Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara tentang Inflasi Kota Ternate Bulan Juni 2018 menunjukkan subkelompok ikan segar mengalami inflasi 16,45 persen. Kenaikan harga ikan segar merupakan inflasi tertinggi diantara subkelompok komoditas lain. Kenaikan harga ikan segar ini juga yang mendorong terjadinya inflasi pada kelompok bahan makanan mencapai 5,90 persen dan inflasi secara umum 1,71 persen.
Mundur ke bulan Mei, kenaikan harga pada ikan segar juga menjadi yang tertinggi sebesar sub kelompok lain yaitu 5,13 persen. Nilai inflasi itu jauh lebih tinggi dibandingkan subkelompok ikan beku yang justru mengalami deflasi sebesar 9,45 persen.
Ikan Salah Satu Makanan Pokok
Fakta di atas harus diperhatikan oleh pemerintah mengingat menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional 2017, 6,82 persen total pengeluaran rumah tangga di Maluku Utara adalah untuk konsumsi ikan. Konsumsi ikan menjadi salah satu konsumsi yang dominan setelah komoditas makanan-minuman jadi, rokok dan padi-padian. Sehingga kenaikan harga ikan dampaknya sangat terasa bagi perekonomian rumah tangga. Apalagi secara kasat mata,dapat kita lihat bahwa memang ikan merupakan salah satu makanan yang harus ada bagi konsumsi sehari-hari masyarakat Maluku Utara.
Dalam hal penyediaan makanan pokok, pemerintah harus mengambil peran dalam upaya penyediaan dan stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat. Berbagai langkah kebijakan strategis dapat menjadi alternatif. Salah satunya adalah optimalisasi potensi perikanan yang dimiliki.
Optimalisasi Sumber Daya Alam
Perairan Maluku Utara yang masuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715 dan 716 memiliki Potensi Sumber Daya Perikanan yang luar biasa. Menurut data Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) Indonesia, potensi ketersediaan ikan di perairan ini masih tergolong baik. Artinya potensi tangkapan di perairan ini masih sangat mungkin untuk ditingkatkan dengan tetap memperhatikan asas keberlanjutan hayati.
Saat ini, potensi perikanan tangkap di perairan Maluku Utara mencapai 500 ribu ton per tahun, namun nilai produksinya baru sekitar 150 ribu ton per tahun. Artinya masih ada sekitar 350 ribu ton per tahun potensi yang dapat dioptimalkan. Sehingga tidak mengherankan apabila Pemerintah Pusat menetapkan Maluku Utara sebagai salah satu lumbung perikanan nasional.
Selain potensi yang besar pada potensi perikanan tangkap, perikanan budidaya juga bisa menjadi salah satu opsi pengembangan perikanan kedepan.Terutama dengan potensi kepulauan dan garis pantai mencapai 10 ribu Km, perikanan budidaya laut dapat dioptimalkan. Ditambah lagi, perikanan budidaya memiliki produktivitas yang lebih baik dibandingkan perikanan tangkap yang sangat bergantung terhadap musim dan alam.
Pengembangan bubdidaya laut mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan karena hasilnya yang tidak terlalu tergantung terhadap alam. Sehingga pendapatan para nelayan dapat lebih terjamin. Selain itu, selera masyarakat Maluku Utara yang lebih menyukai ikan laut akan lebih relevan ketimbang pengembangan perikanan budidaya lain seperti budidaya air tawar.
Pengembangan dari sisi supply ikan tentunya harus dibarengi dengan upaya pemerintah untuk mendorong demand terhadap produksi ikan. Karena keseimbangan supply dan demand akan menjaga keseimbangan harga pada jangka panjang. Selain konsumsi masyarakat, pengembangan industri pengolahan hasil perikanan dan pelabuhan ekspor merupakan cara yang tepat untuk mendukung demand terhadap produksi ikan.
Pengembangan sentra industri pengolahan hasil perikanan yang bertugas untuk mengolah hasil tangkapan nelayan serta terintegrasi dengan pelabuhan ekspor perikanan akan menjamin pengembangan perikanan maluku utara kedepan. Selain peningkatan nilai ekonomi perikanan, kesejahteraan nelayan juga dapat ditingkatkan. Kedua hal tersebut menjadi factor yang penting dalam upaya penyediaan dan stabilitas harga ikan.