Alkisah, di jaman penjajahan Belanda, tinggalah seorang Menir tuan tanah Belanda bernama Van Der Buluck yang kaya raya.
Sang Menir akhir-akhir ini gelisah, mengingat usianya yang makin tua, namun anaknya yang semata wayang belum juga ada tanda-tanda akan memperkenalkan calon suami yang bisa diandalkan untuk menggantikan dirinya mengolah tanah perkebunan kelak.
Suatu sore, dipanggil lah istri dan anaknya, dia bermaksud menyampaikan kegelisahan hati pada kedua orang yang dicintainya ini..
"Mami, tidak kah kau merasa hidup ini belum lengkap?"
Sang istri yang belum faham maksud pertanyaan itu hanya memandang Meneer Van Buluck terheran-heran,
"Apa maksud pertanyaan Papi ? Mami kurang faham.."
Menir Buluck merenung, lalu dia pandangi wajah anak semata wayangnya, Della Annabae.
"Begini mami, anak kita sekarang sudah dewasa, sudah waktunya dia memilih calon suami.. Saya merindukan menimang cucu darinya, saya bermaksud untuk mencarikan calon suami untuk si Della Annabae, mami.."
Nyonya Van Der Buluck senang mendengar keinginan suaminya tersebut,
"Baiklah papi, coba tanya apakah Della bersedia?"
Della Annabae yang mendengar namanya disebut, langsung merona merah pipinya.
Tersiarlah kabar ke seluruh pelosok daerah, bahwa Sang Menir telah mengumumkan sayembara..
"Kepada seluruh laki-laki yang berumur dewasa, siapapun yang bisa mempersembahkan buah kesukaan Della Annabae, maka dia boleh mempersunting Della Annabae sebagai istrinya."