Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Benarkah Nyawa Partai Demokrat Sudah di Ujung Leher?

18 November 2013   15:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:00 469 1

Ironis. Partai yang sejak didirikan cukup menghentak, fenomenal, dan mampu mengubah peta politik nasional, kini sedang berada di titik nadir. Bagaimana tidak disebut partai fenomenal? Pertama kali ikut pemilu pada 2004. Partai Demokrat secara gemilangmampu memenangkan ajang Pilpres. SBY yang saat itu berpasangan dengan JK berhasil mengalahkan pasangan incumbent Megawati-Hasyim Muzadi.

Berlanjut pada Pemilu 2009. Ketika itu kemenangan Demokrat lebih lengkap. Pemilu legislatif dan presiden berhasil dimenangkan. Partai Demokrat menjadi satu-satunya partai peserta pemilu yang raihan suaranya memenuhi presidential threshold (PT). Mereka meraih 26 persen lebih kursi legislatif. Demikian halnya di ajang Pilpres. Demokrat berhasil mendudukkan SBY-Boediono sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Yang cukup fenomenal, pasangan SBY-Boediono mampu mengalahkan pasangan lainnya dalam satu putaran. Dengan perolehan suara lebih dari 60 persen.

Turbulensi politik menghantam Partai Demokrat dimulai usai Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. Di luar dugaan saat itu Anas Urbaningrum terpilih menjadi Ketua Umum PD periode 2010-2015. Konon, kemenangan Anas ini sedikit membuat gusar SBY. Andi Mallarangeng yang “direstui” SBY kalah telak.

Merasa sebagai anak yang tidak diharapkan kelahirannya, Anas menyusun kekuatan dan melakukan perlawanan kepada SBY. Dia rajin turun ke bawah. Memastikan pimpinan DPD dan DPC adalah jejaringnya dan pendukungnya. Sejak itu di internal Demokrat terdapat dua matahari kembar. SBY dan Anas. Mereka saling berebut pengaruh.

Kepercayaan publik kepada Partai Demokrat kian tergerus, ketika Bendahara Umum saat itu M. Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka pembangunan Wisma Atlet Sea Games di Palembang pada 2011. Penangkapan M. Nazaruddin pun dipenuhi drama politik. Sempat menjadi buronan dan diburu Interpol, KPK, dan Kepolisian. Dalam pelariannya, M. Nazaruddin “ngoceh” tentang keterlibatan beberapa elit Demokrat dalam berbagai kasus korupsi. Anas Urbaningrum menjadi sasaran tembak utama. Akhirnya Anas menyatakan berhenti dari Ketua Umum PD, setelah resmi dijadikan tersangka kasus Hambalang.

Masih adakah peluang Partai Demokrat untuk bangkit? Peluang tetap ada. Politik selalu menyisakan peluang. Tergantung bagaimana SBY, para pengurus, dan kader Demokrat dalam menyikapinya. Yel-yel perjuangan yang diperkenalkan SBY pada acara Temu Kader di Sentul, Bogor, harus benar-benar bisa diterjemahkan di lapangan. Berbenah! Maju! Tingkatkan kesejahteraan rakyat!

Berbenah! Konsolidasi di internal Demokrat harus ditingkatkan. Sistim pengaderan secara berjenjang harus dijaga kekontinuitasnya. Materinya harus selalu update dan relevan. Perbaikan sistim rekrutmen member. Melakukan bersih-bersih di internal partai. Kader. Kader yang terindikasi korupsi harus disikat habis. Dipecat!

Maju! Tidak perlu menengok ke belakang. Tidak boleh terbuai oleh kemenangan masa lalu. Semua elemen Demokrat harus menyadari, saat ini partainya sedang dalam posisi terpuruk. Bergandengan tangan untuk bergerak maju. Bekerja keras untuk mengembalikan pamor partai dengan berbuat nyata untuk rakyat.

Tingkatkan kesejahteraan rakyat! Menyusun dan melaksanakan program-program pro rakyat. Masih tersisa waktu sekitar 6 bulan untuk meyakinkan publik. Bahwa Demokrat adalah partai yang mendahulukan kepentingan rakyat. Rakyat tidak memerlukan pidato-pidato, wacana, agitasi, tapi, perlu disentuh langsung dengan program-program pemberdayaan. Jangan lupa, pelaksaan program-program pro rakyat ini jangan lalu berhenti usai pemilu. Harus ada jaminan kontinuitasnya. Jangan ada kesan, rakyat merasa hanya dimanfaatkan saatpemilu saja.

Prestasi Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II juga sangat mempengaruhi persepsi publik terhadap Partai Demokrat. Bila prestasi Kabinet meningkat kemungkinan besar bisa menaikkan elektabilitas Partai Demokrat pula. Untuk itulah, pemerintah pusat wajib menggenjot prestasinya di segala bidang, utamanya dibidang ekonomi, kepastian hukum, dan sosial.

Tidak kalah pentingnya, menurut hemat penulis, Partai Demokrat perlu menunjuk seorang juru bicara yang mumpuni. Pribadi yang santun, cerdas, dan komunikatif. Mampu menjadi dirigen, agar orkestra Partai Demokrat  di eksternal menjadi rancak dan merdu. Serangan lawan politik bisa diredam dengan elegan. Lawan menjadi “klepek-klepek” tanpa harus menyerang balik. Orang semacam Ruhut “Poltak” Sitompul dan Sutan Batoegana sebaiknya  minggir saja. Saya menilai, ucapan dan tindakan mereka malah kontraproduktif.

Akhirnya, bisa jadi saat ini nyawa Partai Demokrat sudah mendekati lehernya, namun begitu masih ada harapan untuk bangkit kembali. Menjadi partai tengah yang kuat seperti cita-cita SBY dan para pendirinya.

Semoga

Foto: Ujang Zarelani

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun