Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Skenario 666: Tahun 2019 Indonesia Mengalami Krisis Energi dan Ekonomi Terparah

7 Oktober 2010   04:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:39 432 0

Sebuah truk tangki pengangkut bahan bakar premium berlambang Pertamina terlihat melewati antrian kendaraan hampir sepanjang 2 km, sebelum berbelok perlahan memasuki salah satu stasiun pengisian bahan bakar di Bintaro, Jakarta. Beberapa saat kemudian, terlihat, petugas stasiun dibantu asisten supir  truk tersebut, bergerak gesit mempersiapkan pembongkaran bahan bakar premium dari tangki truk ke tangki penyimpanan stasiun.

Selama aktivitas pembongkaran, jalur pengisian yang terdekat, ditutup sementara. Di jalur yang lain, antrian panjang pengisian premium nyaris berebutan antara kendaraan roda empat dan dua. Terdengar suara gemuruh kendaraan, dan teriakan pengendara, sahut-menyahut, memaksa untuk segera dilayani petugas stasiun itu.

Stasiun itu nampak dijaga ketat oleh aparat keamanan, tidak hanya polisi, tetapi juga marinir dengan senjata otomatis lengkap bergantung di bahu mereka. Sejumlah polisi dan marinir nampak bersikap tegas menenangkan masa yang agresif, yang mencoba menerobos antrian, atau merebut selang pengisi premium dari petugas stasiun. Seorang anak muda agresif yang mencoba melakukan itu, wajahnya dihajar popor senapan marinir dan menjadi sasaran tinju pengendara lain.

Pembongkaran 30 ribu liter premium itu membutuhkan waktu sekitar 40 menit. Pembongkaran itu menjadi tampak sangat sibuk dan menghebohkan. Terlihat hamparan cahaya blitz dari puluhan kamera wartawan cetak dan elektonik, juga terdengar kegaduhan suara reporter dari hampir seluruh stasiun TV, yang berlomba menyiarkan langsung momen ini ke seluruh penjuru Indonesia. Menurut informasi yang beredar, ini adalah pembongkaran muatan premium terakhir yang dapat dijual kepada masyarakat.

Di salah satu rumah di pemukiman padat di pusat kota Makasar, seorang ibu nampak sedang menyalakan kompor untuk memasak dan mempersiapkan makanan malam untuk keluarganya. Kompor itu terhubung dengan tabung gas 3 kg yang baru saja dibelinya, melalui penjual langganan di kompleks perumahan itu. Menurut penjual, itu adalah tabung gas terakhir yang tersisa, setelah penjual sendiri mengamankan beberapa tabung untuk kebutuhan keluarganya.

Malam itu, di salah satu taman di dekat Hotel Mahakam, Blok M beberapa blok dari kantor pusat PLN, ada hampir lima ribu orang memadati tempat itu, sebagian besar duduk dan sebagian lagi berdiri mengitari taman itu, dengan seksama memandangi beberapa lampu yang menerangi taman itu. Menurut informasi, ini adalah beban listrik terakhir yang mampu dihantarkan oleh PLN sampai pukul 12 malam. Setelah itu, transmitter dan pembangkit tidak dapat berfungsi lagi, karena tidak ada lagi bahan bakar yang tersedia. Tidak ada listrik, tidak ada penerangan, tidak ada pendingin ruangan, tidak ada TV yang bisa ditonton dan mungkin hanya beberapa yang bisa menggunakan baterai dan sudah pasti bersifat sangat sementara saja.

Malam itu, di Klandasan, Balikpapan, di salah satu bukitnya yang memiliki ketinggian 200 meter di atas permukaan laut, yang menghadap ke pelabuhan tempat kapal tangker bongkar muat minyak mentah dan BBM, sekelompok pria tegap berdiri ditepi bukit itu memandang hening ke kejauhan arah barat. Tidak ada aktivitas di pelabuhan itu sejak dua bulan terakhir, sejak itu juga, gemerlap lampu pelabuhan telah dipadamkan. Pelabuhan itu terlihat mati, hanya sesekali terdengar dari kejauhan, hantaman ombak besar pada tepi pelabuhan itu. Dari pantulan cahaya bulan, terlihat buih putih dan riak yang berayun ke arah laut sesaat setelah ombak pecah menghantam dinding pelabuhan itu.

Dari tempat yang sama, di arah barat laut, di dalam kegelapan terlihat bayang-bayang menara-menara beton dan rangkaian besi tua pengilangan minyak Balikpapan. Tidak ada lagi gemerlap lampu pengilangan, sejak dua bulan yang lalu kegiatan di pengilangan ini dinyatakan dihentikan. Tidak ada lagi minyak mentah yang diolah dan bahan bakar minyak yang diproduksi, baik untuk kebutuhan Nasional, atau lokal sekali pun.

Malam itu, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatiluhur, yang dulunya memiliki kapasitas 187 mega watt, dijaga sangat ketat. Sejak dua bulan terakhir, mobilisasi keamanan, pemerintahan, serta pejabat Negara utama telah dilakukan sacara maraton ke kompleks Jatiluhur. PLTA ini adalah salah satu pembangkit listrik yang masih berfungsi dan diprioritaskan untuk kepentingan dan keamanan Nasional, termasuk kepresidenan. Karena itu, penggunaan listriknya hanya terbatas untuk fasilitas penting Negara, dan kompleks Jatiluhur yang menjadi pusat pemerintahan dan pengendalian keamanan Negara. Namun, menurut tenaga ahli yang terlibat dalam pemeliharaan, PLTA ini diperkirakan hanya mampu bertahan sampai 6 bulan ke depan. Hanya tiga turbin yang aktif. Tiga turbin lainnya dilaporkan semakin sering mengalami kerusakan berat, sementara suku cadang telah habis. Tidak ada lagi penerimaan suku cadang baru dari apa yang pernah dipesan. Akibat krisis minyak dunia, pabrik yang berkaitan tidak mampu lagi beroperasi,dan telah menghentikan produksinya sejak 6 bulan yang lalu.

Sejak dua bulan terakhir bahan bakar menjadi sangat mahal, kritis, dan semakin langka didistribusikan. Semua alat berat baik di pelabuhan seperti Tanjung Priok,daerah pertambangan minyak dan gas di lepas pantai Natuna, atau bijih tembaga diIrian, pergudangan Kerawang, serta di seluruh pabrik-pabrik industri kecil dan besar di Bekasi, Surabaya, dsb. tidak berfungsi lagi. Diam, dan menjadi rongsokan besi tua. Ribuan kendaraan dan truk tronton terlihat mogok di sepanjang jalan tol Jakarta – Merak, tol Jagorawi, tol Jakarta – Cikampek, jalur utara Jawa, jalur selatan Jawa, bahkan di trans Kalimantan, Sulawesi dan seterusnya mencakup seluruh wilayah Indonesia. Truk-truk itu ditinggalkan begitu saja, tercium bau tidak sedap dari bahan makanan yang diangkutnya. Menjadi rongsokan bersama besi cor yang berkarat dan semen yang membatu, serta rapuh bersama kayu bangunan yang diangkutnya. Malam itu, jalan tol dan seluruh jalan di perkotaan serta pedesaan menjadi lengang, hanya sepeda, atau gerobak, atau delman yang ditarik kuda, atau sapi yang lalu lalang.

Kondisi ekonomi benar-benar runtuh. Ini adalah krisis terburuk dalam era kemerdekaan Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun