Presiden SBY pada tanggal 13 Nopember 2008 yang telah lalu, menerbitkan Keppres nomor 28 Tahun 2008.
Keppres yang menugaskan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai pelaksana harian tugas-tugas Presiden.
Keppres tersebut diterbitkan, sehubungan dengan kunjungan kerja Presiden ke luar negeri, selama kurang lebih delapan hari, terhitung mulai tanggal 13 Nopember 2008 sampai dengan 26 Nopember 2008.
Wakil Presiden, saat itu dijabat oleh Jusuf Kalla, ditugaskan untuk melaksanakan tugas sehari-hari Presiden.
Penugasan dengan lingkup tugas yang sebagaimana dimaksudkan oleh Keppres nomor 8 Tahun 2000 tentang penugasan Wakil Presiden melaksanakan tugas Presiden dalam hal Presiden sedang berada di luar negeri.
Di dalam Keppres tersebut, dijelaskan bahwa tugas Wakil Presiden sebagai pelaksana tugas Presiden itu antara lain meliputi memimpin sidang kabinet, memberi pengarahan pelaksanaan kebijakan kepada para menteri, melakukan koordinasi dengan pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, melantik Duta Besar berkuasa penuh Republik Indonesia, menerima tamu negara dan menerima surat kepercayaan dari Duta Besar pemerintah negara asing, dan tugas pemerintahan sehari-hari lainnya.
Lalu, pada tanggal 20 Nopember 2008, di kantor Wakil Presiden di gelar rapat kabinet terbatas yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sesuai dengan yang diamanatkan didalam Keppres tersebut, maka status dan posisi Wakil Presiden pada saat rapat itu digelar adalah sebagai pelaksana tugas Presiden.
Rapat tersebut dihadiri antara lain oleh Gubernur BI Boediono, Menkeu Sri Mulyani, Menperin Fahmi Idris, Meneg BUMN Sofyan Djalil, Kepala BKF Anggito Abimanyu, Staf Khusus Presiden urusan Timteng Alwi Shihab.
Pada rapat yang dipimpin oleh pelaksana tugas Presiden tersebut, antara lain dibahas juga mengenai situasi dan keadaan ekonomi nasional.
Selama rapat tersebut berlangsung, Boediono selaku Gubernur BI dan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan merangkap Menteri Koordinator Perokonomian sekaligus sebagai Ketua KSSK, tidak menyampaikan bahwa keadaan ekonomi nasional Republik Indonesia lagi genting dan gawat serta mencekam akibat bahaya sistemik yang teramat sangat membahayakan bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Dimana tingkat kegentingannya itu dapat membuat eksistensi negara Republik Indonesia terancam terpuruk sebagaimana pernah dialami di masa tahun 1998-an yang telah lalu.
Juga tidak disampaikan oleh Boediono maupun Sri Mulyani bahwa keadaan ekonomi negara yang luar biasa gawat tersebut diakibatkan oleh sebuah bank yang bernama Bank Century.
Sebagaimana diketahui pula, pada rapat yang dipimpin oleh pelaksana tugas Presiden tersebut, baik itu Boediono maupun Sri Mulyani juga tidak menyampaikan bahwa kegawatan yang luar biasa hebatnya tersebut akan mampu diatasi hanya dengan memberikan obat mujarab bernama bailout, yaitu dengan memberikan kepada Bank Century berupa dana segar berujud uang tunai sebesar Rp. 6,7 Trilyun.
Hal-hal yang demikian itu oleh Boediono selaku Gubernur BI, maupun oleh Sri Mulyani selaku Menkeu merangkap Menko Perekonomian sekaligus Ketua KSSK, pada saat rapat itu tidak disampaikan kepada peserta rapat ataupun tidak dilaporkan kepada pelaksana tugas Presiden.
Selanjutnya, masih di hari yang sama, belum berganti hari, masih di tanggal yang sama, hanya berselang beberapa jam saja dari usainya rapat yang digelar di kantor Wapres sebagaimana tersebut diatas, yaitu masih sama-sama di tanggal 20 Nopember 2009, Boediono selaku Gubernur BI, maupun oleh Sri Mulyani selaku Menkeu merangkap Menko Perekonomian sekaligus Ketua KSSK, menggelar rapat tersendiri.
Rapat KSSK yang membahas keadaan ekonomi negara Republik Indonesia yang lagi genting dan gawat serta mencekam akibat bahaya sistemik yang teramat sangat membahayakan bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.
Dimana sebuah bank yang bernama Bank Century telah membuat tingkat kegentingan yang dapat membuat eksistensi negara Republik Indonesia terancam terpuruk sebagaimana pernah dialami di masa tahun 1998-an yang telah lalu.
Oleh sebab itu, maka menurut Boediono dan Sri Mulyani, untuk mengatasi negara yang dalam keadaan genting itu dibutuhkan adanya gelontoran dana sebesar Rp. 6,7 Trilyun kepada Bank Century.
Gelontoran dana sebesar Rp. 6,7 Trilyun kepada Bank Century tersebut, menurut Boediono dan Sri Mulyani, akan membuat Republik Indonesia menjadi tetap aman sejahtera dan terhindar dari mara bahaya yang luar biasa gawat sebagaimana disebutkan diatas tersebut.
Sungguh luar biasa, hanya dalam selang beberapa jam saja, apa yang disampaikan oleh Boediono dan Sri Mulyani di rapat siang harinya itu, langsung berubah hampir seratus delapan puluh derajat.
Ada perbedaan signifikan pada pemaparan keadaan negara antara yang disampaikan pada rapat di kantor Wakil Presiden dengan yang disampaikannya pada rapat KSSK yang tidak dihadiri oleh Wakil Presiden.
Ada apa dengan perubahan yang hanya berselang beberapa jam itu ?. Apakah keadaan Bank Century yang membahayakan negara itu baru saja terjadi setelah rapat di kantor Wapres tersebut usai ?.
Ada apa ini ?. Apakah keadaan negara yang gawat akibat Bank Century itu tidak boleh disampaikan atau tidak boleh diketahui oleh Wakil Presiden sebagai pelaksana tugas Presiden berdasarkan mandat dari Keppres nomor 28 Tahun 2008 tersebut ?.
Ataukah, Boediono dan Sri Mulyani memang sengaja merancang agar rencana bailout Bank Century ini tidak diketahui oleh Wakil Presiden yang saat itu dijabat oleh Jusuf Kalla ?. Mengapa Boediono dan Sri Mulyani sengaja membuat agar Jusuf Kalla tidak mengetahui rencana bailout Bank Century ini ?.
Ada misteri apa yang disembunyikan oleh pihak Boediono dan Sri Mulyani dari penglihatannya pihak Jusuf Kalla ?. Agenda apa yang sedang direncanakan oleh pihak Boediono dan Sri Mulyani yang berkaitan dengan pihak Jusuf Kalla ?.
Sebagaimana diketahui, kemudian oleh Boediono dan Sri Mulyani, kepada Bank Century ini dikucurilah dana sebesar Rp. 6,7 Trilyun.
Perkembangan selanjutnya, pada pasca Bailout Century ini, saat menjelang Pilpres 2009, Jusuf Kalla (Golkar) pun lalu ditampik dan diceraikan sebagai Cawapres oleh Presiden SBY, dan Hidayat Nur Wahid (PKS) juga tidak lagi diminati oleh Presiden SBY sebagai Cawapresnya, serta Hatta Rajasa (PAN) juga dibatalkan nominasinya oleh Presiden SBY sebagai Cawapres hanya beberapa jam sebelum Deklarasi Sabuga.
Ujung-ujungnya, Boediono lalu dinobatkan sebagai Cawapres mendampingi Presiden SBY.
Adakah hubungan benang merah antara bailout Century yang digagas oleh Boediono dan Sri Mulyani ini dengan rangkaian peristiwa yang akhir ujungnya membawa Boediono sebagai Cawapresnya Presiden SBY ?.
Adakah bailout Century ini causa prima dari tergesernya Jusuf Kalla, dan Hidayat Nur Wahid, serta Hatta Rajasa sebagai nominator Cawapresnya Presiden SBY ?.
Apakah boleh dikatakan bahwa bailout Century ini adalah tiketnya Boediono menuju ke nominasi Cawapresnya Presiden SBY ?.
Ataukah, Boediono memakai bailout Century ini sebagai alat pemaksa kepada Presiden SBY agar dirinya dijadikan Cawapresnya ?.
Dalam kata lain, Presiden SBY disandera dan dipaksa oleh Boediono dengan bailout Century ini, sehingga mau tidak mau atau suka tidak suka Presiden SBY harus menuruti keinginan Boediono agar dijadikan Cawapresnya ?.
Jika dan andai semua itu benar, maka sungguh luar biasa, Boediono dan Sri Mulyani ternyata bukan hanya pakar di bidang dunia ilmu ekonomi saja, namun juga pakar di bidang dunia ilmu politik.
Dimana Profesor Boediono berkolaborasi dengan Doktor Sri Mulyani melalui bailout Century ini ternyata telah mampu membuat tersandera Presiden SBY.
Boediono seorang guru Besar ilmu ekonomi, berkerjasama dengan Sri Mulyani pakar ekonomi jebolan IMF, yang melalui sebuah langkah manis nan cerdik berupa bailout Century, ternyata telah mampu membuat tak berkutik Presiden SBY yang pada dasawarsa ini merupakan sosok digdaya sakti mandraguna tanpa tanding di dunia politik Indonesia.
Terlepas dari entah benar ataupun tak benar ada kaitan benang merah antara bailout Century dengan penominasian Boediono sebagai Cawapres oleh Presiden SBY.
Namun yang jelas Boediono yang semula adalah Menko perkonomian lalu bergeser ke Gubernur BI ini telah sukses menggeser Jusuf Kalla dan Hidayat Nurwahid serta Hatta Rajasa dari nominasi Cawapresnya Presiden SBY di Pilpres 2009 lalu.
Selanjutnya saat ini, Boediono berhasil menjadi Wakil Presiden untuk periode masa jabatan 2009-2014.
Di sisi lain, pasca bailout Century, Darmin Nasution yang semula Sekretaris KSSK kemudian menjadi Deputi Senior Gubernur BI. Selanjutnya, menjadi Gubernur BI menggantikan Boediono yang dilantik sebagai Wakil Presiden.
Hanya tinggal Sri Mulyani saja, pasca bailout Century ini yang masih belum beranjak mendapatkan promosi kenaikan jabatan dari jabatannya yang semula.
Sri Mulyani masih tetap berada di pos Menteri Keuangan. Bahkan boleh dibilang ada sedikit penurunan, posisi Menko Perekonomian yang semula sempat dirangkapnya, saat ini digeser dan dijabat oleh Hatta Rajasa.
Apakah Sri Mulyani tidak pantas jika ditempatkan sebagai Menko perekonomian ?.
Apakah itu berarti menandakan bahwa Sri Mulyani asalkan tidak reshuffle sudah cukup puas dengan jabatannya yang sekarang ini ?.
Ataukah, sesungguhnya Sri Mulyani secara diam-diam sesungguhnya justru sedang meretas jalan dengan mempersiapkan berbagai agenda agar dapat dinominasikan menjadi Cawapres di Pilpres tahun 2014 mendatang ?.
Sebagaimana diketahui, Profesor Boediono dikenal sebagai ahli ekonomi, demikian pula dengan Doktor Sri Mulyani.
Sebagaimana diketahui pula, professor Boediono pasca kebijakan bailout Century yang lalu, pada saat ini berhasil menjadi Wakil Presiden 2009-2014.
Maka, sungguh menarik mengamati dan menanti perkembangan karier dan jabatan negara bagi Sri Mulyani di masa mendatang, termasuk posisinya di konstelasi politik pada pilpres tahun 2014 yang akan datang.
Bukan tak mungkin, di Pilpres tahun 2014 mendatang itu akan banyak para tokoh politik yang tertarik dan ingin menggandeng Sri Mulyani sebagai pasangannya.
Tak tertutup kemungkinan duet yang menggabungkan Hatta Rajasa sebagai Capres dengan Sri Mulyani sebagai Cawapresnya. Atau, bahkan bisa jadi justru terwujud duet sipil-militer dengan Sri Mulyani sebagai Capresnya dan Safrie Syamsuddin sebagai Cawapresnya.
Akhirulkalam, sekiranya demikian, maka melalui agenda kebijakan apa yang akan dipakai untuk membawa Doktor Sri Mulyani meretas jalannya menuju ke kursi Wakil Presiden 2014-2019 nantinya ?.
Wallahulambishshawab.
*
Catatan kaki :
Artikel lainnya yang berjudul : “SBY Penanggungjawab Skandal Century ?” dapat dibaca dengan mengklik di sini , “Marsilam ‘Robert’ Simanjuntak” dapat dibaca dengan mengklik di sini , “Bali berlanjut ke Century” dapat dibaca dengan mengklik di sini , “Sri Mulyani Algojo bagi Golkar” dapat dibaca dengan mengklik di sini , “Rekayasa Data Century ?” dapat dibaca dengan mengklik di sini , “LPS : Lembaga Pembailout Bank atau Penjamin Simpanan Nasabah Bank ?” dapat dibaca dengan mengklik di sini , “Skema Aliran Dana (andai) Century tidak Dibailout” dapat dibaca dengan mengklik di sini , “Bank Century, Seberapa Sistemik ?” dapat dibaca dengan mengklik di sini , “Sisi Lain Century Yang Tak Kukenal” dapat dibaca dengan mengklik di sini , “Biarkan Maling Beraksi, Upsss…Salah… ‘Biarkan Maling Beraksi !’…” dapat dibaca dengan mengklik di sini , “Aira Yudhoyono dan Skandal Bank Century” dapat dibaca dengan mengklik di sini .
*