Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Artikel Utama featured

Tidak Ada Ujian Nasional Perbaikan untuk SMP

27 April 2015   09:10 Diperbarui: 9 Mei 2016   09:39 932 4

Seharusnya ada tanda tanya di akhir judul tersebut karena saya sebenarnya ingin mempertanyakan perihal Ujian Nasional Perbaikan yang akan diberlakukan mulai tahun 2016. Di Kota Mojokerto, Rabu, 22 April 2015 yang lalu para kepala sekolah SMP sederajat selaku Ketua Penyelenggara Ujian Nasional Tingkat Sekolah beserta Sekretaris Ujian Nasional diundang oleh Dinas Pendidikan Kota untuk mengikuti sosialisasi teknis pelaksanaan ujian nasional. Dalam kegiatan tersebut, pengawas menyampaikan sosialisasi dengan menggunakan tayangan yang bersumber dari file Infografis-Ujian-Nasional-2015-AR v10 RGB.pdf yang dikeluarkan oleh Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud.

Dalam salah satu halaman tayangan dinyatakan bahwa Ujian Nasional 1) tidak menentukan kelulusan, 2) dapat ditempuh beberapa kali*) dan 3) wajib diambil minimal satu kali*). Di bagian bawah tayangan tersebut dituliskan:

Kelulusan ditentukan sepenuhnya oleh sekolah dengan mempertimbangkan capaian seluruh mata pelajaran, keterampilan, maupun sikap dan perilaku siswa selama duduk di bangku sekolah. Bagi siswa yang nilai UN belum mencapai standar nilai kompetensi (55 atau kurang), dapat memperbaiki nilainya untuk mata pelajaran tersebut dalam ujian perbaikan.*

Keterangan atas tanda bintang yang terdapat pada nomor 2), 3), dan setelah kata ujian perbaikan adalah mulai tahun 2016. Jadi, menurut saya tayangan tersebut merupakan sosialisasi UN untuk tahun 2016, kecuali untuk butir 1. Selain itu, dari tayangan tersebut juga diperoleh pengertian bahwa siswa yang belum mencapai nilai 55 boleh mengikuti ujian perbaikan yang akan dilaksanakan mulai tahun 2016.

Kelihatannya tidak ada masalah dengan isi tayangan tersebut. Namun akan berbeda jika kita membuka Permendikbud No.5 Tahun 2015 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik.Pada pasal 15ayat (1) dinyatakan bahwa UN terdiri atas UN Utama, UN Susulan, dan UN Perbaikan. Sementara itu di pasal 15 ayat (8) dinyatakan bahwa UN Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk SMP/MTs, SMPLB, Program Paket B/Wustha. Dengan demikian, sebagian isi tayangan di file infografis tersebut bertentangan dengan bunyi pasal 15 ayat (8) karena tidak mencantumkan perkecualian untuk jenjang SMP dan yang sederajat.

Selain itu, beberapa sekolah tingkat SMP telah menyosialisasikan perihal ujian perbaikan yang tertera pada infografis kepada para siswanya. Saya yakin hal ini tidak hanya terjadi di Kota Mojokerto tetapi juga di daerah-daerah lain.Hal ini karena file infografis tersebut memang telah dikirim ke dalam account pribadi para guru dan kepala sekolah pada web http://bpsdmpk.kemdikbud.go.id/padamu sehingga pihak sekolah pun otomatis mendapatkan info tersebut. Apalagi tampilan file infografis tersebut lebih menarik, lebih singkat, dan hanya mencantumkan poin-poin pentingnya saja. Ini berbeda dengan tampilan permendikbud berisi pasal-pasal dan ayat-ayat yang panjang sehingga kurang praktis dan membutuhkan kecermatan lebih untuk memahaminya.

Kalau pihak sekolah sudah terlanjur menyosialisasikan bahwa ada ujian perbaikan namun kenyataannya tidak ada, ini tentu merugikan bagi siswa dan sekolah. Siswa mendapatkan informasi yang salah sementara pihak sekolah juga kelihatan tidak kredibel karena salah mengambil sumber. Celakanya, sumber sosialisasi yang kurang tepat tersebut asalnya juga dari Kemendikbud (Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat).

Rupanya perbedaan informasi ini pun belum banyak diketahui karena saat saya menyampaikan adanya perbedaan antara file infografis dan Permendikbud No.5 Tahun 2015 dalam forum sosialisasi tersebut, banyak peserta sosialisasi yang baru mengetahui saat itu. Tulisan ini saya buat untuk membantu mengingatkan barangkali di daerah lain di Indonesia ini masih ada juga yang belum mengetahui bahwa ujian perbaikan tidak berlaku untuk siswa SMP dan yang sederajat. Tujuannya agar para siswa SMP tidak mendapatkan informasi yang salah.

Selain masalah itu, ada satu masalah lagi yang muncul terkait kriteria kelulusan siswa yang terdapat pada pasal 2 Permendikbud No.5 Tahun 2015. Dalam pasal tersebut, Ujian Nasional tidak lagi disebutkan sebagai salah satu penentu kelulusan siswadari satuan pendidikan. Ini berarti sekolah mempunyai kewenangan penuh dalam memutuskan apakah seorang siswa lulus atau tidak. Namun, di pasal 2 ayat (4) dinyatakan bahwa kelulusan peserta didik ditetapkan setelah satuan pendidikan menerima hasil UN peserta didik yang bersangkutan. Ini berarti untuk menetapkan kelulusan peserta didik, pihak sekolah harus menunggu hasil UN, berapa pun nilainya. Yang menjadi masalah adalah apabila ada siswa yang tidak mengikuti ujian nasional dan tidak mendapatkan nilai UN berarti kelulusannya tidak bisa ditetapkan atau tidak bisa diputuskan karena harus menunggu hasil UN.

Dalam kondisi ekstrem, ketika ada peserta didik yang tidak mengikuti ujian nasional, apakah sekolah boleh menyatakan seorang peserta didik lulus dari satuan pendidikan meskipun dia tidak menerima hasil ujian nasional? Untuk sekolah reguler kejadian seperti itu jarang terjadi, tetapi untuk SMP terbuka, banyak siswa yang tingkat kesadaran akan pentingnya ujian nasional rendah sehingga kejadian ekstrem seperti itu sangat mungkin terjadi.

Dalam forum sosialisasi yang saya ikuti, masalah terakhir ini juga mengemuka. Di satu sisi satuan pendidikan berhak menetapkan kelulusan siswa berdasarkan nilai sekolah/madrasah (NS/M). Di sisi lain ada syarat siswa wajib mengikuti ujian nasional. Kalau menurut saya pribadi, memang benar sekolah menentukan kelulusan, tetapi kewajiban adalah soal lain. Wajib ya wajib. Siswa harus mengikuti ujian nasional. Tak peduli berapa pun nilai yang diperoleh. Kecuali ada sekolah yang mau menerima siswa baru tanpa menuntut syarat adanya nilai ujian nasional.

Saya kira pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu menjernihkan perbedaan yang terdapat dalam file infografis dan Permendikbud No.5 Tahun 2015 serta kriteria kelulusan tersebut agar tidak membingungkan para guru dan kepala sekolah yang merupakan ujung tombak kesuksesan dunia pendidikan. Para praktisi pendidikan dan pihak-pihak yang berkepentingan dimohon untuk turut serta memberikan sumbangan pemikiran. Sekian.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun