Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi Artikel Utama

Kompasiana Bicara Cinta

16 Januari 2010   07:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:26 342 0
[caption id="" align="alignleft" width="150" caption="Ilustrasi"][/caption]

Atmosfir dunia maya terasa membara, tak terkecuali pula terjadi di jagad maya Kompasiana.

Temperatur yang panas itu bukan karena imbas dari suhu iklim bumi yang memanas lantaran pemanasan global. Namun, disebabkan karena cinta.

Cinta, ya cinta. Cinta yang karena besarnya kadar cinta para penghuninya.

Besarnya kadar cinta terkadang memang mampu membuat sang pecintanya rela membakar dirinya laksana lilin. Ikhlas terlelehkan dirinya demi memberikan cahaya cintanya.

Cinta yang membuat menyemutnya barisan pendukung Prita. Cinta pula yang membuat orang rela berjibaku menjadi pembela bagi Bibit dan Chandra dalam kasus Cicak versus Buaya. Padahal para pembelanya itu tak pernah bersua dengan yang sedang dibelanya.

Namun, sesuai dengan fitrah dan kodratnya, datangnya rasa cinta itu memang sulit dilepaskan dari yang namanya selera. Dan, soal selera memang sesuatu yang tidak bisa diperdebatkan.

Bebicara soal selera, artikel lawas yang berjudul ‘De Gustibus Non Est Disputandum’ dengan sangat bernas telah menuliskan tentang hal ihwalnya selera.

De Gustibus Non Est Disputandum. Saya mendengar pepatah Latin ini sejak di bangku kuliah, tahun 1980-an. Arti dari pepatah itu kira-kira selera tidak bisa diperdebatkan…Tentu saja ke depan kita ingin Kompasiana mendiskusikan atau mendebatkan segala hal yang bisa didiskusikan atau diperdebatkan…Bukan menyangkut dukungan terhadap ketokohan seseorang secara dominan, karena niscaya, hal ini tidak bisa diperdebatkanDe Gustibus Non Est Disputandum, selera memang tidak bisa diperdebatkan. Tetapi, esensi dan substansi masih bisa kita diskusikan dan kita perdebatkan.

Begitulah kutipan dari artikelnya kang Pepih Nugroho.

Maka, bisa jadi karena seleralah maka orang rela ngotot membela kata ‘bangsat’ yang mempopulerkan oleh Ruhut Sitompul di gedung dewan yang terhormat.

Mungkin juga karena cintanyalah maka orang pun sepakat mendukung pendapatnya politisi partai Demokrat itu, bahwasanya ‘lebih cepat tak selalu lebih baik’ dalam soal cepat lambatnya proses dan pelaksanaan penangkapan Robert Tantular. Sehingga narapidana kasus skandal Century itu seharusnya layak berterimakasih kepada Jusuf Kalla.

Begitu pun cinta dan seleralah yang barangkali telah memotivasi dan menumbuhkan militansi dukungan terhadap Boediono dan Sri Mulyani serta SBY yang telah menggelontorkan uang negara sebesar Rp. 6,7 Trilyun dalam kasus skandal bailout bank Century.

Namun, terlepas dari itu semua, tak ada salahnya jika orang rela berlelah-lelah menorehkan tintanya demi rasa cintanya.

Bukan cinta yang karena dilandasi seleranya kepada tokoh yang dibelanya. Namun karena cinta kepada tanah air dan bangsanya.

Bukan cinta karena membela kebijakan yang hanya mensejahterakan sekelompok dan segilintir manusia Indonesia saja. Namun cinta karena kepeduliannya yang menginginkan agar lebih cepat terwujudnya tingkat kesejahteraan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia.

Maka biarkanlah jagad maya Kompasiana ini membara karena lantunan cinta.

Ya, karena lantunan cinta. Cinta yang seperti ditorehkan oleh Gendis Pambayun di Srikandi Lantunkan Cinta’.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun