Hujan cukup deras membelainya mesra.
Pada sebidang tanah di pekarangan.
Juga pada pot-pot bunga yang tertata rapi di depan rumah.
Titik-titik airnya menghunjam dalam.
Meresap melalui kapiler-kapilernya.
Dan menjamah semakin dalam.
Melukiskan guratan-guratan cinta abadinya.
Cintaku padamu ...
Apakah seperti Romeo dan Juliet?
Gelora cinta nafsu yang terkubur.
Dan hilang bersama ego
Cintaku padamu ...
Apakah seperti Rama dan Shinta?
Cinta berselimut keangkuhan
Dan pengorbanan yang tiada arti lagi.
Cinta dan rindunya tanah dalam diam.
Meskipun hujan hilang entah ke mana.
Meskipun kilat dan angin memporak-porandakan.
Tanah merantai waktu dengan kesetian cinta abadinya.
Haruskan aku menunggu percumbuan hujan pada tanah?
Aku cemburu pada kesetiannya.
Akan kuganggu hujan dengan payungku.
Akan kuinjak-injak tanah dengan sepasang sandalku.
Seandainya kamu ada di sisiku ...
Irama rintik hujan pun terdengar syahdu.
Aku rela hawa dingin menyelimuti.
Dan bau tanah basah membangkitkan diriku.
Aku tidak hanya diam menatapmu dalam.
Pelukmu erat membakar jiwaku.
Peluh mengembun diantara desah nafas
Kita akan seperti tanah yang sedang melepas rindunya ....
Solo.04.12.2018