[caption id="attachment_260808" align="alignnone" width="336" caption="Dua singa yang berada di pintu masuk Qosr el nil bridge yang terbuat dari perunggu buatan Perancis di pulau Zamalek, Cairo (Foto : Bisyri)"][/caption] Banyak yang belum tahu tentang keberadaan singa-singa nil yang berjaga di jembatan yang dulunya dibangun oleh Raja Fuad untuk mengenang jasa ayahnya yang bernama Khedive Ismail. Jembatan yang menghubungkan antara Tahrir Square sebagai pusat ibu kota Cairo dengan pulau Zamalek diresmikan pada tanggal 6 Juni 1933 oleh Raja Fuad dengan nama Khedive Ismail Bridge. Namun, sejak adanya revolusi di Mesir pada tahun 1952, jembatan yang memiliki empat singa itu dirubah namanya menjadi Qosr el nil. Empat singa yang terbuat dari perunggu dengan tinggi dua meter itu dibuat oleh seorang seniman dari Perancis bernama Alfred Jacquemart dan pada awalnya didedikasikan untuk mengelilingi patung Muhammad Ali yang ada di Alexandria, tetapi oleh Linant de Bellefonds dibatalkan dan merasa lebih baik jika ditaruh di pintu masuk dan keluar jembatan Qosr el nil sebagai penjaga sungai nil. Sebelum singa-singa itu dipajang di nil, pada 1931 singa-singan itu berada di kebun binatang (zoological garden) yang ada di Giza. Saat ini, singa nil menjadi salah satu ikon menarik kota Cairo dan termasuk satu kebanggaan patung singa yang ada di Mesir. Banyak yang menganggap adanya singa di Cairo hampir mirip dengan ikon singa yang ada di Singapura, namun tentu ada perbedaan, karena ikon singa yang dibuat negara Singapura, badan dan buntutnya berbentuk ikan, sedangkan empat singa yang ada di Qosr el Nil bridge berbentuk singa utuh yang berjumlah empat. Sore hari ketika saya merasa suntuk berdiam diri di rumah, ada keinginan untuk sekedar melihat suasana malam di dekat empat singa berada. Seperti biasanya, kawasan Tahrir yang dilewati oleh sungai nil selalu ramai. Saya datang ke sana sekitar jam 5 sore, pas dengan ketika semua orang Mesir pulang dari kerja. Banyak dari mereka menikmati sunset matahari di pinggiran nil bersama pasangannya. Ada beberapa yang bersantai di cafe sambil mengobrol apa saja. Dekat tempat saya duduk, ada beberapa pemuda Mesir yang sedang membawa gitar dan bernyanyi bersama teman-temannya, ada beberapa lagunya yang saya tahu, seperti lagunya Tamr Hosny atau Amr Diab. Kadang di tengah-tengah saya asyik ngobrol dengan sahabat saya, terbesit dalam fikiran, kenapa di sini tidak ada pengamen jalanan, padahal di tempat saya duduk bersantai di pinggir nil ini sangat ramai sekali. Kurang kratif. Singa penjaga nil tidak pernah sepi. Entah dari orang-orang Mesir yang asyik mengambil foto dengan menaiki punggungnya atau para turis yang berpose di bawah para singa. Banyak orang yang tidak mengerti dengan nama jembatan yang menjadi tempat bersemayamnya para singa itu, tetapi bagi mereka keberadaan singa-singa itu menjadi ketertarikan tersendiri ketika berkunjung ke Cairo. Di pulau Zamalek, tepat ketika memasuki kawasan pulau, setelah keluar dari jembatan yang dijaga empat singa, terdapat patung seorang pembesar Mesir, saya kurang tahu siapa patung itu, apakah Khedive Ismail atau yang lain dengan pose berdiri sambil mengangkat satu tangannya, seakan memberikan tanda selamat datang bagi setiap orang yang memasuki pulau kecil Zamalek. Saya berpose di sana ketika malam mulai menyapa. Waktu maghrib tiba. Saya mencari tempat yang bisa digunakan untuk menunaikan shalat. Suara adzan berkumandang di kota seribu menara dan saya berusaha mencari sumber suara yang paling dekat. Tepat di bawah dekat gedung hotel Novotel berdiri, ada bangunan kecil seperti terowongan dan saya baru sadar kalau itu adalah masjid, masjid di bawah apartemen. Saya shalat di sana. Usai shalat, Singa nil semakin tajam pandangannya dengan lampu-lampu yang diatur sedemikian rupa. Sungai nil juga menjadi hidup dengan resto-resto apungnya yang suka bermain lampu yang glamour. Saya melanjutkan perbincangan dengan sahabat saya di bawah nil, dekat dengan singa nil berdiri. Kami hanya membayar 3 pound per orang untuk memasuki kawasan itu. Hawa dingin mulai menyapa ketika malam semakin larut. Walaupun kawasan nil semakin malam semakin hidup, saya tidak betah berlama-lama. Tidak ada yang istimewa bagi saya dengan pemandangan nil yang setiap hari seperti itu saja. Kepergian saya untuk menonton nil dan empat singanya adalah hanya ingin menikmati suasana baru ketika setiap hari letih dan capek bekerja dan ingin melihat kejernihan airnya. Air menjadi salah satu terapi untuk sedikit menenangkan jiwa. Itu salah satu alasan saya. Jembatan Qosr el nil disamping menjadi penghubung antara Zamalek dan Tahrir Square juga menjadi jalan menuju Opera House dan dua hotel besar (Hilnan Shepard dan Semiramis). Untuk bisa menuju ke sana, saya suka naik kereta listrik bawah tanah Metro Cairo dan turun di depan Mujamma', gedung pusat imigrasi Mesir dan berjalan melewati taman kota di belakang hotel Semiramis intercontinental dan langsung di sapa dengan dua singa yang ada di kanan dan kiri pintu masuk jembatan. Itulah empat singa yang berada di jembatan yang diresmikan pada tahun 1933 yang dibangun oleh perusahaan Dorman & Long Co. yang berasal dari Inggris. Hingga saat ini jembatan ini masih kuat dan kokoh berdiri dan menjadi salah satu lalu lintas utama penghubung antara kota Cairo dan Giza. ------------------------------------- Catatan kecil singa sungai nil mengingatkan saya pada beberapa gadis Mesir yang hendak menyapa tapi gak jadi. [caption id="attachment_260809" align="alignnone" width="500" caption="Berpose dengan latar belakang hotel Semiramis intercontinental dengan dengan jembatan Qosr el Nil yang dijaga empat singa (Foto : Bisyri)"][/caption] [caption id="attachment_260810" align="alignnone" width="500" caption="Bersama orang Mesir di bawah patung seorang pejabat Mesir, saya lupa tidak mengintip nama patungnya (Foto : Bisyri)"][/caption] [caption id="attachment_260811" align="alignnone" width="336" caption="Patung selamat datang, yang tahu nama orang yang sedang menyambut itu silahkan kasih tahu saya..:) (Foto : Bisyri)"][/caption] Salam Kompasiana
Bisyri Ichwan
KEMBALI KE ARTIKEL