CLIFF
Hingga saat ini aku masih tak percaya akan pengakuan Clara. Selama ini memang aku telah mengetahui perasaannya padaku, namun sungguh aku tak menyangka dia mampu berbuat senekat itu. Membohongiku, membohongi kedua orangtuaku, dan yang paling keji dia tega membohongi kedua orangtuanya sendiri. Ataukah sebenarnya orangtuanya mengetahui kepura-puraannya? Aku menyadari perasaanku kini yang kembali gamang. Aku yang tengah belajar mencintai Clara kembali dihantui bayang Arintha. Tapi bagaimana dengan pernikahanku? Sanggupkah aku menceraikan Clara? Kekalutan pun sontak mengisi kalbuku dalam menjalani hari demi hari.
********
CLARA
Sandiwara ini telah terbongkar, batinku. Ini memang sudah kuperkirakan, tetapi yang tak kuduga adalah bahwa penuturan Cliff bahwa dia tak pernah mencintaiku. Semula ini kupikir hal sepele saja jikalau kami saling mencintai. Namun ternyata tidak, terbukti dalam tidur-tidur malamnya Cliff sering mengigau dan menyebut nama Arintha. Siapa gerangan Arintha? Apakah dia seorang wanita yang begitu istimewa dalam hidup Cliff? Apakah mereka saling mencintai? Setelah segala penantian dan semua usaha serta pengorbananku untuk mendapatkan Cliff kini wanita itu ingin merampas suamiku dariku? Tidak, tak akan kubiarkan siapapun merenggut pria yang kucintai. Aku tak peduli siapa dia, yang kuinginkan hanyalah agar dia tak menganggu rumah tangga kami lagi. Apapun akan kulakukan…..apapun.
********
ARINTHA
Setelah kekecewaan demi kekecewaan akan kegagalan untuk bersanding dengan pria yang kucintai kini aku hanya bisa pasrah. Daniel meninggalkanku dalam keabadian tidur panjangnya, lalu Cliff berpaling dariku akibat masa lalunya yang kelam. Kadang terlintas dalam benakku untuk memprotes Tuhan akan kelamnya nasibku. Kini Philip hadir dalam hidupku, adakah Tuhan ingin aku mencintainya? Adakah dia yang sesungguhnya dikirimkan oleh Tuhan sebagai pendamping hidupku selamanya? Tapi aku tak mencintainya? Mungkinkah menjalani pernikahan tanpa cinta? Apapun keadaan hatiku saat ini tak penting baginya. Pernikahan kami tengah dipersiapkan, dan aku hanya bisa melangkah maju. Tak mungkin menatap kembali masa lalu penuh kepedihan itu.Mungkin aku harus belajar mencintai Philip mulai dari sekarang, tekadku.
********
Kompleks pemakaman itu nampak sunyi siang ini. Mungkin karena langit nampak mendung sejak tengah hari tadi. Aku lebih menyukai untuk datang menjelang petang seperti sekarang. Aku melangkah perlahan menuju makam Daniel yang selalu nampak asri dan berlutut di sampingnya. Menumpahkan segala kerinduan dan keluh kesah yang melanda hatiku. Entah mengapa aku merasa seolah dia ada di sampingku, mendengarkan semuanya seperti kala dia masih hidup. Biasanya aku menjadi jauh lebih tenang setelah mencurahkan segalanya pada pria yang pernah kucintai itu. Terlebih kini ketika beban dihatiku terasa begitu menghimpit.
“Dan, jika saja kamu dapat mendengarkan jeritan hatiku. Jika saja kamu masih hidup dan bersamaku, mungkin saat ini kita telah menikah dan memiliki buah hati yang tampan dan cantik”
“Namun semua tinggallah angan semata, Tuhan tak mengizinkan rencana kita. Dan kini aku harus menikah dengan Philip. Aku tak mencintainya Dan, tapi mungkin aku harus belajar mencintainya”
“Kumohon restumu. Relakan kami….ikhlaskan aku bersanding dengannya”
Makam itu hanya diam membisu seiring derai air mataku yang perlahan menetes di pipi. Setelah berdoa bagi ketenangan jiwanya sejenak, aku pun menghela nafas panjang dan beranjak meninggalkan tempat peristirahatan nan damai bagi Daniel itu.
********
CLIFF
Pikiranku nan kalut membawaku menyusuri jalanan menuju sebuah kompleks pemakaman. Sejak tadi aku melanglang buana tanpa tujuan. Entah kekuatan apa yang menuntunku ke tempat itu. Sambil mengemudikan mobilku perlahan, benakku masih dipenuhi sosok Arintha. Mendadak aku melihat bayang seorang gadis yang melangkah keluar dari kompleks pemakaman itu, dan aku seperti mengenal gadis itu. Mungkinkah itu Arintha? Ah tak mungkin, batinku. Bisa saja aku berhalusinasi karena saat ini aku tengah memikirkannya. Aku pun menghentikan mobilku dan menghampirinya,
“Arintha? Benarkah ini kamu…Arintha?”
“Cliff? Apa yang kamu lakukan disini?”
“Kebetulan sekali kita bertemu disini, ada hal penting yang harus kusampaikan padamu”
********
ARINTHA
“Kebetulan sekali kita bertemu disini, ada hal penting yang harus kusampaikan padamu”
Pertemuanku yang tak terduga petang ini dengan Cliff membawa kami ke sebuah taman yang tenang. Sepanjang perjalanan tadi kami dicekam kebisuan. Kata-kata Cliff terus terngiang di kepalaku. Hal penting apa lagi yang akan disampaikannya? Terakhir kali kami bertemu dia mengucapkan hal konyol yang begitu membuatku marah dan kecewa.
“Sekian lama aku berusaha menghubungimu Arin….tapi selalu gagal. Adakah kamu berusaha menghindariku?”
“Cukup dengan basa basi ini Cliff, hal penting apa yang ingin kausampaikan padaku? Jangan ganggu aku lagi, sebentar lagi aku akan menikah dengan Philip. Dan kamu telah menikah dengan Clara dan mempunyai seorang anak”
“Anak? Hahaha…Arin, justru itu yang ingin kusampaikan padamu. Clara tak hamil, dia hanya berpura-pura hamil. Aku belum menjadi seorang ayah”
“Apa? Pura-pura? Benarkah itu?”, tanyaku.
Pria itu pun menceritakan segalanya dan seiring penuturannya sebersit perasaan hangat menjalari batinku. Perasaan aneh yang tak mampu kujabarkan. Mungkinkah ini tanda dari Tuhan? Mungkinkah setelah ini aku dapat bersatu dengan Cliff? Lalu bagaimana dengan pernikahannya dengan Clara? Bagaimana dengan rencana pernikahanku dengan Philip? Segera kusadari jalan panjang yang masih harus kami tempuh untuk menyatukan hati kami berdua.
********
CLIFF
Semenjak hari itu pertemuan demi pertemuan kujalani dengan Arintha. Aku tak memedulikan lagi pernikahanku dengan Clara. Rasa sakit hatiku karena telah dibohongi masih terus menggelayut. Aku akan segera menceraikannya. Terlebih setelah pertemuan tak sengajaku dengan Arintha. Tapi bagaimana dengan rencana pernikahannya dengan Philip? Adakah Arintha mencintainya? Aku harus memastikannya pada gadis itu, tekadku.
********
CLARA
Akhir-akhir ini Cliff sering keluar rumah dan ketika kutanyakan dia tak pernah menjawabnya. Adakah dia menemui wanita itu? Batinku pedih membayangkan kemungkinan itu. Dan untuk memastikannya suatu hari aku pun memutuskan untuk membuntutinya. Dan tepatlah dugaanku, dari kejauhan kulihat suamiku tengah bersama seorang wanita. Apakah itu Arintha? Benakku merekam jelas wajahnya. Dan sungguh pun aku ingin turun dari mobilku dan melabrak mereka namun kuurungkan niatku itu. Aku harus bertindak hati-hati, dan sepucuk rencana telah kupersiapkan bagi wanita itu, yang telah merampas Cliff dariku. Rencana yang tak mungkin gagal, rencana yang akan menyatukan bahtera rumah tanggaku dengan suamiku kembali.
(Bersambung)