Realistis saja. Persoalan DKI Jakarta tak serumit Kota Surakarta atau Solo. Secara politik/ekonomi, yang berkepentingan dengan Solo tak sebanyak di ibukota. Belum lagi jika kita bicara tentang jumlah mafianya. Pertautan kepentingan politisi, birokrat, preman dan pengusaha sudah sedemikian parah. Dalam konteks ini, saya yakin Pak Jokowi tak bakal sanggup menghadapi. Mau disebut naif pun tak soal. Yang saya pahami, sejauh pengenalan saya terhadap kepribadiannya, Pak Jokowi bukan tipe orang yang mudah diajak kolusi.
Kebanyakan orang Jakarta, terutama kelas menengahnya, sudah pasti gerah dengan kemacetan yang terjadi di sana-sini. Mereka sudah terbiasa dengan budaya kerja moderen, di mana ketepatan waktu kehadiran menjadi penanda reputasi dan harga diri. Kelas menengah Jakarta ingin lancar di setiap perjalanan, baik ketika naik taksi atau membawa kendaraan pribadi, baik untuk urusan pekerjaan maupun jalan-jalan.
Membenahi sistem transportasi, termasuk urusan penyiapan infrastruktur, sudah bukan perkara mudah untuk saat ini. Bukan soal mahalnya biaya semata, tapi cukup banyak wilayah yang bukan menjadi wewenang pemerintah provinsi semata. Pemerintah pusat, misalnya, juga harus terlibat di jalan-jalan negara, seperti kawasan jalan Thamrin-Sudirman.
Jujur, saya kaget juga ketika Pak Jokowi ikut fit and proper test kandidat gubernur DKI di PDIP. Tapi, sejenak kemudian saya bisa memahami, bahwa beliau sedang 'membantu' DPP PDIP untuk menunjukkan eksistensinya sebagai partai besar. Agak riskan jika PDIP tak menampilkan calonnya sendiri, meski saya yakin, sejak awal sudah diperhitungkan matang-matang, mengenai kemungkinan menang/kalahnya, termasuk untuk atau ruginya.
Nono Sampono yang bersama Jokowi turut fit and proper test di kantor pusat PDIP di Lenteng Agung, belakangan dilirik untuk dipasangkan dengan Alex Noerdin oleh Partai Golkar. Sementara calon incumbent, Fauzi Bowo masih menimbang akan berpasangan dengan siapa, tergantung nilai 'strategis' yang akan didapatnya. Partai Demokrat, sepertinya masih menginginkannya. Partai Golkar pun, menurut saya, masa ada kemungkinan terbelah dukungannya, mengingat faktor sejarah kedekatan Fauzi Bowo dengan senior-senior partai kuning.