Rina adalah teman sekolah dasarku, aku masih ingat,  hampir setiap hari kami selalu bersama, bermain bersama dan mandi disungai bersama. Itulah pertama kali aku merasa rindu, merasa sayang dan merasa kehilangan ketika dia pindah bersama orang tuanya kelain daerah. Kini didepanku duduk anak perempuannya yang sudah dewasa, kutanya2 tentang ayahnya, ternyata ayahnya sudah meninggal akibat kecelakaan. Berceritalah Sherly tentang nasib keluarganya dan dirinya sendiri yang juga sudah menjanda seperti ibunya. Tanpa ada perasaan apapun, kusodorkan sejumlah uang untuk ibunya yang katanya sedang sakit sambil menitip salam kepada ibunya.
Keesokan harinya sherly menyampaikan terima kasih ibunya yang kubalas kapan waktu aku akan mampir kerumahnya. Sorenya, ketika aku menunggu sopir di Lobby, Sherly berdiri didepan pintu lobby menunggu hujan reda. Kutawari tumpangan yang kebetulan rumahnya searah dengan tujuanku untuk sebuah keperluan. Kuminta Sherly duduk dimuka sementara aku duduk dijok belakang, ditengah hujan deras dan kemcetan jakarta aku tertidur pulas hingga terbangun ketika mobil berhenti didepan rumah Sherly. Kupikir mampir sebentar bertemu wanita yang kurindukan, tetapi alangkah terkejutnya ketika kudapati Rina duduk dikorsi roda. Wajahnya masih menyisakan kecantikan, tetapi wajah itu tampak jauh lebih tua dari umurnya. Berbincang sebentar, adik lelaki Sherly yang masih berseragam SMU itu pulang basah kuyup kehujanan, dia beri salam dan cium tanganku, anak itu sangat sopan.
Prihatin, begitulah yang kurasakan melihat kondisi wanita yang dulu aku rindukan, Sherly rupanya menjadi tulang punggung keluarga itu. Dia bercerai dengan suaminya tiga tahun lalu, anak perempuan semata wayangnya tak jauh beda dengan ibunya, cantik, mungil dan lincah. Sayangnya, anak ini tak pernah mengenal ayahnya yang entah pergi kemana. Dia tak segan bergelendotan denganku walaupun baru mengenalku. Dia memanggilku opa, setua itukah aku ?. Sambil bercanda kuminta dia memanggilku papi, anak ini makin lengket yang membuatku agak tertahan berada dirumah itu. Kulirik Jam didinding menjelang jam tujuh malam, aku harus segera meninggalkan mereka untuk sebu8ah pertemuan bisnis. Uang kukeluarkan dari dompetku untuk anak itu, pesanku untuk membeli tas sekolah, Sisi nama anak itu melonjak kegirangan, anak ini begitu cepat akrab yang menimbulkan persaan seperti anakku sendiri.
Itulah awal dari sebuah pertemuan kembali dengan Rani setelah terpisah lebih dari 30 tahun. Sisi gadis mungil cucunya begitu menarik perhatianku, aku membayangkan alangkah tragis nasib gadis kecil ini mempunyai ayah yang pemabuk dan penjudi. Naluriku mendorongku untuk menjadikan anaknya sherly menjadi anak asuhku, kian hari anak itu makin akrab dan manja denganku. Waktu senggang kuajak anak ini membeli sesuatu, lucu sekali ketika apa yang diinginkan diperolehnya, meloncat2 menunggu selesai pembayaran dikashier. Sembunyi2 dan bersekongkol dengan sopirku untuk menghindar kecurigaan istriku yang pencemburu,  aku makin sering menengok Sisi, seminggu aku tidak menengok membuatnya demam. Kedekatanku dengan Sisi akhirnya mendekatkan aku dengan Sherly juga. Dan kedekatan itu maka terjadilah apa yang selama ini aku tidak duga, aku meniduri sherly, anak mantan kekasihku dan Sisi makin manja denganku yang membuatku merasa terikat dengan mereka. Aku terjebak dalam hubungan gila, Rani mantan kekasihku berangsur sehat setelah kuberi bantuan pengobatan, kecantikanya mulai terlihat lagi, Sherly anaknya kini menjadi kekasih gelapku dan Sisi semakin dekat saja, mungkin aku dikira ayahnya yang selama ini dirindukanya.
Aku kurangi secara drastis pertemuan bisnis diluaran, lebih banyak pertemuan itu kuadakan dikantor untuk menghemat pengeluaran rutin untuk entertain, penghematan itu kualihkan untuk mengongkosi kehidupan Rani, Sherly, Lucky dan Sisi yang ternyata jauh dibawah pengeluaran entertainku. Aku mulai mengatur keuangan agar tidak dicurigai istriku. Mungkin aku sudah gila, tapi aku sadar tidak boleh terlena terlebih setelah sherly kuminta berhenti bekerja agar tidak menimbulkan kecurigaan. Pak Enos, sopirku yang sabar itu kelihatannya mendukung apa yang kuperbuat, katanya itu lebih baik dari pada uang dipakai untuk senang2 bapak dan kawan2. Aku juga tidak melupakan Pak Enos, uang sakunya aku tambah yang membuatnya seperti mengerti jalan pikiranku. Tapi Pak Enos tidak tahu, dibalik itu semua aku telah menjalin hubungan gila, Rani yang sudah segar kembali mulai menggodaku dengan kemesraan yang dia tunjukkan, Sherly sembunyi2 bermain layaknya suami istri denganku. Lucky adik Sherly sangat menerima kehadiranku dan patuh jika aku beri nasehat. Sherly mulai mencemburui ibunya sendiri, sebaliknya ibunya juga demikian seperti mencoba menjauhkan aku dengan sherly.
Bersambung