Presiden SBY dan Wapres Boediono yang berhasil memenangi Pilpres tahun 2009 dalam satu putaran dengan kemenangan mutlak ini sudah menjabat hampir 6 bulan terhitung semenjak dilantik pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2009.
Selama masa jabatannya yang sudah setengah tahun ini, geliat dan gebrakan pemberantasan korupsi terasa hambar dan kurang greget jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
Jika pada periode sebelumnya, saat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) masih dipimpin oleh Antasari Azhar, sangat terasa hentakan dan gebrakannya. Dalam arti kata, unjuk kinerjanya cukup memuaskan dan prestasii hasil yang ditunjukkannya pun sangat disignifikan.
Selama setengah tahun terakhir ini, jika boleh dibilang sebagai prestasi yang menonjol, justru terlihat di upaya pengkriminalisasian terhadap para pimpinan KPK.
Penanganan terhadap kasus-kasus korupsi yang lainnya juga terlihat tanpa greget dan tak tuntas.
Tindak lanjut terhadap penyelesaian kasus Skandal bailout bank Century, seperti sengaja diambangkan oleh pemerintah dan lembaga penegak hukum yang berwenang. Upaya yang dilakukan oleh DPR dalam menangani kasus ini juga sangat terlihat sebagai upaya tak sepenuh hati.
Upaya untuk mengungkapkan berbagai kasus markus (Makelar Kasus) yang terjadi di Kepolisian dan Kejaksaan serta Kehakiman, justru melenceng arahnya. Pihak yang berwenang malahan lebih bersemangat untuk menangkap dan menginterograsi Susno Duadji, daripada mencekal dan menahan mereka-mereka yang ditengarai sebagai markus.
Geliat upaya pemberantasan korupsi bagaikan terjebak di labirin yang berujung buntu. Tembok tebal yang berlapis-lapis seperti sengaja dibangun untuk melindungi pihak-pihak yang patut diduga terlibat dalam kasus-kasus hukum.
Bahkan KPK yang sangat diharapkan untuk dapat berperan aktif di situasi yang demikian ini, tiba-tiba seperti kehilangan nyali dan tak bertaji lagi.
Sementara itu duet pimpinan nasional, dalam hal ini adalah Presiden dan Wakil Presiden juga tidak menunjukkan respon yang memadai. Bahkan boleh dibilang sama sekali tak terlihat telah mengambil tindakan dan langkah nyata untuk mengatasi hal itu.
Jika pun boleh dikatakan sebagai respon dan tindakan serta langkah nyata, maka itu barulah sebatas respon dalam bentuk pidato saja.
Sungguh sesuatu hal yang sangat kontras jika dibandingkan dengan jargon dan slogan serta janji kampanye di Pilpres 2009 lalu yang seolah-olah serasa pancen oye.
Semuanya ini tentu menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Sehingga banyak kalangan yang kemudian pesimis dan skeptis dengan itikadnya pihak-pihak yang berwenang. Masa depan upaya pemberantasan korupsi menjadi terlihat suram.
Berkait dengan hal itu, ternayta masih ada beberapa kalangan yang masih melihat setitik harapan.
Paling tidak, situasi ini masih dapat diperbaiki setelah Pilpres di tahun 2014 mendatang, jika para pemilih tak lagi mengalami salah pilih.
Untuk itu, kalangan tersebut mewacanakan untuk menduetkan pasangan yang memiliki tekad dan kemampuan untuk memperbaiki keadaan menjadi lebih baik daripada yang sekarang.
Namun dalam mencari duet pasangan yang pas itu haruslah realistis. Dalam arti kata memperhitungkan kemungkinan dukungannya serta tingkat keterpilihannya.
Mengingat duet pasangan yang dapat ikut di Pilpres hanyalah pasangan yang didukung oleh partai politik dengan suara perolehan di pilegnya memadai dan mencukupi.
Maka yang paling realistis adalah mencari duet pasangan yang paling tidak salah satunya disukung oleh parpol besar, semisal Demokrat atau Golkar atau PDIP.
Jika melihat hasil perolehan suara di pileg yang kemarin, maka hanya partai Demokrat sebagai satu-satunya parpol yang mampu mengusung pasangan tanpa perlu bantuan tambahan suara dari parpol lainnya.
Alangkah baiknya, jika Demokrat mulai mempertimbangkan calon dari TNI, agar mempunyai keberanian dalam bersikap dan bertindak.
Jika Demokat berniat dan mau maka sesungguhnya ada salah satu anggota TNI yang sangat potensial untuk itu, yaitu Mayor Jenderal TNI Pramono Edhi Wibowo yang saat ini menjabat sebagai Panglima Kodam III Siliwangi.
Mayjen Pramono Edhi Wibowo yang adik kandungnya ibu Ani Yudhoyono ini pernah menjabat sebagai Danjen Kopasus.
Perwira tinggi bintang dua yang lahir di Magelang pada 5 Mei 1955 ini juga pernah menjadi Ajudan Presiden, disaat Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden.
Kemudian untuk menambah tingkat keterpilihannya, Pramono Edhi Wibowo harus diduetkan dengan seseorang yang namanya cukup populer di kalangan rakyat.
Salah satu sosok yang selayaknya harus dipertimbangkan yaitu mantan Kabareskrim yang dilengserkan, Komisaris Jenderal Polisi Drs. Susno Duadji, S.H, M.Sc.
Disamping namanya populer di kalangan masyarakat segala strata, Susno Duadji juga dikenal mempunyai tekad dan kemauan serta kemampuan untuk membenahi upaya pemberantasan korupsi.
Beberapa kalangan memang ada yang masih skeptis dengan apa yang telah dilakukan oleh Susno Duadji pada akhir-akhir ini.
Dinilainya, Susno merupakan sosok yang oportunis mengingat track recordnya tak menunjukkan kesesuaian dengan tindakannya pada akhir-akhir ini yang gencar mengungkap kasus-kasus korupsi dan kasus markus hukum.
Untuk itu, ada baiknya jika ditelusuri rekam jejak langkah Susno sebelum menjabat menjadi Kabareskrim.
Susno yang lahir di Pagar Alam Sumatera Selatan pada tanggal 1 Juli 1954 ini sebelum diangkat menjadi Kabreskrim, pernah menjabat sebagai Wakil Ketua PPATK dan Kapolda Jawa Barat.
Saat menjabat sebagai Wakil Ketua PPATK sudah cukup banyak kasus-kasus korupsi yang terungkap berkat dukungan data dari PPATK.
Lalu saat menjabat sebagai Kapolda Jabar, menurut beberapa kalangan, komitmen dan sepak terjangnya cukup mengesankan.
Berkait untuk mengetahui rekam jejaknya Susno saat menjabat sebagai Kapolda Jabar, maka salah satunya cara untuk menelusurinya dapat dilihat dari pemberitaan media massa.
Salah satu media massa yang tepat untuk ditelusuri adalah surat kabar Pikiran Rakyat, mengingat koran ini merupakan salah satu media cetak daerah yang cukup diperhitungkan untuk liputan wilayah propinsi Jawa Barat.
Beberapa cuplikan pemberitaannya yang masih dapat ditelusuri, diantaranya adalah sebagai berikut :
1)
Berita tanggal 17/09/2008, ‘ Kapolda Ancam Copot Kapolsek dan Kapolres ‘ . Cuplikan dan kutipan beritanya sebagai berikut =
…..Kapolda Jabar Irjen Pol. Drs. Susno Duadji akan mencopot jabatan kapolsek dan kapolres yang membiarkan peredaran minuman keras (miras) di wilayahnya. Ancaman pencopotan dikemukakan kapolda menyusul tragedi pesta miras di Indramayu yang menewaskan 17 orang.
“Saya tidak ingin pejabat polisi membiarkan wilayahnya menjadi peredaran miras. Saya prihatin sekali dengan peristiwa di Indramayu”, ujar Kapolda.
Kapolda menuturkan, bila ditemukan ada warung yang masih bebas menjual miras siap-siap saja dicopot dari jabatannya.
Kapolsek dinilai paling bertanggung jawab, sebab merupakan rantai komando terdepan yang langsung berhadapan dengan masyarakat, sedang Kapolres merupakan perwira pembinanya.
Ancaman pencopotan, sebelumnya juga diungkapkan Kapolda Susno saat buka puasa bersama di Polwil Cirebon. Intinya, kapolda meminta seluruh wilayah Jabar terbebas dari peredaran miras secara liar dan bebas.
Kapolda juga sempat menyinggung soal kedisiplinan anggota polisi di lingkungan Polda Jabar terkait keberadaan miras. Kembali ancaman dikemukakan, kali ini kepada anggota polisi yang ketahuan suka menenggak miras atau mabok-mabokan.
Ditegaskan, kepangkatan anggota polisi yang ketahuan mabok-mabokan akan ditangguhkan atau bahkan diturunkan kepangkatannya. Hal sama untuk tindakan tercela lainnya, termasuk apabila terlibat kriminalitas.
“Saya tidak mau dengar ada polisi ribut dengan isteri karena pengaruh miras. Sanksi bagi polisi yang kerjanya mabok-mabokan di sel selama 100 hari dan kenaikan pangkatnya ditunda”, kata dia menandaskan…..
2)
Lalu, berita tanggal 05/09/2008, ‘ Bisakah Jabar Jadi Provinsi Agamis ? ‘ . Cuplikan dan kutipan beritanya sebagai berikut =
…..Mustahil Jabar menjadi ‘Provinsi Agamis’ apabila para pejabat pemerintah dan swastanya masih bermental korup dan melakukan praktik korupsi.
Karenanya, korupsi harus diberantas secara tuntas, dan mesti dimulai dari jajaran pemerintahan teratas di Provinsi Jabar.
“Pungli atau korupsi di kepolisian di Jabar mustahil diberantas, kalau kapoldanya masih membiarkan pungli dan menerima setoran anak buah. Karena itu, seorang kapolda, kapolres, dan kapolsek harus memberi contoh nyata tidak korup. Dengan begitu, barulah anak buahnya akan mencontohnya”, kata Kapolda Jabar, Irjen Pol. Susno Duadji, S.H.,M.H.,MSc dalam diskusi terbatas Focus Group Discussion (FGD) di ruang serba guna (RSG) Unpad, Jln. Dipati Ukur, 35 Bandung…..
3)
Selanjutnya, berita tanggal 10/02/2008, ‘ Jangan Pernah Setori Saya ‘ . Cuplikan dan kutipan beritanya sebagai berikut =
…..Kapolda Jabar Irjen Pol. Drs. Susno Duadji, S.H., M.Sc., mengumpulkan seluruh perwira di Satuan Lalu Lintas mulai tingkat polres hingga polda.
Para perwira Satlantas itu datang ke Mapolda Jabar sejak pagi karena diperintahkan demikian. Pertemuan itu baru dimulai pukul 16.00 WIB.