BUDIDAYA TANAMAN SAWIT DI LAHAN GAMBUT (Elaeis guineensis Jacg)
A. Pendahuluan
Budidaya kepala sawit di lahan gambut mempunyai suatu tantangan tersediri. Lahan gambut merupakan lahan yang berpotensi tinggi, namun dalam kondisi tidur. Hal ini dapat diketahui bahwa kandungan bahan organik di dalam lahan gambut sangat tinggi, bahan tersebut merupakan sumber unsur hara yang sangat potensial.
Namun lahan gambut merupakan lahan yang bermasalah beberapa masalahan pada umumnya terjadi di lahan gambut adalah sebagai berikut:
(1) Permasalahan bahwa unsur hara tersebut dalam kondisi tidak dapat diserap oleh tanaman dikarenakan adanya keasaman tanah, dan beberapa unsur terikat dampak dari proses penimbunan dan perendaman yang beratus-ratus tahun.
(2) Kandungan unsur hara tertentu yang berasal dari tanah relatif sangat sedikit. Walaupun dibutuhkan tanaman relatif sedikit, namun karena ketersediaan di lahan tidak mencukupi maka tanaman yang ada di atasnya sering mengalami kekurangan unsur tersebut yang berdampak pada proses metabolisme dan kesehatan tanaman.
(3) Kandungan unsur-unsur racun bagi tanaman dan hewan yang merupakan dampak dari keasaman tanah tersebut. Secara proses kimiawi hidroksida akan diikat, sedangkan unsur-unsur kation yang biasanya berupa logam menjadi terlepas yang menjadi senyawa racun bagi tanaman, hewan dan manusia.
(4) Kandungan air yang ada di lahan gambut. Struktur lahan gambut tidak padat, yaitu terdiri dari sisa-sisa tanaman yang tidak membusuk secara total. Sehingga antara satu bagian dengan bagian lainnya mempunyai rongga. Pada saat lahan digenangi air maka seluruh lapisan terisi air. Kondisi ini terjadi beratus tahun karena lahan gembut biasanya pada lahan yang tergenang air yang tidak teralirkan. Upaya membuat drainase dan mengalirkan air yang menggenang akan berdampak pada mengalirnya seluruh air yang ada di lahan tersebut. Sehingga lahan menjadi kering kerontang.
(5) Ketebalan gambut berpengaruh terhadap tanaman. Tekstur lahan tidak mantap, banyak rongga, bahan berasal dari materi tanaman, kandungan tanah alam sangat sedikit atau bahka tidak ada. Untuk tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan besar, maka ketebalan gambut menjadi masalah. Lahan gambut pada umumnya tidak padat, sehingga tanaman besar dapat miring atau bahkan rubuh jika ditanam di lahan gambut.
(6) Banyak lagi permasalahan yang ada di lahan gambut yang tidak seluruhnya dituliskan di sini.
B. Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Lahan Pertanian
Pemanfaatan lahan gambut untuk lahan pertanian yang subur telah terjadi di berbagai daerah, di luar negeripun lahan-lahan subur di benua Amerika, Canada, dan Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Argentina, Brazil dan Chili) sebagian berasal dari lahan gambut. Demikian pula lahan di Indonesia sendiri sebagian berasal dari lahan gambut. Khusus untuk budidaya tanaman sawit sudah banyak lahan gambut yang digunakan.
Adanya inovasi baru di bidang teknologi pertanian sangat memungkinkan penanganan lahan gambut dengan hasil yang optimal. Selama ini penanganan lahan gambut di Indonesia masih menggunakan sederhana, namun hasilnya cukup menggembira-kan. Proses sederhana ini akan lebih optimal dengan menambah atau menyempurnakan dengan menggunakan inovasi teknologi yang saat ini telah ditemukan.
Beberapa proses penanganan lahan gambut menjadi lahan pertanian khususnya untuk budidaya kelapa sawit adalah:
1. Proses fisik: dilakukan dengan membangun/menata lahan sehingga drainase dan pembentukan lahan untuk media tanaman tersedia. Lahan yang semula digenangi air, maka dilakukan drainase yang membuat lahan tidak tergenang lagi. Jika ada tanaman di atasnya maka tanaman dapat tumbuh dan tidak terganggu dengan adanya air yang tergenang. Pembangunan drainase ini dinamakan tata air makro dan tata air mikro. Proses ini tetap dilakukan karena pembenahan fisik sangat diperlukan.
2. Proses kimia: dilakukan pada lahan-lahan yang mempunyai keasaman tinggi atau pH rendah, maka berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Dalam kondisi tertentu membuat tanaman tidak dapat tumbuh. Upaya perlakukan yang digunakan adalah memberikan kapur tohor dan dolomit. Proses ini membutuhkan waktu yang relatif lama dan membutuhkan materi kapur dan dolomit relatif banyak. Sedangkan hasil yang dicapai masih meragukan, jika kondisi keasaman sangat kuat justru kapur menggumpal dan lahan tidak berubah.
Penanganan lahan asam menjadi netral dapat dilakukan dengan cara memproduksi bahan katalisator yang mengubah sifat asam tanah menjadi netral, dan bahan tersebut dapat diproduksi dari bahan gambut bersangkutan. Proses tersebut hanya dapat dilakukan oleh makluk hidup mikroba/ jasat renik.
Ada jenis mikroba yang dapat menghasilkan enzym bersifat katalisator yang mampu mengubah senyawa asam menjadi netral. Mikroba tersebut ditemukan pada tanaman yang seharusnya tidak tumbuh di lahan gambut, tetapi ditemukan tumbuh. Setelah diteliti ternyata terdapat mikroba yang bersifat seperti yang dijelaskan di atas. Pada saat ini mikroba tersebut telah dikembangkan dengan mikroba lain dalam produk dari”Teknologi Bio Perforasi” (pupuk hayati ”Bio P 2000 Z”, pupuk organik granul ”Bio Alami” dan pupuk organik cair ”Phosmit”
3. Proses alami: biasanya penanganan lahan gambut ini dengan cara alami yaitu ditanami dengan jenis tanaman yang cocok. Dengan berjalannya waktu dicoba dengan tanaman lainnya dan semakin beragam. Biasanya menunggu antara 5 tahun untuk lahan gambut jenis D dan E, sedangkan pada lahan gambut C dan B membutuhkan antara 5 sampai 10 tahun. Bahkan untuk lahan A dan sebagian B membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun.
Lamanya proses tersebut dikarenakan kondisi dan kandungan unsur-unsur kimia yang perlu diubah menjadi kondisi yang cocok dengan pertumbuhan tanaman.
Misalnya: Tanah asam perlu dinetralkan; kandungan unsur yang bersifat penghambat tanaman (logam-logam berat) perlu diubah persenyawaannya menjadi tidak beracun, bahan organik yang belum busuk perlu dibusukkan.
Proses ini sebenarnya secara alami dilakukan oleh mikroba. Lamanya waktu yang dibutuhkan dalam proses ini karena keberadaan mikroba relatif sedikit, dan bahkan tidak ada. Dengan jumlah relatif sedikit tingkat pencapaian hasil menjadi lambat dan kurang sempurna sesuai harapan.
Inovasi yang dilakukan ”Teknologi Bio Perforasi” (pupuk hayati ”Bio P 2000 Z”, pupuk organik granul ”Bio Alami” dan pupuk organik cair ”Phosmit” adalah gabungan penyediaan unsur hara siap serap dan mikroba-mikroba digunakan sebagai pengelola tanah dan tanaman yang terdiri dari:
(1) Mikroba pengelola kondisi lahan, yang mempunyai kemampuan sebagai pengubah keasaman tanah, mikroba yang mampu mengubah unsur racun bagi tanaman menjadi senyawa tidak beracun.
(2) Mikroba pengelola unsur hara tanaman yang mempunyai kemampuan: menyerap unsur N2,O2, H20, CO dari udara; mempunyai kemampuan menguraikan ikatan Phospat di tanah. Mengubah zat-zat kimia termasuk pupuk an organik menjadi organik dan menyimpannya dalam tubuh yang siap diserap tanaman.
Dari dua kemampuan tersebut maka lahan gambut dapat dipercepat paling lambat 2 tahun sudah sama dengan kondisi secara biasa mencapai 10 tahun.
4. Proses pembakaran: Proses ini sering dilakukan untuk penanganan lahan gambut. Proses ini diawali dengan mengalirkan air yang tergenang dengan membuat saluran drainase. Setelah kering lahan dibakar.