Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Bukan Romeo dan Juliet...

20 Maret 2011   03:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:37 134 0
Hanya sekuntum mawar untukmu..
Hanya cinta yang tulus, tlah bersemi dihatiku..
Hanya waktu yang akan bicara..

Aku ada diantara sukamu
Dan aku tetap ada diantara dukamu
Kau adalah imajinasi dari kesungguhanku...
.....
...
.

Aku adalah bagian keping dari suatu cerita tentang asmara dimana jalinan cintaku tak semulus aspal di jalan tol atau tak seharum bunga melati, tapi yang pasti hubungan cinta kami sehangat sinar mentari, aku dan yanti menikmati semua ini sekalipun tidak semudah yang kami bayangkan.

orang tuaku dan yanti adalah tipe spesies ajaran produk jaman dulu, sehingga tak akan pernah mengerti akan demokrasi anak terhadap keinginannya. Walaupun dengan dalih untuk kebahagian anak tapi sesungguhnya, kamilah yang akan menikmatinya terutama dalam hak memilih pasangan hidup.

Kedua orang tuaku dan yanti bersikeras dalam memposisikan keorangtuaannya akan keputusan mereka dalam memilih pasangan hidup kami tanpa perlu menunggu rekomendasi dari kami. Maka terciptalah kebencian yang mendalam seperti berselimut di pagi hari, enggan untuk turun dari ranjang. Di jaman era modern telah dikamuflasekan dengan riwayat siti nurbaya, ataukah jaman belum berganti.. atau ideologi orang tua kami yang masih kolot.

Emosiku sudah tak kuasa, rasa rindu yang tlah lama dibelenggu membuat hati yang selama ini terisolasi terkuak lepas. Antara benci dan rasa sayangku kepada orang tuaku bercampur aduk tak merata membuat suatu keputusan yang aku sendiri menyesalinya. Yah.. aku harus meninggalkan mereka yang selama ini menyayangiku.

Aku dan yanti kekasihku pergi meninggalkan ideologi keterbelakangan, melupakan masa-masa kasih sayang demi mewujudkan cinta kasih diantara kami, dan ini adalah suatu keputusan dengan segala resiko. Hari demi hari kami lewati kebahagian dan semua ini bagian dari skenario dengan tendensi kebersamaan, dan kami menikmatinya tanpa harus berdiskusi dengan duka dan hanya keceriaan melewati hari-hari kami.

Apapun dan bagaimanapun kami masih mempunyai orang tua, dan terkadang masih ada rasa rindu dengan mereka dan akupun setidaknya ingin mengetahui kabar orang tuaku. Dari banyak berita yang aku terima diketahui bahwa ayahku sakit keras dan berita ini mengganggui fikiranku. Kadang-kadang walaupun ayahku orang yang keras dengan pendiriannya tapi beliau adalah seorang ayah yang menyayangi keluarganya.

Aku dan yanti kekasihku memutuskan untuk menemui ayahku, dan kami pergi ke rumah sakit dimana ayahku dirawat. Sesampainya di sana kami tidak dapat menemui beliau, dari berita yang aku terima bahwa ayahku sudah meninggal dan sudah di pulangkan kerumah. Suatu berita yang membuat aku terkulai lemas...

Aku dan yanti kekasihku bergegas menuju kerumah dengan perasaan yang tak menentu, aku hanya membayangkan beberapa tahun yang lalu antara aku dan ayahku yaitu ketika pertama kalinya aku mulai belajar naik sepeda, dengan sabar ayahku membimbingku sampai akhirnya aku bisa. Ah.. semua kenangan indah masih melekat di fikiranku.

Suasana duka mewarnai rumah bercat pitch dengan gaya rumah etnik, bendera kuning ditancapkan di depan rumah menandakan bahwa rumah tersebut sedang berkabung. Hatiku berdebar melangkah yang tak pasti menuju teras depan rumah, beberapa raut wajah memalingkan wajah menatap kehadiranku dan yanti.

Aku terpengarah bahwa diantara tamu yang hadir aku melihat sosok yang aku kenal, dia adalah orang tua yanti. Begitupun dengan mereka terkejut melihat kehadiran kami terutama yanti, dan kamipun bertanya-tanya ada apa gerangan.?? Yang aku tahu bahwa kehadiranku dirumah yanti tidak pernah mendapatkan respon yang baik.

Ibukku menangis pilu ketika melihatku, dan menceritakan bagaimana ayah sangat merindukanku karena aku tahu bahwa selama ini ayahlah yang selalu memanjakanku dari anak semata wayangnya. Ibuku bercerita apa yang selama ini yang dikekangkan kepadaku adalah suatu perbuatan keliru dan ayah menyadarinya itu dan berharap aku untuk segera pulang tapi apa mau dikata Tuhan punya rencana lain.

Ibuku juga memperkenalkan sosok yang selama ini menjadi musuhku yang tidak lain adalah orang tua yanti, dan menceritakan bahwa kepada merekalah kelak putrinya di jodohkan kepadaku. Aku terkejut, begitupun dengan mereka termasuk ibukku. Karena selama ini baik aku dan yanti selalu ditentang untuk behubungan, dan selama ini juga tak ada seorangpun diantara kami mengetahuinya. Aku terkulai lemas, antara penyesalan dan rasa bersalah terhadap ayahku dan semua itu tak ada gunanya...

Untuk pertama kalinya aku meneteskan air mata. Aku buka kain yang menutupi wajah ayahku, suatu sosok seorang ayah berwajah pucat pasi dengan raut wajah yang sendu. Kucium wajah itu, dan setetes air mataku jatuh dikening wajah ayahku dan sebuah tangan halus menyeka dengan perlahan membersihkan kening wajah ayahku tak lain adalah yanti. Wajah ayu itupun basah oleh air matanya...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun