Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Selamat Jalan Pak Koes .....

26 Juli 2010   04:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:36 272 0
Rabu 7 Maret sekitar jam 7.45 pagi, datang sms yang menghentakkan dada: “Garuda te

rbakar di Yogya, Pak Koes ada di pesawat itu. Belum jelas kondisinya.”  Pesan singkat berseliweran sepanjang hari dan 15 jam kemudian konfirmasi itu datang: Profesor DR Koesnadi Hardjasoemantri SH telah tiada. Sesak mendengarnya. Hari itu salah satu guru bangsa terbang untuk selamanya.

Pak Koes, panggilan kesehariannya, dekat dengan anak-anak muda. Tak terhitung jumlah anak-anak muda negeri ini yang tercerahkan dan bangkit karena Pak Koes. Kesungguhan, optimisme, keperpihakan pada rakyat kecil, dan kepedulian pada masa depan hanya sebagian kecil dari karakternya. Pak Koes bukan orator yang pidatonya menggelegar. Dia lebih banyak berbuat sebagai realisasi atas idealisme dan kata-katanya. Itu sebabnya dia mempesona anak-anak muda. Semangat kerjanya luar biasa. Di usia 80 tahun dia masih secara sungguh-sungguh mengajar di belasan universitas, membimbing puluhan calon doktor dan mahasiswa pasca sarjana.

Pak Koes adalah figur utuh yang esksistensinya di berbagai arena bukan sekadar basa-basi. Dia aktivis, pendidik, peneliti, perwira pejuang revolusi, pakar hukum, pecinta lingkungan hidup, penari dan seniman. Di balik peran-peran itu, Pak Koes adalah tokoh tersembunyi tapi kunci dalam membentuk dan mengarahkan peran anak muda di republik ini.

Ketika pendidikan tinggi baru bisa dirasakan oleh segelintir pemuda, sebagai ketua Dewan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), Pak Koes memimpin Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM) terjun ke pelosok negeri menjadi guru. Tahun 1951, dia mengajar sekolah lanjutan di Kupang. Dia pulang ke Yogya dengan membawa anak-anak potensial dari Kupang untuk meneruskan ke universitas. Pak Koes mengurusi proyek PTM ini sampai tahun 1957, hingga berhasil mengirimkan 1400 mahasiswa mengajar di 161 SLTA di seluruh Indonesia.

PTM menopang kebijakan pemerintah masa itu agar ada SLTA di setiap kabupaten di Indonesia. Efeknya, pada tahun 1960an terjadi ledakan jumlah mahasiswa. Jika sebelumnya, mahasiswa selalu berasal dari kalangan sosial-ekonomi menengah-atas maka pada dekade 1960an untuk pertama kalinya anak-anak muda dari segala penjuru dan semua kelas sosial-ekonomi bisa menembus dan memasuki bangku universitas. Pak Koes ada disana, dia ada dibalik kemunculan mahasiswa dari segala kelas dan dari segala penujuru. Dia tersembunyi, tapi jejaknya jelas dan pahalanya permanen.

Tahun 1986 Pak Koes terpilih menjadi Rektor UGM. Begitu banyak cerita menarik dan penting mengenai kepemimpinannya, mulai dari kebiasaannya bersepeda keliling UGM untuk melihat langsung kondisi kampusnya, sampai pada keterbukaan yang luar biasa. “Jam berapapun, selama lampu teras rumah masih menyala, silahkan datang dan akan saya layani,” begitu kata Pak Koes seakan menegaskan bahwa jam kerjanya itu non-stop. Pada era dimana cermin kewibawaan itu adalah kekuasaan yang garang dan berjarak dengan rakyat, Pak Koes memangkas jarak pemimpin dengan ”rakyat”. Dia menjadi contoh nyata bagaimana menjadi seorang pemimpin, sebuah kemewahan luar biasa untuk para mahasiswanya.

Ketika menjabat sebagai rektor sampai dengan tahun 1990, Pak Koes memfasilitas internalisasi dan re-migrasi gerakan mahasiswa ke dalam kampus. Dia tidak membakar mahasiswa dengan retorika. Pak Koes hanya menunjukan bagaimana mengemas dan mengartikulasikan idealisme secara akademik. Efeknya dahsyat. Gerakan mahasiswa yang semula selalu berada di luar kampus, mendadak terfasilitasi di dalam kampus. Pak Koes mengantar mahasiswanya mendatangi dewan perwakilan. Disaat mayoritas pimpinan universitas di seantero negeri ini jadi kepanjangan tangan orde baru dan represor mahasiswa, rektor UGM ini justru bersahabat dengan mahasiswa dan idealismenya. Kemasan dan artikulasi akademik itu membuat Pak Koes tak bisa begitu saja ditonjok oleh regim orde baru.

Ketika Menteri Pendidikan Fuad Hassan mengeluarkan konsep Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) di tahun 1989, UGM adalah salah satu universitas negeri pertama yang memanfaatkannya. Sebagian mahasiswa memang menentang dan menganggapnya sebagai kepanjangan tangan Orde Baru, tapi sebagian mahasiswa lain mengikuti alur yang dikembangkan Pak Koes dan memanfaatkannya. Efeknya idealisme, semangat moral dan sifat keoposisian, yang menjadi karakter utama gerakan mahasiswa, lalu muncul di lembaga kemahasiswaan. Bagi para aktivis lembaga kemahasiswaan UGM, pemanfaatan itu sekadar bingkai atas langkah yang dibangun oleh Pak Koes. Dan di kampus UGM ini pula lahir konsep Badan Eksekutif. Strategi pemanfaatan ini menular ke berbagai kampus.

Gerakan mahasiswa kembali menemukan ruang di dalam pagar kampus dan kemudian mahasiswa menjadi garda terdepan yang menuntut reformasi politik. Pak Koes tersembunyi tapi dialah yang menyiapkan landasan-pacu bagi takeoff-nya gerakan mahasiswa tahun 1990an. Dia tak banyak kata dan tak pernah meng-klaim, tapi langkahnya jelas dan efeknya permanen.

Di saat republik harus bertempur, dia jadi tentara pelajar. Saat republik perlu anak-anak terdidik, dia jadi guru di pelosok negeri. Saat republik perlu pemuda peduli rakyat, dia kirimkan ribuan muridnya ke desa-desa terpencil. Saat republik perlu regenerasi dia institusikan kampus sebagai wahana penggodogannya. Ini hanya sisi Pak Koes dan generasi muda. Masih panjang deretan jasa besarnya di bidang lingkungan hidup, kebudayaan, seni, atapun pendidikan.

Pak Koes kini telah berpulang. Keluarga, sahabat dan beribu-ribu muridnya terpaku kelu mendengar salah satu putra terbaik bangsa mendadak dipanggil-Nya pulang. Hari itu Pesawat Garuda panas terpanggang tapi Universitas Gadjah Mada serta bangsa ini basah oleh linangan air mata. Selamat jalan Pak Koes, pahala untukmu akan terus mengalir lewat ilmu dan muridmu yang tersebar di seluruh penjuru negeri tercinta ini.

Anies Baswedan PhD adalah murid Pak Koes dan Mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas Gadjah Mada.

NB:Tulisan ini saya tulis sekitar bulan Maret tahun 2007 untuk majalah Tempo, tetapi seperti janji saya pekan lalu ingin membagi kenangan tentang allahyarham Prof.Dr. Koesnadi Hardjasumantri yang amat saya teladani. Semoga bermanfaat. ABW

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun