Sebagai seorang polisi saya tidak serta merta percaya begitu saja dengan adanya SMS seperti itu, namun setelah saya membaca bahwa pengirim SMS adalah dari operator resmi nomor telepon saya yaitu xxxxxxxx dan hadiah yang ditawarkan cukup menarik, maka saya ingin mencoba keberuntungan dengan melakukan perintah layanan sesuai yang diinformasikan pada SMS tersebut. Saya ikuti petunjuknya dengan menekan kode atau nomer *268# kemudian OK, yang langsung mendapat “Layanan balasan” bertuliskan:
“Rp2200!
1.Kawasaki Ninja250
2.Yamaha Vixion
3.Blackberry Bold
4.Laptop Acer
5.Nokia N90
6.iPod Touch”
yang mana kita harus menjawabnya dengan memilih salah satu angka pada pilihan di atas, karena saya ingin mendapatkan hadiah sepeda motor Kawasaki Ninja maka saya jawab dengan membalas dan menekan angka 1 pada tombol kemudian saya tekan lagi KIRIM pada handphone. Selang beberapa detik kemudian saya langsung mendapatkan jawaban kembali dengan isi SMS sebagai berikut “434368:Kawasaki Ninja150 Anda naikan Rp.5 jadi Rp.207485, jika dlm 15mnt hrg akhir tetap, maka anda pemiliknya.cek status & penawaran tertinggi, *268# ok/call.Waktu Server : 13:35:56 26-12-2009”, Pengirim (tidak ada nama) 2680 Diterima 13:36:43, 26.12.2009. Setelah mendapat jawaban demikian maka melalui handphone, saya lakukan pengecekan isi pulsa saya yang ternyata telah berkurang sejumlah Rp. 2.200,- (Duaribu dua ratus rupiah), angka yang sangat besar untuk sebuah biaya pengiriman SMS sebanyak 1 kali kirim.
Hal ini saya yakin tidak hanya menimpa saya sendiri, puluhan juta pelanggan operator xxxxxxxxx saya yakin mendapat kiriman SMS serupa, dan saya juga yakin bahwa puluhan juta orang juga telah membalas SMS tersebut yang disadari atau tidak ternyata biaya 1 kali menjawab SMS tersebut adalah Rp. 2.200,- Siapa yang dirugikan dan siapa yang diuntungkan dalam hal ini?
Fakta-fakta:
1. Pihak operator xxxxxxxx sebagai penyedia layanan operator resmi pertama-tama mengirimkan SMS yang memberikan suatu “iming-iming” atau bujukan kepada para pelanggannya untuk mengikuti petunjuk seperti yang terbaca pada SMS tanpa menyebutkan bentuk kegiatannya (misal : pelelangan barang), bagaimana prosesnya termasuk resikonya (misal : dengan cara memilih barang yang dilelang dengan resiko setiap pengiriman SMS akan dikenai biaya Rp. 2.200,-);
2. Pihak pelanggan, dalam hal ini adalah para pelanggan layanan operator xxxxxxx yang mendapat SMS dari operator tersebut kemudian mengikuti semua petunjuk yang dikirimkan sehingga disadari atau tidak, pulsa yang ada menjadi berkurang Rp. 2.200,- atau lebih sesuai jumlah pengiriman SMS tersebut;
3. Diumpamakan pada hari itu tanggal 26 Desember 2009, jumlah pelanggan operator xxxxxxxxx yang menerima SMS tersebut sekitar 60 juta dari sekitar 80 juta pelanggannya, kemudian dari 60 juta orang tersebut yang tertarik dengan apa yang ditawarkan pada SMS sejumlah 40 juta pelanggan yang membalas SMS sehingga masing-masing kehilangan Rp. 2.200,- sekali kirim, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
40.000.000 pelanggan x Rp. 2.200,- = Rp. 88.000.000.000 (Delapanpuluh delapan Milyar rupiah) biaya pulsa yang diterima oleh operator xxxxxxxxx dalam satu kali kesempatan pengiriman SMS oleh sekitar 40 juta pelanggannya. Woooooow! sungguh angka yang cukup fantastis bila dihitung secara koletif. Lebih dari cukup untuk membeli masing-masing satu barang atas semua barang yang ditawarkan untuk dipilih melalui SMS.
4. Ternyata sebagai pelanggan kita tidak menyadari berapa jumlah keuntungan yang didapat oleh operator penyedia layanan telepon bilamana dihitung secara kolektif semua pelanggan yang mengirimkan atau menjawab SMS tersebut, dan hampir seluruh pelanggan juga tidak akan menyadari bahwa biaya pengiriman pulsa sebesar Rp. 2.200,- untuk menjawab SMS pelelangan tersebut tidak sama dengan biaya pengiriman SMS biasa, yang biasanya hanya Rp. 120,- (Seratus duapuluh rupiah).
5. Fakta lain adalah beberapa operator penyedia layanan telepon di Indonesia melakukan praktek-praktek demikian, namun dalam hal ini pemerintah sebagai unsur yang paling bertanggung jawab atas hak-hak serta perlindungan terhadap warga negaranya belum dapat dirasakan perannya untuk melindungi atau memproteksi warga negaranya.