Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Bawah Tanah Laut Merah

7 Agustus 2010   20:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:13 507 0
[caption id="attachment_219165" align="alignnone" width="500" caption="Jalan bawah tanah terusan Suez Laut Merah yang selalu dijaga ketat tentara (Foto : Google.com) "][/caption] Perjalanan wisataku kali ini sampai juga diperbatasan antara benua asia dan benua afrika yang ada di Mesir. Tujuan wisata kali ini adalah pantai Taba, daerah perbatasan empat negara antara Mesir, Saudi Arabia, Yordania dan Israel. Tujuan kedua adalah pantai Nuwaeba, jika kuat berenang di pantai ini bisa sampai Saudi Arabia dan pantai Dahab, pantai yang terkenal dengan tempat diving para pecinta dunia bawah laut. Pada saat lelah setelah jalan-jalan mengelilingi masjid-masjid bersejarah di Cairo, aku bersama kedua sahabatku, mahmudi dan gus riza memiliki rencana untuk mengisi perut di warung di kawasan gami', nasr city, daerah yang sering dijuluki kampung melayu karena banyaknya orang Indonesia dan malaysia yang bermukim di sana. Sasaran warung yang kami tuju adalah warung al-bantany milik teman-teman provinsi Banten. Sebagaimana biasa, di warung ini selalu ramai dan sering menjadi tempat nongkrongnya teman-teman sambil menyedot syisha dan ada juga yang merokok. Tidak sengaja aku bertemu dengan sahabatku, waiz yang asli Banten. "Wah gimana kabarnya nich, sibuk terus ya". "ya Alhamdulillah baik, gak kok, lagi santai aja, biasalah cari makan di negeri orang", jawabku sekenanya. Tiba-tiba dia to the point menawariku untuk ikut rihlah (berwisata) bersama teman-teman dari Banten. "Rihlah kita bakalan seru nich, ada kambing gulingnya", kata dia bersemangat sekali. "Hmm..gimana ya, aku sebenarnya lagi sibuk-sibuknya kerja kontainer nich". Aku berfikir sebentar untuk mensiasati ajakannya. Sambil mengambil beberapa lauk dan menerima bungkusan nasi, aku mengiyakan ajakannya, mumpung ada kesempatan bisa ke sana, "oke iz, aku ikut". "Wah..makasih sekali pak bisri mau ikut", begitu senangnya waiz ketika aku mengiyakan ajakannya. Dia selalu memanggilku dengan pak, entah kenapa, mungkin memang wajahku yang kata orang lebih tua dari umurku. Aku memberikan uang kepada panitia yang kebetulan ada juga di warung itu, "saya bayar 50 pound dulu ya mas, sisanya nanti kalau sudah berangkat, kebetulan saat ini saya tidak sedang bawa uang banyak". Dia oke-oke saja dengan pembayaranku yang tidak langsung lunas. Aku bertanya-tanya kenapa waiz dan panitia yang ku temui saat itu begitu senang dengan pendaftaranku untuk rihlah, padahal biasanya biasa-biasa saja. Aku bertanya kepada salah seorang dari mereka tentang hal ini dan jawabannya ternyata membuat diriku memaklumi, mereka memang mengambil dua bus yang tentunya memerlukan peserta paling tidak 100 orang, padahal liburan musim panas saat ini banyak juga organisasi dari teman-teman Indonesia di Cairo yang mengadakan wisata di tempat yang berbeda. "Maklum saja kalau mereka 'ngoyo' cari peserta, targetnya memang orang banyak". Saat hari H sebelum pemberangkatan bertepatan dengan malam minggu, kami berkumpul di jalan raya dekat dengan sekretariat KMB, nama organisasi keluarga Banten, juga dekat dengan terminal utama nasr city bernama Zahra. Beberapa kali panitia menelpon ke nomor hapeku, "bisri, antum posisi di mana sekarang, antum udah ditunggu kita semua nich", saat itu memang sudah hampir jam 1 malam, rencana berangkat dari Cairo sekitar jam 2 pagi. "Mau kemana bis?", Bos tempat aku bekerja di perusahaan kontainer bertanya padaku saat aku mengemas pakaian hendak berangkat rihlah melewati jalan bawah tanah laut merah. "Mau ke Taba mas". "ohh..Taba perbatasan Israel itu..??". "Iya mas". "Ada kursi kosong gak, coba telpon panitia, kalo ada pesan tiga". "Hahh", sontak aku agak kaget juga dengan pertanyaan bosku. Rasanya memang sudah biasa adat di tempatku bekerja, kalau kepengennya saat ini, maka saat ini juga harus terlaksana, karena waktu besok sudah ada pekerjaan lagi yang harus diselesaikan. Aku menelpon panitia dan alhamdulillah ternyata ada beberapa peserta yang mengundurkan diri dan ada 3 kursi kosong. Aku berangkat rihlah bersama sahabatku orang Mesir, Omar yang kerjanya bagian suplier hotel dan restoran di Cairo dan bosku bersama istrinya yang kebetulan sedang rihlah di Mesir. Kami berempat berangkat dari rumah dengan mobil suzuki menuju tempat menunggu dekat terminal zahra. "Udah jam 2 pagi lebih nich mas", kami peserta menggerutu karena ternyata tidak sesuai seperti yang dijadwalkan panitia yang mengadakan rihlah. Aku mendekat kepada ketuanya yang kebetulan juga sahabatku, "kapan berangkatnya mas, sudah jam 2 lebih sekarang?", "ohh..maaf, busnya udah on the way nich, sebentar lagi sampai ke sini kok". "Oke", jawaban singkat dariku dan aku menyingkir duduk bersama teman-teman di pinggir jalan. Jawabannya dari tadi sama saja, "bus sudah on the way", tapi jalan yang mana ya, masak dari Ashir ke zahra yang biasanya kalau pakek mobil sendiri bisa ditempuh tidak kurang dari sepuluh menit, kalau pakek bus bisa dua jam lebih, "ahh..ada-ada saja panitia cara membohongi kami". Lumayan bosan kami menunggu dan ternyata bus bisa berangkat tepat hampir jam 4 pagi. Masalahnya, ketika bus datang sekitar jam 3 pagi, ada masalah baru yang muncul yakni ada peserta yang visa pasportnya mati dan belum diperpanjang, padahal untuk memasuki wilayah Taba yang berbatasan langsung dengan Israel harus memiliki visa yang masih berlaku dan penjagaan militer di sana sangat ketat. Hampir satu jam panitia wira-wiri mencarikan pinjaman pasport bervisa untuk empat orang. Alhamdulillah setelah dapat, tepat hampir jam empat pagi kami berangkat. Perjalanan dari Cairo menuju jalan terusan Suez sangat hening. Sopir bus menyetir sangat kencang karena mengejar waktu, rencanya waktu subuh kami harus sudah sampai di dekat jalan bawah tanah Ahmad Hamdi yang menjadi penghubung antara benua asia dan benua afrika yang berada di bawah laut merah. Beruntung sekali, jalan pagi hari di Mesir lumayan sepi, sekitar dua jam perjalanan, kami mampir di sebuah tempat peritirahatan di kafe untuk menunaikan shalat subuh. Kanan kiri pemandanganya adalah padang pasir yang terhampar luas sekali. "Wah..sopirnya tadi benar-benar ngebut, seharusnya Cairo sini bisa ditempuh 3 jam, tapi ini hanya dua jam", kata salah seorang temanku. Usai menunaikan shalat subuh dan minum syai (teh) hangat sambil menikmati udara pagi dekat perbatasan benua asia di terusan Suez, kami melanjutkan perjalanan kembali. Baru beberapa kilometer kami berjalan. Panitia mulai membunyikan mix dan menerangkan, "sebentar lagi kita akan melewati jalan bawah tanah terusan suez laut merah". Jalan bawah tanah itu dibangun oleh Inggris pada tahun 1983 dan diperbarui kembali oleh pemerintah Mesir yang mendapat bantuan dana dari Jepang pada tahun 1992 akibat kebocoran yang terjadi dan keretakan struktur bangunan. Ide dari pembangunan jalan bawah itu dari Ahmad Hamdi, sehingga nama jalannya juga memakai namanya. Panjangnya sekitar 1,63 kilometer dengan lebar jalan 11,6 meter. Di atas jalan di laut terusan suez aku melihat kapal kontainer besar berisi penuh muatan kargo-kargo kontainer sedang melintas.  Sayangnya di kanan kiri bahu jalan banyak sekali milter bersenjata lengkap dengan tembak laras panjang yang selalu siap siaga berjaga-jaga, jadi aku takut untuk mengambil fotonya. Selesai menyeberangi jalan ini juga masih banyak sekali para tentara yang menjaganya. Kawasan ini sudah termasuk wilayah Sinai selatan, daerah yang dulu pernah dikuasai oleh Israel. Perjalanan dari Sinai ke Taba masih lama sekali, masih sekitar 4 sampai 5 jam lagi. Untuk mengisi waktu itu, aku ingin memejamkan mata terlebih dahulu. Jalanan yang kami lewati semakin terjal dan meliuk-liuk dengan batu-batu besar pegunungan di kanan kiri bahu jalan. Aku ingin tidur dan rasanya kepalaku juga agak merasa pusing dengan kondisi ini. ************************************* Sepenggal cerita perjalanan di batas Israel. [caption id="attachment_219166" align="alignnone" width="500" caption="Cafe tempat shalat subuh dan nge-teh sebentar (doc. pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_219167" align="alignnone" width="500" caption="Bus travel yang membawa kami (doc. pribadi)"][/caption] Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun