Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Artikel Utama

Toha Monolog

29 November 2012   20:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:28 341 10

Toha membanting kalender saku di tangannya.  Lebih tepatnya: melepaskan genggaman jemarinya.

Ini hari Rabu, tanggal 26  Januari 2005.

Masih tanggal Dua puluh Enam..

Baru nanti,  tanggal 1 Februari ia akan menerima bayaran gajinya yang tak seberapa. Dan itu artinya pada hari Selasa minggu depan..  Masih enam hari lagi.  Maaf, koreksi: tujuh hari, karena hari ini toh belum berakhir..

EPISODE MONOLOG

Ia mencoba memantikkan api dengan geretan kayunya. Gagal.

Dicobanya lagi.

Masih gagal.

Sial ! Anginnya terlalu kencang !

Toha memasukkan rokok –batangan terakhir miliknya-- yang tadi sudah menempel di bibir ke saku kemeja lusuhnya.

Ia menghela napas panjang. Masih berdiri di halte bis itu.

Uangku tinggal sebelas ribu.

Enam hari lagi..  Lima hari kerja.

Lagi-lagi ia menghela napas.

Kalau pulang pergi dua ribu.. Yah.. alhamdulilLah masih ada sisa dapat lah dua batang rokok.. Tiga batang lah, kalo pake nego..

Tersenyum kecil ia memikirkan lawakannya sendiri.

Lalu ia menghela napas panjang (lagi) sambil mencoba duduk di trotoar jalan itu, memperhatikan mobil dan orang lalu lalang di depan wajahnya.  Masygul, dilihatnya beberapa ibu menenteng kantung asoy belanjaan dari minimarket yang tidak jauh dari tempatnya duduk.

Ia jadi ingat istrinya di rumah.

Kalau tidak salah, uang yang ada di Marni tinggal dua puluh ribu lebih sedikit.

Ia menghembuskan napas panjang.

Lalu tiba-tiba ia menyeka keringat yang tak sengaja masuk ke mulutnya.

Masih enam hari ke depan dan hanya dua puluh ribu. Artinya sekitar tiga ribu sehari buat makan.

Apa yang masih ada di rumah ya?

Beras? AlhamduliLlah cukup.

Minyak goreng? Ah itu Marni yang lebih tahu bagaimana memanfaatkan setengah liter lebih sedikit untuk enam hari.

Minyak tanah? Alamak.. Cukup tidak ya ?

Aduh !

Toha menepuk keningnya sendiri. Lumayan keras.

Taruhlah tidak cukup.  Lalu tinggal dua ribu buat makan sehari. Kalau hanya aku dan Marni, aku yakin cukup, toh aku makan siang dapat jatah pabrik.. Tapi, bagaimana dengan Anisa ?

Kembali Toha menghela napas panjang. Teringat dia akan putrinya semata wayang yang baru berusia delapan bulan.

Karena ASI Ibunya sedikit, maka Anisa harus diberi tambahan susu. Dan itu cukup berat untuk satpam pabrik bergaji 600 ribu sebulan.

Ngebon lagi nih kayaknya.

Untung juga ada Koperasi Karyawan..

Yaah..kalo begitu kayaknya aman nih..

Lalu ia nyengir sendiri membayangkan minggu depan gajian. Enam ratus ribu, Coy !!

Potong hutang, susu anak dan rokok, masih sisa sekitar limaratus ribu dah..

Lalu potong sewa rumah petak seratus lima puluh ribu.

Masih ada tiga ratus lima puluh ribu.

Belanja, target lima puluh ribu per minggu.. Itu sudah buat makan sama buat perlengkapannya..bumbu, minyak, beras, sumbu kompor –siapa tau butuh—lalu sabun, odol, dan lain-lain.. termasuk lilin buat kalo mati lampu.. sama obat nyamuk.. sama beli obat kalo sakit..sama..ehm..kadang-kadang sih..buat beli kondom di minimarket depan gang, biar orang lihat dan dibilang gaul dikit.. ihik..

Lalu ia nyengir sendiri.

Hehehe, lupa..biasanya juga kudu nambah limapuluh ribu lagi..Mana cukup lima puluh ribu buat semua gituan, hehehe? Sedang yang sisa seminggu ini aja, dari yang harusnya lima puluh ribu nyatanya adanya cuman dua puluh ribu..

Hehehe..bulan depan bulan pendek..Kalau hanya empat minggu ditambah lima puluh ribu lagi, masih ada sisa seratus  ribu tuh kayaknya.. Ada hari raya, tapi kan kalo hari raya yang ini kan ngga pake beli-beli apa-apa..

Seratus ribu..

Lagi-lagi, Toha menghela napas.

Lima puluh ribu jatah preman buat gue dong.. Lha kan gue juga butuh ongkos sama rokok juga, iyak !?

Yang lima puluh ribu lagi ?! Buat bayar siskamling, listrik, kebersihan, air..

Eh, itu cukup ngga ya ?

Wah, kalo gitu jatah preman tiga puluh ribu ajah deh.. biar cukup !

Lalu Toha kembali menghela napas.

Kalo ngga salah, udah tiga bulan ini Marni ngga pernah pake bedak.

Malah si kecil Anisa yang  pake.

Toha meringis kecil.

Marni kecewa nggak ya?

Perasaan kok gue ngga pernah bikin dia seneng ya?

Dia bahagia kagak sih kawin ama gue?

Toha menarik napas panjang

Terakhir aku bisa beliin dia baju, lima bulan yang lalu. Itu juga long-dress sepuluh ribuan di emper tanah abang..

Mata Toha menerawang jauh.

Kapan ya, gue bisa lihat dia tersenyum bahagia?

Marni..

Toha ingat dia mengenal Marni sewaktu ia masih jadi kernet metro.

Kebetulan mereka tinggal di daerah yang sama. Satu RW lah..

Marni seorang buruh pabrik, tidak jauh dari rumah.. hanya satu kali naik metro. Dan dari metro itu pula Toha dan Marni berkenalan dan semakin akrab..apalagi ternyata tetanggaan.

Toha sendiri penghasilannya waktu itu dua atau tiga ratus ribu sebulan. Tergantung banyak tidaknya penumpang lah..

Tapi waktu itu dia nekat mendekati Marni. Eh ternyata bersambut. Dan menikahlah mereka.

AlhamduliLlah, mereka cepat dikaruniai momongan. Akhir bulan ke-8 hamil, Marni terpaksa cuti hamil dan ternyataa.. keuangan segera jadi masalah utama.  Maka Marni bicara dengan beberapa atasannya, sehingga Toha bisa jadi satpam di pabrik tempat Marni kerja.   Sayangnyaa, karena di pabrik itu tidak boleh ada dua orang karyawan yang menikah, maka salah satu harus keluar.. Marni memilih mengalah, dia yang keluar.  Toh dia memang belum bisa bekerja setidaknya sampai sekitar 3 bulan ke depan. Toh sekarang Toha kerjanya pasti, pasti waktunya, pasti gajinya,maupun pasti dapat pensiunnya.. dan yang pasti gaji Toha jadi berlipat, bahkan melebihi gaji Marni dan Toha bila mereka tetap pada pekerjaan lama masing-masing, masih dapat penggantian biaya kesehatan pula..

Marni seperti itu lantas bukannya tidak ingin bekerja. Setelah melahirkan,  Marni juga bikin kue-kue kecil dan berkeliling, tepatnya sih mangkal di tempat-tempat tertentu. Tapi suatu ketika, dagangan Marni diambil paksa petugas tramtib dengan dalih penertiban.

Toha meringis.

Seandainya kami punya uang, kami pasti akan berjualan di tempat resmi. Tapi yah.. mau bagaimana lagi, sanggupnya hanya itu.. Itu aja diambil petugas.. padahal sebagai pedagang kecil, seluruh dagangan Marni adalah modal untuk dagang esok harinya..

Sejak itu, Marni sudah kapok berjualan.. Itu katanya, tapi Toha tahu Marni hanya ngga mau Toha berhutang lagi untuk modal.. Toha tahu istrinya menyisihkan beberapa ribu tiap bulan di celengan kecil yang disimpan disudut dapur, untuk modal jualan lagi.. suatu saat..

Ah, Marni.

Toha tersenyum.

Tiba-tiba ia ingin segera pulang.

Tiba-tiba ia ingin memberikan Marni sesuatu.

Dia tidak terlalu peduli lagi dengan ongkos pulang perginya yang masih 5 hari kerja.. toh ia masih punya banyak kawan di metro..

Toha tahu. Ia akan membelikan Marni sesuatu.

Lalu langkah kakinya membawanya menembus kerumunan orang yang sedang menunggu bis menuju ke toko kecil yang menjual perhiasan mainan.. Ia akan membelikan istrinya anting-anting yang sekilas nampak seperti perak dengan harga yang hanya 8.000-an..

Aku kan masih punya sebelas ribu. Cukuplah.. masih ada sisanya sedikit..

Tersenyum Toha menimang benda itu, membayangkan rasa senang istrinya nanti. Lalu Toha segera tersadar  dan segera meraih dompetnya..

Tapii..

Astagaa..!!

Dompetku mana ?!

Dompetnya hilang...

Alamak..!!

Toha tiba-tiba pusing.

Hilang sudah bayangan wajah gembira istrinya.

Pusing sudah ia membayangkan setiap kali naik metro harus bilang numpang..

Pusing ia memikirkan masih tujuh hari lagi sebelum ia gajian..

Mendadak Toha pucat pasi.

Apa kata Marni nanti ?!

.....

EPILOG TIDAK MONOLOG

Marni membelai pipi suaminya mesra.

“Abang yang sabar, yah ? Insya Allah ini semua hanya ujian dari Allah, untuk menguji iman kita..”

Toha tersenyum. Istrinya benar. Apakah ini hanya kalimat hiburan atau benar-benar keluar dari lubuk hati, tapi kalimat itu benar adanya.

Toha hanya berharap, agar mereka diberi anugerah untuk tetap dapat bersyukur, dalam kondisi bagaimanapun..

Harapan dan Iman, yah.. itulah harta mereka yang paling berharga..

.....

Kalau Anda, bagaimana ?

Kampung Opas, Pangkalpinang

Bumi Serumpun Sebalai

26.01.05

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun