Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Artikel Utama

Buka Bersanding Nil

12 Agustus 2010   22:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:05 287 0
[caption id="attachment_224351" align="alignnone" width="500" caption="Sungai nil yang selalu membawa cerita kisah manusia (doc. pribadi)"][/caption] Akhirnya di hari kedua ramadhan ini saya bisa bertemu sungai nil kembali setelah beberapa lama tidak menyambanginya. Sungai nil telah menjadi saksi atas banyak kisah manusia yang melewatinya. Aliran sungainya yang jernih dipadukan suasana malam kota Cairo telah membuat saya semakin rindu untuk terus bersanding bersamanya. Siang tadi, sahabat saya Erick ditelpon tamu yang datang dari Aljazair untuk menemui beliau dan diajak buka puasa bersama. Dulu perkenalannya sederhana yakni ketika naik bareng satu pesawat Kuwait airlines dan bercengkrama di bandara. Sambil mengobrol ringan, ternyata diketahui beliau bernama bapak yandi, satu-satunya orang Indonesia yang diberi amanah sebagai bagian pemimpin manajemen sebuah perusahaan yang sangat terkenal di Mesir bernama Orascom. "Kita enaknya bertemu di mana bang?", erick bertanya tentang tempat yang cocok untuk berbuka puasa. Saya salut dengan pak yandi, beliau begitu familiar dan enak diajak ngobrol, sampai kami memanggilnya dengan sebutan abang, orangnya juga profesional, ada waktu dan tempat sendiri kapan bicara serius dan kapan ngobrol yang ringan-ringan. Kebetulan di Cairo ini, kami adalah satu-satunya mahasiswa Indonesia yang sering diajak beliau untuk ngobrol bareng di pinggir sungai nil. Dulu waktu masih bekerja di Cairo, kami pernah menemui beliau di kantornya yang juga menjadi gedung tertinggi di pinggiran sungai nil di Cairo bernama Arkedia hotel. Nama Orascom tempat beliau bekerja juga bukan perusahaan yang asing di telinga orang Mesir. Hampir semua kontrak pembangunan mewah yang tersebar di Cairo terutama wilayah elit digarap oleh perusahaan Orascom. Sore tadi menjelang buka puasa, beliau memesan makanan khas Indonesia. Maklum, di kawasan mewah Zamalek, wilayah yang terletak di antara sungai nil Cairo dan Giza tempat beliau menginap di hotel yang bernama President, tidak ada menu masakan Indonesia. Semuanya serba khas Mesir bergaya eropa. Semua restoran Indonesia hanya ada di kawasan Nasr City yang menjadi wilayah terbanyak orang melayunya. Capcay, ikan gurameh sambal pedas, telor mata sapi, ayam bakar Indonesia dan beberapa menu lain menjadi sasaran kami di restoran bernama basmalah, salah satu restoran yang sudah terkenal cita rasanya yang berada di gami'. "Waduh ustad, kita lagi penuh pesanan nich", seorang penjaga resto keberatan dengan pesanan kami. "Wah gimana ya, ini pesanan tamu ustad, dia katanya cocok dengan masakan di sini. Khas Indonesia banget.", erick berusaha bagaimana pesanan kami diterima. Tiba-tiba seorang koki yang berada di dapur nyeletuk, "ooo..bapak yang kemarin ke sini itu ya, kemarin dia pesan capcay daging", "iya mas, betul sekali". "oke ustad bisa kita buatkan, tapi ngambilnya jam 6, adzan magrib kan jam 7, jadi pas", dia menjelaskan kembali. "oke". Sambil menunggu jam 6, saya menonton sinetron KCB spesial ramadhan lewat youtube. Sekitar jam 5.45 kami ke gami' kembali untuk mengambil pesanan makanan. "Oke ustad, tinggal membungkus nasi doang", kata pelayannya. Kami menunggu sekitar 15 menit karena ternyata mereka tidak punya kembalian uang dan harus wira wiri mencari fakkah (receh) di warung Mesir sampingnya dan alhamdulillah dapat. Semua makanan hanya habis 55 pound, sekitar 110 ribu rupiah. Berlari ke jalan raya untuk mengejar waktu maghrib kami mencegat taksi apa saja yang lewat, entah hitam ataupun putih yang memakai argo. "taksi...tahrir, funduk arkadea", "taksi...tahrir, hotel arkadia", saya mencegat salah satu taksi dan menjelaskan tujuannya. "ma'lish..ma'lish", "maaf..maaf", sambil men-dada-kan tangan pertanda tidak bisa. Sementara maghrib tinggal setengah jam lagi. Ada satu taksi dengan sopir anak muda menghampiri kami ketika saya mencegatnya, "tahrir..funduk arkadea", "ta'ala..udkhul!", "kesini masuk!", tanpa basa basi dia mempersilahkan kami untuk masuk taksinya. Tidak ada tawar menawar harga seperti biasanya, dia sudah tahu diri bentar lagi adzan maghrib sementara gami', nasr city ke Tahrir lumayan jauh, dengan kecepatan normal di suasana lalu lintas normal tidak cukup waktu satu jam. Gila!, dugaan saya benar. Didukung dengan umurnya yang masih muda, dia menyopir seperti di dalam arena balapan mobil saja. Suanana Cairo menjelang berbuka begitu lengang, hampir bisa dikatakan tidak ada kendaraan. Dari nasr city ke Tahrir mampu ditempuh hanya sekitar 20 menit!, hampir sampai tahrir saya berkata kepadanya, "law samah ya shodiq, mumkin 'ala tul ila zamalek, ila funduk President fi syari' Thoha Husein", "mohon maaf mas, mungkin kita bablas saja hingga ke zamalek di hotel presiden di jalan toha husein". Ini strategi kami saja, karena kalau tadi ngomongnya langsung ke zamalek bukan tahrir pasti dia tidak mau karena sangat jauh. Adzan maghrib berkumandang ketika kami memasuki wilayah yang terkenal elit dan menjadi tempat kedutaan-kedutaan besar berdiri di zamalek. Kami berhenti di jalan toha husein dan memberikan ongkos taksi 40 pound tanpa pertanyaan terlebih dahulu. Alhamdulillah sopirnya baik, sehingga dia langsung berterimakasih dan pergi. Di depan hotel president, pak yandi ternyata sudah menunggu kami sambil menyedot rokok kesukaannya, gudang garam yang beberapa waktu lalu ia beli di nasr city di toko dekat restoran Indonesia. "assalamu'laikum bang..lama gak jumpa bang", kami bersapa dengannya sambil memasuki lift di dalam hotel. "bisyri ya", dia menunjuk saya. "iya bang...", senyum saya. Kami berbuka bersama di dalam kamar hotel yang dekat dengan sungai nil setelah menunaikan shalat maghrib berjama'ah. Sambil menyantap makanan, kami membuka dengan cerita-cerita ringan tentang pengalaman pribadi masing-masing. Sungguh gigih!, begitu kesimpulan saya tentang perjalanan hidup pak yandi. Beliau memulai semuanya dari nol, hingga mendapatkan posisi strategis di perusahaan yang sering menggarap pembangunan di kawasan timur tengah dan afrika. Kami mengobrol hingga hampir jam sepuluh malam. Kami tahu diri dengan kondisi pak yandi, beliau adalah orang sibuk dan perlu istirahat. Kami berpamitan kepada beliau, "kalau butuh apa-apa selagi masih di Cairo hubungi saya aja bang, saya sangat senang kalau dibutuhkan bang", erick mengakhiri pembicaraannya. Kami berjalan menyusuri sungai nil malam hari. Banyak masjid-masjid yang sedang menunaikan shalat tarawih, banyak pula beberapa pemuda yang sedang dimabuk asmara di pinggiran nil yang jernih. Kami terus berjalan menyusuri sungai hingga tiba di mahattah abdul mun'im riyad depan hotel berbintang Ramses Hilton. Kami menaiki bus merah dan pulang kembali ke nasr city. Datang kerumah langsung shalat tarawih sendiri. -------------------------------------------- Bapak Yandi bagi saya adalah sosok yang saya kagumi. Alasan dia memilih perusahaan luar negeri, katanya, adalah karena di perusahaan dalam negeri dia malah tidak dipercaya saat presentasi tentang gagasan dan ide yang dia miliki. [caption id="attachment_224353" align="alignnone" width="500" caption="Hotel megah Ramses Hilton pinggir nil (doc. pribadi)"][/caption] Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun