Sebab dia baru bisa dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta bila pengunduran dirinya disetujui oleh DPRD Surakarta. Surat Keputusan persetujuan pengunduran diri dari DPRD Solo adalah dasar bagi kementerian dalam negeri untuk membuat surat keputusan penetapan presiden untuk mengangkat Jokow sebagai gubernur DKI.
Untuk mundur Jokowi harus mendapat persetujuan 3/4 anggota DPRD Solo melalui sidang paripurna. Hanya ada dua kemungkinan diterima atau ditolak. Bukan mustahil pengunduran dirinya ditolak. Apalagi jika melihat komposisi partai pendukungnya, hanya PDI Perjuangan dan Partai Gerindra yang mendukung Jokowi menjadi cagub DKI.
PDI Perjuangan hanya memiliki 15 kursi di DPRD Surakarta dari 45 kursi. Sementara Gerindra memiliki dua kursi. Selebihnya adalah milik Partai Demokrat (tujuh kursi), Partai Golkar (empat kursi), Partai Keadilan Sejahtera (empat kursi), Partai Amanat Nasional (empat kursi) dan Partai Hanura (dua kursi). Artinya partai pendukung Fauzi Bowo memiliki 21 kursi di DPRD Surakarta. Sisanya, Partai Damai Sejahtera yang pada pilkada putaran pertama berkoalisi dengan Golkar untuk mengusung pasangan Alex-Nono memiliki dua kursi.
Mungkinkah Jokowi mengalami nasib serupa yang dialami Wakil Gubernur DKI Prijanto? Seperti diketahui, keinginan Prijanto mengundurkan diri ditolak mentah-mentah oleh paripurna DPRD DKI.
Seharusnya urusan seperti ini sudah "diselesaikan" dari jauh-jauh hari. Sejumlah kalangan menilai kubu Jokowi kurang mengantisipasi masalah ini. Terlihat sepele, namun mengundurkan diri itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Lihat bagaimana sulitnya Prijanto mengajukan pengunduran diri dari kuris DKI 2 sampai akhirnya ditolak. Memang jika Jokowi sudah mengundurkan diri sejak kemarin bukan cara yang strategis, sebab jika gagal di Pilgub DKI tentu dia juga harus kehilangan kursi Wali Kota Solo.
Mekanisme pengunduran diri pun harus melewati beberapa tahapan. Diawali dengan pengajuan dalam sidang paripurna. Dalam sidang terbuka itu Jokowi harus menyampaikan apa penyebab harus mundur. Di sana alasan Jokowi mundur dikaji. DPRD berwenang untuk menerima atau menolak. Bila tak diterima DPRD kepala daerah atau wakil kepala daerah tak bisa mundur. Tapi bila diterima, DPRD lalu mengusulkannya ke Gubernur Jawa Tengah. Kalau dinilai telah memenuhi ketentuan, gubernur meneruskannya ke Mendagri.
Bukan perkara mudah untuk meyakini para dewan, apalagi sudah menyangkut kepentingan partai. Bahwa Dewan Pimpinan Daerah suatu partai sering beda suara dengan pusat adalah fakta. Tapi dalam kasus ini tentu saja mereka sepakat bahwa Pilkada DKI adalah barometer menuju Pilpres 2014. Entah bagaimana petanya, yang jelas politik itu kepentingan. Masing-masing perwakilan parpol di Solo tentu berpikir panjang untuk menentukan sikapnya. Mungkinkah cara ini akan dipakai oleh rivalnya, Fauzi Bowo sebagai jalan terakhir untuk menjegal Jokowi?