM 1105 itu terlalu berat. Aku terasa mau menangis, di negara sendiri aku tidak dilayan seperti ini. Aku malah merasa seperti dirampok oleh pagawai Kanim ketika membuat paspor.

Anak Indonesia Dididik Menjadi Koruptor Sebelum Jadi Janin

Setiap orang tentu mengininkan keturunan, jika dikurniakan keturunan lalu apa yang terjadi pada mereka kalau tinggal di Indonesia? Saya mrngatakan anak Indonesia dididik menjadi koruptor sebelum menjadi janin berdasarkan pengalaman saya mengurus segala dokumen untuk utuk urusan pernikahan saya dan juga untuk pernikahan adik saya. Aku tak tau dimana salahnya dan aka tak ingin keturunanku terkontaminasi dengan virus korupsi yang sudah menjadi urat nadi orang Indonesia.

Aku tetap berharap keadaan berubah menjadi lebih baik agar aku bisa kembali ke Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun